Kultur Adalah Penghambat Resolusi Konflik?

26 May 2005 - 14:00:51 | admin

Adalah hal sulit untuk mencoba memahami masyarakat tanpa berusaha memahami kultur mereka. Keberadaan kultur tidak dapat dipisahkan dari masyarakatnya. Melalui kultur, manusia belajar tentang banyak hal, seperti nilai-nilai, kepercayaan, perilaku, dan objek-objek material lainnya yang mencerminkan cara hidup masyarakat (Macionis, 1997). Kultur adalah strategi keberlangsungan hidup bagi masyarakat. Di dalam kultur terdapat peta pemahaman (map of understanding) yang akan mengarahkan apa yang harus dilakukan manusia dan bagaimana mereka melakukannya (Bennet, 1998). Tidak jarang kultur hanya bisa dipahami oleh masyarakatnya, tetapi tidak bagi orang atau kelompok lain. Sebagai sebuah strategi survival, masyarakat memiliki harapan agar kultur dapat membantu mereka dalam mengatasi persoalan hidup. Hal inilah yang mendorong digunakannya pendekatan kultural untuk mengatasi persoalan mereka, termasuk konflik-konflik yang terjadi di masyarakat.

Akan tetapi, kadang-kadang kultur tidak dapat berperan sesuai harapan manusia, lebih jauh lagi pendekatan kultural tidak selalu berhasil dalam membantu manusia memecahkan persoalannya. Dalam konteks ini kultur, bahkan bisa menjadi penghambat dalam memecahkan persoalan konflik. Mengapa hal ini bisa terjadi? Salah satu asumsi dasarnya adalah perubahan sosial yang terjadi saat ini telah menimbulkan persoalan-persoalan yang baru dan kompleks mengenai kehidupan manusia. Sebagai contoh adalah konflik, salah satu persoalan klasik dalam masyarakat. Pada dasarnya manusia memiliki dorongan sifat-sifat agresif di dalam dirinya. Melalui konflik manusia memiliki cara untuk mempertahankan diri dan kepentingannya, perilaku ini merupakan salah satu konsekuensi dari adanya sifat agresif tersebut. Kepentingan manusia itu sendiri dapat berubah-ubah seiring dengan perkembangan zaman. Konflik di dalam masyarakat tradisional mungkin tidak serumit persoalan yang dihadapi masyarakat modern pada umumnya. Konflik yang terjadi di dalam masyarakat modern tidak hanya didorong oleh adanya kepentingan mempertahankan diri, tetapi telah melibatkan lebih banyak pihak dan kepentingan, termasuk kepentingan politik, sosial, dan budaya. Salah satu teori menyebutkan bahwa perbedaan otoritas di dalam masyarakatlah yang menyebabkan munculnya konflik. Adanya segregasi kelas sosial telah menyebabkan setiap kelas memiliki kepentingan yang berbeda. Dengan demikian, konflik adalah salah satu akibat dari keragaman kepentingan dan posisi sosial. Konflik kepentingan terjadi ketika manusia mencoba memperoleh kepuasan diri dan berusaha menghindari adanya ketidakpuasan. Semua konflik bermula dari kegagalan manusia memenuhi kebutuhan mereka. Kebutuhan dasar manusia yang biasanya menjadi pemicu konflik adalah perasaan aman, identitas, pengenalan diri, dan pembangunan.

Pendekatan kultural adalah salah satu strategi yang sering digunakan untuk mengatasi persoalan konflik. Manusia menggunakan kultur untuk memecahkan persoalan karena kultur adalah sebuah strategi yang telah dikenal dan dipahami masyarakatnya. Pendekatan kultural biasanya lebih bersifat adaptif dan merupakan bagian dari pendekatan struktural fungsional. Artinya, strategi ini lebih menekankan adanya kesepakatan di dalam memecahkan masalah. Salah satu isu kritis adalah bagaimana jika kultur yang selama ini telah dipercaya dan dipraktikkan oleh masyarakat ternyata telah menghambat proses resolusi konflik? Apa yang akan terjadi jika kultur merupakan penghambat jalannya resolusi konflik? Lebih jauh lagi adalah bagaimana mengubah kultur sebagai penghambat resolusi konflik menjadi sebuah strategi resolusi konflik. Tentu saja hal ini merupakan suatu isu yang bisa sangat diperdebatkan dan harus dipahami secara hati-hati dan dengan pikiran yang terbuka. Sebagai contoh adalah pendekatan kultur yang digunakan masyarakat Thailand dalam mengatasi konflik. Tulisan ini akan mencoba mengeksplorasi strategi menghindar (avoidance strategy) di dalam kultur masyarakat Thailand. Strategi menghindar ini telah lama dikenal masyarakat Thailand sebagai salah satu cara mengelola konflik di dalam masyarakatnya. Melalui tulisan ini akan dilihat bagaimana masyarakat Thailand menggunakan kultur mereka untuk mengelola konflik, sekaligus melihat sisi keunggulan dan kelemahan penggunaan kultur tersebut dalam memecahkan persoalan mereka. Selanjutnya akan dilihat beberapa rekomendasi yang ditawarkan untuk mengubah kelemahan tersebut menjadi sebuah strategi yang bersifat positif. []


*Klik untuk mengunduh makalah: Seminar Bulanan S.335 – Amelia Maika | 26 Mei 2005