Evaluasi Konsep Unmet Need Guna Perencanaan Pengendalian Penduduk Lebih Baik

13 Desember 2016 | admin
Berita PSKK, Main Slide, Media

Yogyakarta, PSKK UGM – Laju pertumbuhan penduduk perlu dikendalikan guna mencapai keseimbangan antara kuantitas dan kualitas penduduk. Program Keluarga Berencana (KB) sebagai salah satu kebijakan pengendalian penduduk dinilai berhasil karena mampu menurunkan angka fertilitas total (TFR). Sayangnya, pada periode 2002-2012 TFR justru stagnan di angka 2,6 dan penurunan angka unmet need juga tidak banyak terjadi.

Di beberapa provinsi angka unmet need atau kebutuhan kontrasepsi yang tidak terpenuhi justru meningkat. Daerah Istimewa Yogyakarta, misalnya naik dari 6,8 pada tahun 2007 menjadi 11,3 pada tahun 2012. Padahal, secara nasional angka unmet need ditarget bisa mencapai 5 persen pada tahun 2015.

Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, Dr. Umi Listyaningsih, M.Si. menyampaikan, kontrasepsi merupakan pilihan individu sehingga karakteristik individu menjadi faktor penting dalam menjelaskan bagaimana fenomena unmet need. Salah satu karakteristik individu yang berpengaruh adalah pendidikan ibu. Hasil penellitian-penelitian sebelumnya menunjukkan, unmet need umumnya pada perempuan dengan tingkat pendidikan yang rendah atau pemahamannya soal kontrasepsi kurang. Oleh karena itu, penguatan pengetahuan dan pemahaman dengan beragam sosialisasi dan edukasi tentang KB dinilai mampu menyelesaikan persoalan tersebut.

“Tapi ternyata tidak sesederhana itu. Kasus unmet need di Yogyakarta memiliki kondisi yang berlawanan. Sebanyak 64 persen kelompok unmet need adalah perempuan dengan tingkat pendidikan SMA dan perguruan tinggi,” kata Umi.

Beragam metode kontrasepsi serta segala aspek yang terkait, misalnya tentang bagaimana efek samping penggunaan dipahami dengan baik. Akses mereka terhadap media guna mendapatkan informasi tentang kontrasepsi juga terbuka lebar. Namun, dari pengetahuan dan pemahaman itu, mereka justru tidak memilih kontrasepsi modern. Mereka sadar betul dan punya pengetahuan yang komprehensif, namun yang dipilih adalah metode kontrasepsi tradisional.

Tantangan para petugas KB semakin besar manakala kelompok unmet need ini termasuk dalam kategori pasangan usia subur (PUS) umur tua. Hasil penelitian menunjukkan, sebanyak 25 persen PUS mempunyai anak terakhir berusia 10 tahun. Bahkan, ada pula PUS dengan anak terakhir berusia lebih dari 20 tahun. Pengalaman mereka menggunakan metode kontrasepsi tradisional untuk mencegah kehamilan sudah dibuktikan sehingga agak sulit mendorong kelompok ini menggunakan kontrasepsi modern.

Untuk itu, Umi menambahkan, konsep unmet need perlu ditinjau kembali terkait hal itu. Ada cukup banyak perempuan usia subur masuk dalam kategori infertile atau tidak mampu melahirkan meskipun masih menstruasi. Logika inilah yang harus ditangkap untuk menyempurnakan konsep unmet need agar indikator tersebut benar-benar dapat digunakan sebagai data yang mendasar dan akurat dalam perencanaan pengendalian penduduk.

“Tingginya angka unmet need tidak serta merta berhubungan dengan kegagalan penurunan tingkat kehamilan atau kelahiran. Jika unmet need tetap dijadikan indikator kinerja lembaga kependudukan, maka perlu beberapa penyesuaian seperti pengklasifikasian umur perempuan dan umur anak terakhir,” jelas Umi.

Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan, persentase unmet need pada perempuan usia 15-49 tahun adalah 11 persen. Sebanyak 4 persen untuk penundaan kelahiran, sedangkan 7 persen untuk membatasi kelahiran. Jumlah unmet need meningkat sejalan dengan usia, paling tinggi sebesar 16 persen untuk wanita kawin usia 45-49 tahun.

Masih dari sumber data yang sama, hampir semua unmet need pada perempuan di bawah usia 25 tahun ditujukan untuk penundaan kelahiran (penjarangan). Sementara unmet need untuk pembatasan kelahiran meningkat tajam pada wanita usia 35 tahun ke atas dan tertinggi, yakni 15 persen pada wanita usia 45-49 tahun. Jika dilihat dari karakteristik wilayah, jumlah unmet need di wilayah perdesaan adalah 12 persen, sedikit lebih tinggi daripada wilayah perkotaan. [] Media Center PSKK UGM | Photo family planning /unfpa.org