JARING ASMARA: Program JDP Masih Mendapat Catatan

09 Desember 2013 | admin
Media

Yogyakarta, PSKK UGM – Jaminan Pendidikan Daerah atau JPD merupakan program Pemerintah Kota Yogyakarta dalam memberikan bantuan biaya pendidikan bagi keluarga pemegang KMS (Kartu Menuju Sejahtera), serta peserta didik penghuni panti asuhan. Program bantuan diberikan ke semua jenjang sekolah (TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK) baik negeri maupun swasta. Bantuan tersebut meliputi biaya operasional, dan biaya pribadi atau biaya yang digunakan peserta didik untuk membeli keperluan pendukung kegiatan belajar seperti seragam dan buku.

Sudah enam tahun program JPD berjalan. Hal ini terus didukung oleh alokasi anggaran yang meningkat setiap tahunnya. Pada 2012 anggaran yang dialokasikan sejumlah Rp. 16,1 miliar. Pada 2013 naik menjadi Rp. 21 miliar, sementara pada APBD Perubahan 2013 kembali naik menjadi Rp. 32,6 miliar. Dengan meningkatnya alokasi anggaran tersebut diharapkan pendidikan gratis wajib belajar 12 tahun bisa dirasakan oleh seluruh warga masyarakat Kota Yogyakarta, khususnya yang memegang KMS.

Terkait isu strategis tersebut, Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM bekerja sama dengan Bappeda Kota Yogyakarta melakukan survei penjaringan aspirasi masyarakat atau Jaring Asmara. Survei dilakukan untuk menjaring aspirasi masyarakat mengenai urusan-urusan yang menjadi kewenangan Pemkot Yogyakarta. Selain isu JDP di sektor pendidikan, ada empat isu lainnya yang dikaji.

“Pada sektor pariwisata ada isu daya dukung aksesibilitas jalan, dan lahan parkir wisata. Di sektor kesehatan ada isu tentang ASI eksklusif. Lalu untuk sektor ekonomi kerakyatan, ada isu tentang dampak minimarket terhadap toko atau kios tradisional. Kemudian yang terakhir, di sektor pembangunan wilayah ada isu tentang resettlement kolektif di tepian sungai, dan ketersediaan lahan pemakaman,” ujar Wini Tamtiari, M.Si., Peneliti PSKK UGM dalam Focused Group Discussion Survei Jaring Asmara Bidang Pendidikan, Kamis (21/11) lalu di Ruang Seminar G-7, Bulaksumur.

FGD tentang isu Jaminan Pendidikan Daerah Kota Yogyakarta dalam rangka Survei Jaring Asmara (PSKK UGM/Ina)Sebelumnya, PSKK UGM telah melakukan survei lapangan selama sembilan hari pada pertengahan Oktober lalu. Ada 165 responden yang telah diwawancarai, dengan sampel lokasi di Umbulharjo, Gondokusuman, dan Tegalrejo. Selain pihak sekolah, para responden terdiri dari rumah tangga penerima JPD baik yang bersekolah di dalam maupun di luar Kota Yogyakarta, rumah tangga bukan penerima JPD, serta panti asuhan. Dalam rangka melengkapi data serta bahan analisis, tim peneliti mengadakan FGD dengan mengundang Kepala UPT Jaminan Pendidikan Daerah, Disdik Kota Yogyakarta, Suryatmi, serta beberapa perwakilan sekolah untuk jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK.

Wini mengatakan, dalam diskusi kelompok terarah itu, harapannya para peserta bisa memberikan informasi lebih mendalam sekaligus masukan terkait program JPD. “Ada beberapa hal yang kita diskusikan misalnya, tentang pemahaman mengenai JPD, bagaimana sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan, bagaimana implementasinya di masing-masing sekolah, lalu adakah kebijakan khusus dari masing-masing sekolah, hingga bagaimana target sasaran dari program JPD.”

Dalam diskusi, kebijakan kuota KMS dalam PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) masih menjadi catatan. Di lapangan, menurut penuturan para guru perwakilan yang hadir, sistem kuota memiliki celah. Pernah ada manipulasi alamat domisili sehingga siswa yang seharusnya tidak mendapat, justru mendapatkan kuota KMS. Logika kompetisis belajar secara fair dan pertimbangan kualitas siswa “kalah” dengan logika administrasi. Selain itu rendahnya motivasi belajar siswa dari keluarga KMS juga menjadi perhatian. Beberapa mungkin merasa “aman” karena masih bisa terus bersekolah tanpa harus meningkatkan prestasi belajar. Bagai dua sisi mata uang, program bantuan ini memiliki sisi positif dan negatif.

“Ya ini beberapa persoalan yang sering kita temui ya. Orang tua mungkin sibuk mencari nafkah sehingga kerap terlewat untuk memberikan perhatian terhadap pendidikan anak-anaknya. Itu yang terjadi sehingga seolah-olah tanggung jawab pendidikan hanya oleh sekolah. Padahal sesungguhnya tidaklah demikian. Ini merupakan tanggung jawab bersama. Program pemerintah sudah bagus namun memang di masyarakat pemanfaatannya bisa jadi berbeda,” ujar Suryatmi. [] Media Center PSKK UGM (Foto Utama: Dok. JIBI Photo).