MIGRASI INTERNASIONAL: Strategi Kelangsungan Hidup pada Era Krisis Ekonomi

21 November 2002 - 19:42:04 | admin

Pada kenyataannya, adalah sulit untuk menemukan angka pasti jumlah pekerja migran Indonesia yang bekerja diluar negeri, terlebih besarnya jumlah pekerja ilegal. Namun demikian, tidak terbantahkan bahwa jumlah pekerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri meningkat dengan pesat. Pada periode 1998-1999 terdapat peningkatan yang cukup signifikan jumlah pekerja Indonesia diluar negeri. Data terbaru menunjukkan bahwa dua tahun terakhir (1999-2001), jumlah TKI sebanyak 968.260, dengan rata-rata penempatan 387.304 pekerja dalam setiap tahun. Dari total, 47,52 persen pekerja bekerja di negara ASEAN, 34,5 persen di Timur Tengah, 17,52 persen di Asia Pasifik, 0,7 persen di Eropa dan AS dan 0,06 persen di negara lainnya. Krisis ekonomi telah mendorong orang untuk mencari pekerjaan di luar negeri (Romdiati, Handayani and Rahayu, 1998).

Perilaku migrasi dapat dijelaskan berdasarkan beberapa perspektif. Salah satunya adalah pendekatan ekonomi neoklasik dalam perspektif makro. dalam perspektif ini, migrasi terjadi sebagai akibat perbedaan-perbedaan antar wilayah dalam hal penawaran dan permintaan tenaga kerja khususnya antara daerah asal dan daerah tujuan. Hal ini merupakan faktor utama yang menjadi pendorong individu untuk melakukan migrasi (Massey, et.al., 1993). Ketidakseimbangan pasar kerja menyebabkan peningkatan pengangguran di Indonesia dan meningkatkan permintaan akan pekerjaan, setidaknya untuk beberapa jenis pekerjaan. Sementara itu, permintaan tenaga kerja dari negara tetangga, yang relatif tidak terimbas krisis ekonomi merupakan peluang bagi pekerja dari Indonesia. Dalam perspektif mikro, pendekatan neoklasik menjelaskan pola kalkulasi untung rugi dalam perspektif individu pelaku migrasi. dalam konteks ini, perbedaan upah menjadi sangat signifikan mempengaruhi keputusan migrasi seseorang. Beberapa penelitian mendukung perspektif ini (lihat Mantra. 1999; Sukamdi. et. al. 2001). 

Salah satu isu penting terkait dengan migrasi adalah dampak ekonomi, khususnya aspek remitan. Bahkan remitan menjadi isu utama dalam kebijakan ketenagakerjaan di Indonesia. Penggunaan istilah “eksport tenaga kerja” berimplikasi pada pengertian bahwa migran diharapkan membawa remitan berupa uang tidak hanya bagi keluarganya tetapi juga untuk negara. Penekanan pada aspek remitan sering menjadi penyebab tidak dihiraukannya aspek jaminan keamanan oleh negara baik ketika di daerah tujuan maupun sekembalinya dari luar negeri (lihat Mantra, 2001). temuan beberapa penelitian menunjukkan bahwa remitan lebih banyak digunakan untuk pemenuhan kebutuhan dasar konsumsi. Sangat jarang ditemukan remitan digunakan sebagai sumber pembiayaan investasi atau kegiatan produktif lainnya. Sehingga mungkin benar bahwa pengertian kita tentang dampak remitan untuk mengatasi kemiskinan perlu untuk ditinjau ulang. Namun demikian, pada sisi lain juga tidak dapat dipungkiri bahwa migrasi membawa keuntungan-keuntungan ekonomi bagi migran dan keluarganya. Minimal, migran memperoleh keuntungan mendapatkan pendapatan yang lebih baik di daerah tujuan dibandingkan di daerah asal. []


*Klik untuk mengunduh makalah: Seminar Bulanan S.315 – Setiadi | 21 November 2002