Aborsi dan Kegagalan Kontrasepsi IUD

21 September 2000 | admin
Events, Seminar

Belum lama ini di New York telah berlangsung sebuah pertemuan yang diprakarsai oleh PBB untuk mengevaluasi implementasi kesepakatan Beijing (1995). Pertemuan ini lebih dikenal dengan pertemuan Beijing +5. Di dalam pertemuan ini ternyata masih muncul sebuah kebutuhan untuk mengurangi tingginya Angka Kematian Ibu, di mana salah satu penyebabnya adalah unsafe abortion (aborsi yang tidak aman). Kata “aman” memang dapat dimaknai lebih dari satu arti. Aman berarti sehat, karena dilakukan oleh tenaga profesional (dokter) bukan oleh dukun. Mengingat sampai saat ini belum ada peraturan perundangan maka aman dapat berarti tidak ada tuntutan hukum, baik bagi perempuan yang melakukan aborsi maupun tenaga medis yang membantu. Aman juga dapat berarti tidak perlu sembunyi-sembunyi, karena ada tempat khusus yang menyediakan layanan aborsi bagi setiap perempuan yang membutuhkan, karena aborsi bagian dari hak reproduksi perempuan.

Di Indonesia sampai saat ini belum ada kesepakatan tentang bagaimana menyikapi aborsi. Perdebatan terjadi karena adanya perbedaan pendapat tentang kapan sesungguhnya kehidupan dimulai (Mohamad, 1995). Di samping itu juga belum ada upaya untuk memperbaharui peraturan Perundangan yang mengatur aborsi (UU Kesehatan no 23 tahun 1992). Dalam makalah ini saya tidak akan mempermasalahkan pro dan kontra aborsi. Namun saya akan menyampaikan hasil temuan lapangan dalam penelitian singkat, tentang keputusan dan pengalaman aborsi oleh perempuan yang mengalami kegagalan IUD. Alasan mengapa fokus penelitian pada kegagalan IUD:

  1. Merupakan salah satu MKJP (metode kontrasepsi jangka panjang).
  2. Sejak krisis ekonomi (1997) IUD dipromosikan sebagai alat kontrasepsi yang praktis dan ekonomis.
  3. Bukan alat kontrasepsi hormonal
  4. Merupakan alat kontrasepsi primadona di DIY
  5. Dipasang oleh tenaga medis.
  6. Tingkat kekawatiran terhadap keselamatan janin lebih besar.
  7. Dapat diikutkan dalam asuransi (ASKABI) dan Asuransi Jasa Raharja
  8. Mendapatkan kompensasi dari Pemerintah sebesar Rp 50.000

Seminar Bulanan S.295 – Budi Wahyuni | 21 September 2000  

Unduh makalah (pdf):