Yogyakarta, PSKK UGM – Jumat (24/11), Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada melakukan pelatihan bagi para asisten lapangan guna Studi Kesejahteraan Rumah Tangga di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat. Studi ini merupakan lanjutan dari survei-survei sosial ekonomi dan kesejahteraan yang pernah dilakukan sebelumnya oleh PSKK UGM sejak 2003.
Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, Dr. Setiadi, M.Si. yang juga merupakan penanggung jawab penelitian (principal investigator) menyampaikan, studi ini bertujuan untuk mendapatkan data dan parameter sosial terbaru dari rumah tangga yang berada di Kabupaten Teluk Bintuni. Selain itu, juga untuk memahami tren aktivitas ekonomi utama, pola bertahan hidup, dan status kesejahteraan rumah tangga di sana.
Setiadi menambahkan, studi-studi untuk mengukur kesejahteraan sebenarnya sudah lama berkembang, yaitu sejak abad ke-17 atau sejak konsep tentang negara kesejahteraan—welfare state; negara yang pemerintahannya menjamin terselenggaranya kesejahteraan rakyat—digulirkan.
Berbagai organisasi dunia maupun akademisi mengembangkan sejumlah indikator dan parameter kesejahteraan yang semula dari paradigma pembangunan ekonomi dengan pemenuhan kebutuhan (basic needs), kini bergeser ke pembangunan sumber daya manusia (people centered development). Pengembangan studi dilakukan guna memudahkan pihak-pihak lain dalam mengukur tingkat kesejahteraan. Contohnya, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang diukur dari rata-rata lama sekolah, angka harapan lama sekolah, produk nasional bruto per kapita, dan angka harapan hidup. Indeks yang dikembangkan oleh Amartya Sen pada 1990 tersebut kini dipakai oleh Program Pembangunan PBB (UNDP) untuk mengukur apakah suatu negara tergolong negara maju, negara berkembang, atau negara terbelakang. Selain itu, IPM juga digunakan untuk mengukur pengaruh kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup.
Di Indonesia, selain IPM, ada juga metode pengukuran kesejahteraan yang dikembangkan oleh lembaga-lembaga, seperti Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Badan Pusat Statistik (BPS). BKKBN misalnya, memiliki Indikator Keluarga Sejahtera untuk membedakan keluarga pra sejahtera dengan keluarga sejahtera, sedangkan BPS memiliki Indikator Kesejahteraan Rakyat. Meski beragam, studi-studi pengukuran tersebut sangatlah bermanfaat bagi berbagai pihak, terutama para pengambil kebijakan, di dalam merumuskan dan menjalankan program kebijakan.
Dalam studi kali ini, imbuh Setiadi, ada tiga dimensi yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan rumah tangga di Kabupaten Bintuni, yaitu ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Ketiga dimensi tersebut adalah dasar bagi perwujudan penduduk yang berkualitas. Pendidikan misalnya, merupakan modal awal untuk mengembangkan keterampilan. Mereka yang terampil akan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, dengan upah yang layak. Hal ini berpengaruh terhadap kemampuan ekonomi. Kemampuan ekonomi rumah tangga berkaitan pula dengan kemampuan untuk menjaga kesehatan agar tidak jatuh sakit.
“Hanya mereka yang sehat dan didukung oleh pendidikan maupun keterampilan memadai, yang akan mempunyai pendapatan cukup,” kata Setiadi lagi. [] Media Center PSKK UGM