SOLO, KOMPAS — Perampingan kabinet dalam pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla tak akan dilakukan secara drastis. Pemerintahan baru akan menggabungkan beberapa kementerian dan membentuk kementerian baru.
Hal itu diungkapkan Sofyan Effendi selaku anggota Tim Pengkajian Arsitektur Kabinet Jokowi-JK di Universitas Sebelas Maret (UNS), Solo, Jawa Tengah, Sabtu (30/8).
”Ini (perampingan) seminimal mungkin. Kira-kira ada 4-5 kementerian digabung, bukan dihilangkan,” ujar Sofyan di sela Seminar Nasional dan Rapat Kerja Nasional/Pleno Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial bertema ”Reformasi Birokrasi dan Keadilan Sosial”.
Sofyan mengatakan, berdasarkan analisis yang dilakukan tim, jika tujuan perampingan kabinet penghematan anggaran, perampingan dari 34 kementerian menjadi 21 kementerian tidak signifikan menghemat anggaran.
”Hanya Rp 3 triliun. Kalau tujuannya saving (penghematan) tidak ada artinya sama sekali. Namun, political risk-nya luar biasa besar. Kami usulkan supaya perampingan sesuai janji (kampanye), tetapi seminimal mungkin,” ujar mantan Rektor Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, itu.
Risiko politik yang muncul apabila perampingan dilakukan secara drastis adalah munculnya protes dari partai politik koalisi. Sebab, dalam koalisi selalu ada kompensasi dalam mendudukkan kader terbaiknya di dalam kabinet.
Penggabungan
Kementerian yang direncanakan digabung antara lain Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal. Sementara itu, Kementerian Pertanian digabung dengan bidang perikanan, perkebunan, dan peternakan menjadi kementerian yang mengurusi kedaulatan pangan.
Selain itu, juga diusulkan kementerian pendidikan tinggi, ilmu pengetahuan, dan inovasi. Ini merupakan pemecahan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang digabung dengan Kementerian Riset dan Teknologi.
Menurut Sofyan, dibentuknya kementerian pendidikan tinggi, ilmu pengetahuan, dan inovasi dilatarbelakangi pemikiran, perlu adanya integrasi yang lebih baik antara fungsi pendidikan tinggi dengan riset dan teknologi. Penggabungan ini diharapkan bisa menjembatani bidang pendidikan tinggi dengan riset dan teknologi.
Kementerian lain yang diusulkan adalah Kementerian Keamanan Tanah Air dengan konsep seperti Homeland Security di Amerika Serikat. Kementerian ini mengurusi bidang keamanan dalam negeri yang direncanakan menggabungkan Badan Nasional Penanggulangan Teroris, Badan Narkotika Nasional, dan dimungkinkan juga Polri.
Pakar ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNS, Lukman Hakim, mengatakan, melihat gaya blusukan Jokowi ada kemungkinan fungsi kantor kepresidenan akan diperkuat dengan menggabungkan urusan perencanaan dan penganggaran ke dalamnya. Hal itu untuk mengatasi kelambanan gerak birokrasi.
”Gaya blusukan memerlukan satu tindakan lebih cepat. Kalau melihat birokrasi ada time lag sejak perencanaan hingga eksekusi,” katanya. (RWN)
*Sumber: Harian KOMPAS, 1 Sepember 2014