Isu Demografi dalam Dua Regim Politik

30 December 2013 | admin
Berita PSKK, Events, Media, Seminar

Yogyakarta, PSKK UGM – Tidak hanya laju pertumbuhan penduduk, Presiden Soeharto sebenarnya juga fokus terhadap isu perpindahan penduduk. Transmigrasi untuk menyebarkan penduduk dari Pulau Jawa ke luar Pulau Jawa juga menjadi prioritas nasional pada waktu itu. Hal tersebut disampaikan oleh Dr. Riwanto Tirtosudarmo, Pakar Demografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam seminar buku terbarunya yang berjudul “From Colonization to Nation-State: The Political Demography of Indonesia” di Auditorium Gedung Masri Singarimbun, Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM, Jumat (27/12).

“Pak Harto saat itu sangat getol. Dia pernah meminta bantuan kepada Marshall Green, Duta Besar Amerika untuk memindahkan penduduk bukan untuk menurunkan laju pertumbuhan penduduk. Ini menarik karena dia seperti Soekarno yang pro natalis. Baginya, yang dibutuhkan oleh Indonesia adalah menyebarkan penduduk agar penduduk Jawa tidak padat,” jelasnya.

Meski demikian, isu laju pertumbuhan penduduk lebih menjadi sorotan dibanding isu mobilitas penduduk. Riwanto menyebut, 1967 dan 1968 merupakan periode yang sangat penting dalam kaitannya dengan demografi politik Indonesia. Pada periode tersebut mulai digagas dan dirancang tentang bagaimana cara untuk menurunkan laju pertumbuhan penduduk. Seorang ekonom demograf, Widjojo Nitisastro yang juga merupakan penasehat Presiden Soeharto memiliki peran penting dalam pengambilan kebijakan. Widjojo berpendapat, berapapun pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai, akan tetap rendah jika tidak berhasil menurunkan laju pertumbuhan penduduk.

Isu mobilitas penduduk masih menjadi isu yang marginal pada periode 70-an bahkan hingga 80-an. Namun, pada perkembangan selanjutnya isu ini justru menjadi lebih menarik. Riwanto menambahkan, isu tentang migrasi, mobilitas penduduk kini menjadi isu yang lebih seksis dibandingkan isu mortalitas atau isu fertilitas. “Isu mobilitas penduduk lebih seksi dalam arti, relasi atau hubungannya denggan aspek-aspek sosial politik itu lebih terasa. Sekarang banyak isu yang terkait dengan penduduk pendatang dan penduduk setempat. Mau tak mau, itu menjadi isu yang berkaitan dengan migrasi.”

1388376319_seminar_riwanto_2

Turut hadir dalam seminar pakar-pakar demografi Indonesia. (PSKK UGM)

Dalam buku yang terdiri dari 12 bab tersebut, Riwanto lebih banyak mengulas tentang mobilitas penduduk mulai dari isu transmigrasi, migrasi spontan, hingga migrasi internasional atau migrasi ke luar negeri. Melalui buku ini pula digambarkan bagaimana sebetulnya demografi politik itu—melihat bagaimana hubungan antara dinamika politik dengan dinamika kependudukan, bagaimana negara merespon dinamika demografi, serta bagaimana penduduk menanggapi kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Salah satu yang cukup menjadi catatan pentingnya adalah isu desentralisasi atau otonomi daerah.Sejak 2000, pemerintah mulai giat melakukan desentralisasi atau otonomi daerah. Sejak saat itu pula isu pemekaran wilayah, dan proses pemilihan kepala daerah (pilkada) sering menjadi isu dan pemberitaan yang menarik. Sebagian bahkan menyebabkan terjadinya konflik komunal. Riwanto melihat adanya mobilisasi politik yang didasari oleh identitas etnik atau kesukuan, hingga identitas agama. Hal itu menjadi demikian marak setelah otonomi daerah berjalan.

“Ini yang saya paparkan di bab terakhir dalam buku. Saya menyebutnya disintegration from within atau proses disintegrasi bangsa yang terjadi dari dalam. Bagi saya ini cukup mengkhawatirkan karena yang terjadi bukanlah pemekaran wilayah melainkan penyempitan wilayah, dan itu didasarkan lebih karena kesamaan etnis, agama, mungkin juga bahasa dan lokalitas,” ujar Riwanto.

Selain itu, di era otonomi daerah, sudah menjadi rahasia umum bahwa para elit politik kerap melakukan manipulasi data demografi untuk kepentingan politiknya. Riwanto kembali menanyakan, apakah benar otonomi daerah seperti ini yang kita harapkan. “Saya kira niat otonomi daerah adalah untuk mensejahterakan masyarakat. Namun, apakah saat ini masyarakat menjadi lebih sejahtera atau hanya segelintir elitnya. Bagi saya, memang sudah saatnya kita merevitalisasi demograsi karena sangat vital posisinya.”

Seminar yang berlangsung selama dua jam tersebut diselenggarakan oleh PSKK UGM, Ikatan Peminat dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI), serta Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat. Seminar dibuka oleh Prof. Dr. Prijono Tjiptoherijanto selaku ketua IPADI Pusat yang baru serta dihadiri oleh para pakar demografi seperti Prof. Dr. Sofian Effendi, Prof. Dr. Agus Dwiyanto, Prof. dr. Siswanto Agus Wilopo, Dr. Sudibyo Alimoeso, M.A., Dr. Sukamdi, dan lain-lain. [] Media Center PSKK UGM