PERS RILIS: Tren Penyalahgunaan Resep Obat di Kalangan Remaja

07 January 2014 | admin
Berita PSKK, Events, Media, Media, Press Release, Seminar, Siaran Pers

Yogyakarta, PSKK UGM – Pemerintah menargetkan Indonesia bebas dari narkoba pada 2015 nanti. Bagi Prof. Dr. Nurul Ilmi Idrus, Guru Besar Universitas Hasanuddin, Makassar, itu bagaikan mimpi di siang bolong. Mengapa tidak? Penelitian Badan Narkotika Nasional menunjukkan, dalam rentang waktu 2008 sampai 2011, ada peningkatan jumlah pengguna narkoba yang cukup signifikan, terutama mereka yang sekedar coba-coba atau experimental users.

Nurul dalam acara Seminar Bulanan Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, UGM “Narkoba-Like: The Trending Abused of Poli-prescription Drugs among Youth in Contemporary Indonesia”, Selasa (7/01) mengatakan, para pengguna narkoba yang sekedar coba-coba atau experimental users di tahun 2008 ada sekitar 850.000 pengguna. Jumlah ini naik menjadi 1.150.000 pengguna pada tahun 2011. Bahkan, angka ini diproyeksikan akan naik 2,8% di tahun 2015.

“Di Indonesia, penggunaan obat-obatan mulanya didominasi oleh cannabis atau daun ganja. Kemudian pada pertengahan 90-an, penggunaan heroin atau putaw lah yang mulai meningkat. Meski obat-obat tersebut banyak merupakan amphetamine jenis stimulan, kini obat-obat resep menjadi tren di kalangan mereka,” jelasnya.

Beberapa tahun terakhir terjadi kelangkaan terhadap pasokan obat jenis putaw. Data statistik BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan UI menunjukkan, tren penggunaan putaw turun serta berada di peringkat keempat setelah ganja, shabu, dan ekstasi. Selain itu, terjadi pula penurunan jumlah pengguna jarum suntik atau injecting drugs users (IDU’s) yang cukup drastis. Di 2008 ada 230 ribu pengguna jarum suntik, sementara di 2011 turun menjadi 70 ribu pengguna.

“Nah, kalau kita melihat datanya memang bagus karena jumlah pengguna jarum suntik menurun. Tetapi, di satu sisi ternyata ada peningkatan pada penggunaan obat-obat resep atau psycoactive prescription drugs (PPD). Mereka mencari alternatif untuk menutupi asupan obat-obatan yang kurang tersebut,” jelas Nurul lagi.

Temuan Nurul dalam risetnya tentang penyalahgunaan resep obat di kalangan remaja menunjukkan, jenis obat resep seperti somadril, subutex, subuxon, calmlet, dan tramadol sangat dikenal oleh pengguna narkoba di Makassar. Sementara di Yogyakarta, jenis obat calmlet serta reclona lah yang cukup populer. Salah satu yang banyak digunakan pula adalah dextromethrophan, obat batuk kering. Nurul mengatakan, untuk mendapatkan efeknya, mereka bahkan bisa mengonsumsi dalam dosis tinggi, yakni sampai 50 tablet sekali minum.

Obat resep dianggap lebih aman oleh para pengguna dibanding menggunakan putaw. Selain karena harganya yang relatif lebih murah, obat resep bisa diperoleh dengan mudah, terutama saat punya resep dari dokter atau psikiater. Nurul menambahkan, remaja yang menggunakan obat resep bahkan tidak menganggap dirinya pengguna narkoba karena obat resep dinilai bukanlah narkotika dan tidak menimbulkan efek candu atau adiktif. Terlebih lagi, dalam ranah hukum, pihak kepolisian tidak memiliki dasar yang cukup kuat untuk menindaklanjuti proses hukumnya. Kasus di Makassar, mereka yang menyalahgunakan pemakaian obat resep biasanya langsung dilepas setelah diberikan pengarahan dan nasehat agar tidak mengonsumsi obat serupa.

Agar lepas dari pengaruh obat-obatan memang perlu kembali ke diri masing-masing pengguna. Namun, tidak tepat pula jika penanganan persoalan ini hanya diletakkan pada mereka. Nurul melihat, setiap institusi baik BNN maupun Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) masih memiliki kebijakan sekaligus pendekatan sendiri-sendiri dalam penanganan kasus narkoba. Belum ada program yang menyatu atau integrated sehingga pada akhirnya justru menimbulkan persoalan.

Sementara itu, Drs. Aryanto Hendro Suprantoro, Kasubag Perencanaan Badan Narkotika Nasional Provinsi DIY mengatakan, sebenarnya akhir-akhir ini BNN, KPAN serta beberapa kementerian seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Hukum dan HAM telah melakukan nota kesepahaman atau MoU untuk melakukan penanganan narkotika dan HIV/AIDS secara bersama.

“Jadi, ada beberapa pendekatan yang akan menjadi kebijakan BNN yang harapannya bisa menjadi dasar dalam rangka penanganan penyalahgunaan narkotika di Indonesia. Salah satunya, BNN mendorong upaya depenalisasi dan dekriminalisasi bagi para pengguna. Intinya, semua pencandu atau pengguna narkoba harus disembuhkan, harus direhabilitasi,” ujar Hendro. [] Media Center PSKK UGM.