Berikut kami sertakan link materi seminar bulanan #1 bertajuk Finding a “Research Gap” dengan pemateri Prof. Ben White.
.Berita PSKK
Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan BKKBN akan mengadakan Seminar Internasional The 5th Asian Population Association Conference pada 24-27 November 2020 di Royal Ambarukmo Hotel, Yogyakarta.
Tema Seminar:
- Future Challenges of Asian Population Dynamics
- Population Census/Survey, Vital Registration, and Big Data
- Fertility, Fecundity, Reproductive Health and Reproductive Rights
- Mortality, Morbidity, Epidemiology and Causes of Death
- Population Mobility (Internal and International Migration, including Refugees) and Urbanization
- Family Formation and Dissolution, Family and Kinship
- Demographic Theory and Methods (including demographic training)
- Population Dynamics, Demographic Transition and population Ageing
- Population and Environment, Climate Change and Sustainable Development
- Special Population Group (Youth, Persons, with Disability, etc.)
- Population and Economy: Demographic Dividend, Labor Market and Population Policies
- Ethnicity/Race, Religion and Language
- Others (Education, Wellbeing and Happiness etc.)
- Indonesia Special Sessions
Guideline for Abstract Preparation
- Abstrak berisi maksimal 200 kata.
- Panjang abstrak bersifat opsional dan maksimal 5 halaman. Format tulisan menggunakan spasi ganda (dobel); ukuran huruf 12, dan semua ilustrasi, gambar, dan tabel ditempatkan di dalam teks, bukan di akhir teks.
- Paper penuh bersifat opsional. Panjang tulisan maksimal 8.000 kata (tidak termasuk referensi atau sekitar 25 halaman) dan menggunakan spasi ganda; ukuran huruf 12; dan semua ilustrasi, gambar, dan tabel ditempatkan di dalam teks, bukan di akhir teks.
- Judul paper tidak ditulis dengan huruf kapital semua (contoh: Influence of Parental Education on Nuptial Behavior: An Analysis of Hindu Community in India)
- Nama penulis tidak ditulis dengan huruf kapital semua (contoh: Sam Smith).
Tanggal Penting
Pengiriman abstrak dan paper mulai : 1 Oktober 2019
Tenggat pengiriman abstrak dan paper : 31 Januari 2020
Pengumuman : 11 Mei 2020
Pendaftaran : 8 Juni 2020
Penutupan pendaftaran Early Bird : 14 September 2020
Seminar : 24-27 November 2020
Untuk informasi selanjutnya silakan kunjungi https://www.asianpa.org/78-apa-activities/449-important-dates.html atau www.asianpa.org
Yogyakarta, PSKK UGM – Pusat Studi Kependudukan dan Kebudayaan (PSKK) UGM mengadakan seminar bertajuk Impact of Reproductive Health Policies on Woman’s Health: MDGs and BPJS pada Kamis, 28 November 2019 di Auditorium Prof. Dr. Agus Dwiyanto, PSKK UGM, Jalan Tevesia, Bulaksumur, Yogyakarta.
Prof. Dr. Etsuko Matsuoka, peneliti dari Nara Woman Universitas Jepang yang didapuk sebagai pembicara seminar kali ini menjabarkan beragam hal terkait perubahan budaya proses persalinan di Indonesia dan peran bidan dalam bidang kesehatan reproduksi di Indonesia.
Pada kesempatan itu, Matsuoka menjelaskan pada pertengahan 1990-an banyak proses kelahiran dibantu dukun bayi. Seiring perkembangan jaman dan teknologi, para ibu hamil mulai melahirkan dengan bantuan bidan. Selanjutnya, banyak bidan mulai membuka praktik sendiri yang disebut Bidan Praktik Mandiri (BPM).
Kemudian saat tercetus target Milenium Development Goals (MDGs) terkait strategi menurunkan angka kematian anak dan meningkatkan kesehatan ibu, bidan mulai mendapat banyak pelatihan khusus untuk memberikan layanan persalinan ideal. Terlepas dari perkembangan tersebut, menurut Matsuoka, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak bidan yang memberi rujukan kepada ibu hamil untuk melahirkan di rumah sakit.
Data Rumah Sakit Sadewa Yogyakarta (2014), misalnya, menunjukkan 54 persen ibu melahirkan secara caesar dan 40 persen dari ibu yang melahirkan di rumah sakit tersebut berasal dari rujukan bidan. Hal ini membuktikan semakin banyak ibu yang melahirkan di rumah sakit daripada melahirkan di BPM.
Untuk proses persalinan di rumah sakit, Matsuoka menjelaskan bahwa asuransi BPJS hanya dapat membayar sekitar 700 ribu rupiah. Jumlah tersebut dinilai tidak cukup untuk membiayai seluruh kebutuhan persalinan, terlebih jika persalinan dilakukan secara caesar.
Di sisi lain, BPM juga belum memiliki MoU dengan BPJS. Agar pasien dapat menggunakan kartu BPJS saat berobat ke BPM, pihak BPM harus bekerjasama dengan dokter yang membuka praktik mandiri.
“Pertanyaannya, is bidan gaining power or losing power? dan apakah strategi untuk mencapai MDGs 5 dan BPJS berhasil meningkatkan kesehatan reproduksi perempuan?” tanya Matsuoka yang kemudian dilanjutkan sesi tanya jawab dan diskusi terbuka dengan para peserta seminar.
Yogyakarta, PSKK UGM – PSKK UGM menggelar seminar bertajuk “How to Enjoy the Process of Scientific Writing” pada Jumat (15/11/2019) di Auditorium Prof. Dr. Agus Dwiyanto, PSKK UGM, Jalan Tevesia, Bulaksumur, Yogyakarta.
Prof. Ben White, selaku pembicara seminar memberikan beberapa tips, menulis ilmiah dengan baik dan menyenangkan.
Pertama, saat menulis ilmiah seperti tesis, Ben menyarankan penulis untuk bisa melupakan bahwa ia sedang menulis tesis. Kedua, segala sesuatu terkait urusan dosen pembimbing juga dapat dilupakan sejenak. Selanjutnya, ia menekankan peserta untuk mencoba berkomunikasi dengan apa yang ingin ditulis, “Hear the voice of your book speaking to you, and write it…” ujarnya.
Tips keempat adalah memperbanyak latihan. “Menulis bukan hanya soal bakat tetapi juga tentang latihan,” tuturnya. Kemudian latihan tersebut didukung dengan memperbanyak membaca buku serta tidak menunda untuk segera menulis. Terakhir, ia mengingatkan untuk terus menulis secara disiplin.
“Semua penulis sukses itu biasanya memiliki kebiasaan atau rutinitas menulis yang disiplin. Ada yang senang menulis di pagi hari, ada yang di malam hari. Itu juga penting untuk kita lakukan dan biasakan,” tambahnya.
Yogyakarta, PSKK UGM – Politik dan komedi memiliki sejarah panjang dan bertingkat. Dalam beberapa dekade terakhir, komedi dan politik telah berubah dari teman canggung menjadi aliansi yang tak terpisahkan.
Beberapa waktu lalu terjadi unjuk rasa di berbagai wilayah Indonesia. Pengunjuk rasa turun ke jalan menggelar demonstrasi penolakan UU PKS, UU KPK dan UU RKUHP.
Salah satu sisi menarik selama protes tersebut dapat dilihat dari poster-poster “lucu” bertebaran yang dibawa para demonstran ke jalan. Para generasi Z ini berusaha menyampaikan aspirasi politik mereka dengan cara baru, yakni menggunakan poster atau spanduk demo yang dikemas dalam gaya humor.
Terkait hal tersebut, Sakdiyah Ma’ruf saat menjadi pembicara seminar di PSKK UGM bertajuk “Melawan dengan Gembira: Humor dalam Komunikasi Politik Kebangsaan,” Senin (21/10), menyampaikan bahwa humor saat ini sedang mendapatkan momentumnya.
Berbeda dari pemuda tahun 1998, menurut Sakdiyah, Generasi Z yang berpartisipasi untuk pertama kalinya dalam demokrasi (yaitu memberikan suara pada pemilihan) dan menjaga demokrasi (protes dan demonstrasi) tampak tidak hanya fokus pada masalah yang mereka perjuangkan, tetapi juga membawa isu bereferensi acak maupun pribadi.
“Kalimat seperti, ‘perawatan kulit saya mahal, jika saya sampai turun ke jalan pasti ada masalah serius’, itu mewarnai demonstrasi di seluruh Indonesia dan membuat rangkaian protes tahun ini bersemangat dan hal yang terpenting adalah viral,” jelas Sakdiyah.
Sakdiyah memaparkan empat karakter generasi Z: Mereka berkelompok tetapi ekspresinya sangat individual karena bagi mereka bertindak itu sangat penting, bukan partisan, dialog untuk menyelesaikan konflik dan membuat keputusan secara pragmatis.
Poster-poster yang Gen Z bawa turun ke jalan mencuri perhatian masyarakat dengan humor unik dan pesan-pesan perayaan dan partisipasi mereka. Namun poster-poster tersebut juga mungkin tidak meningkatkan kesadaran publik terkait isu-isu utama protes.
“Namun, mereka (domonstran) mengirim pesan keras dan jelas bahwa generasi baru hidup dan sehat, serta siap untuk bertarung dengan cara apapun yang mereka inginkan,” ujarnya.
Pada Seminar yang dihadiri mahasiswa dan peneliti berbagai bidang ini, Sakdiyah juga memaparkan, tulisan pada poster demo itu memiliki empat kategori; Fokus Isu, Budaya Pop, Referensi Kehidupan Pribadi dan Acak.
Poster Fokus Isu memiliki referen terhadap kondisi politik yang mereka alami, seperti kalimat, “Pak Polisi Jangan Persekusi saya! Saya Ponakan Pak Tito”. Kemudian terdapat Budaya Pop dimana apresiasi disampaikan dengan menyertakan tren terkini seperti kalimat, ”Drama Korea Tak Seasik Drama DPR”.
Sementara kategori Referensi Kehidupan Pribadi, yakni ketika poster memiliki referen terhadap masalah pribadi seperti, “Cukup Cintaku yang Kandas, KPK Jangan!”. Kemudian kategori Acak memiliki referen acak yang tidak berkaitan langsung dengan konteks demonstrasi, misalnya, “Ibuk, Anakmu Pengen Rabi”.
Humor bukan sekedar guyon belaka, tetapi sebuah entitas yang berarti, terutama dalam kontestasi politik untuk menyuarakan dan mendapat perhatian dari penguasa.
Humor juga dapat membantu orang mendapatkan perspektif, mencerna masalah, dan melepaskan ketegangan dalam situasi kecemasan, kebingungan dan keputusasaan.
Saling mengakui diri lemah melalui humor adalah senjata paling ampuh menunjukkan kemanusiaan, kedewasaan berpolitik dan juga penghargaan terhadap kecerdasan rakyat. “Kita mengerti kok, Bahasa-bahasa satir dan metafor, yang tidak kita ngerti itu adalah bahasa kebencian,” ujarnya.
Yogyakarta, PSKK UGM – Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada telah menyelenggarakan seminar internal pada tanggal 17 September 2019 yang berjudul “Decision making and behaviours for sustainable spatial development process” dengan pembicara Datuk Ary A. Samsura yang merupakan pengajar dari Radboud University, Belanda.
Perencanaan tata kota saat ini menghadapi banyak persoalan. Pertama, proses pengkotakan, seperti urbanisasi. Dahulu kita menganggap Indonesia adalah negara agraris. Namun, saat ini sejak tahun 2015, lebih dari 51% penduduk Indonesia tinggal di kota. Bahkan, angka penduduk yang tinggal di daeraah perkotaan mencapai 56%. Proses pengkotakan (urbanisasi) ini tidak hanya dimaknai sebagai perpindahan penduduk dari desa ke kota, tetapi juga dimaknai sebagai pergeseran ciri-ciri fisik desa. Kedua, terjadi disparitas kelas sosial dan ekonomi yang semakin tajam. Ketiga, saat ini social movement menjadi lebih tinggi seiring dengan peningkatan penggunaan media sosial sebagai sumber informasi. Ketiga hal ini tidak hanya memengaruhi adanya pergeseran aktivitas manusia, tetapi juga morfologi kota. Ruang publik yang tadinya tertutup menjadi semakin terbuka.
Tantangan-tantangan tersebut berimplikasi kepada kompleksitas dinamika kota yang menjadi tinggi karena semakin banyak pemangku kepentingan dan juga preferensi masing-masing pemangku kepentingan yang semakin beragam. Menurut Datuk Ary, tidak hanya dari segi kuantitas dan juga preferensi masing-masing pemangku kepentingan yang meningkat, tetapi juga meningkatnya hubungan saling ketergantungan antara masing-masing pemangku kepentingan. Datuk Ary mencontohkan, ketika seseorang ingin menyampaikan opini, opini itu akan menjadi sebuah discourse (perbincangan public) jika opini tersebut diterima oleh masyarakat banyak.
Karena kompleksitas dinamika kota yang semakin tajam dan tinggi, serta banyak tantangan yang bermunculan dalam proses perencanaan pembangunan tata kota, maka terjadi perubahan paradigma terkait perencanaan ruang. Dahulu perencanaan dianggap sebagai perencanaan yang sifatnya rasional. Para akademisi yang mempelajari ilmu spatial planning dididik menjadi ahli yang dapat mengatasi permasalahan kota dengan segala pemikiran rasional mereka. Sehinggga, mereka membuat aturan yang detail tentang bagaimana harus membangun sebuah kota se-efisien mungkin. Perencanaan akhirnya menjadi sebuah kontrol dan upaya intervensi untuk mengubah ruang.
Sementara, saat ini tidak mungkin para ahli perencana spatial planning atau perencana tata kota mampu mengetahui apa yang paling rasional dan baik di masa depan. Hal ini karena apa yang kita inginkan di masa depan itu sifatnya subyektif. Terlebih, rasional setiap individu berbeda-beda.
Datuk Ary menekankan, preferensi setiap individu itu tidak ada ukurannya. Akhirnya, yang dapat dilakukan oleh para ahli spatial planning atau perencana tata kota adalah bagaimana mereka bisa mengakomodasi berbagai macam keinginan masyarakat. Para perencana tata kota dididik tidak menjadi ahli, melainkan fasilitator yang mengakomodasi berbagai macam keinginan dan preferensi masing-masing individu yang berbeda-beda, sehingga dirumuskan sebuah keputusan bersama.
Hasil keputusan bersama ini nantinya tidak hanya bisa menjadi sesuatu yang dapat menyenangkan banyak pihak, tetapi juga dapat memunculkan adanya “tragedy of the common”. Tragedy of the common dimaknai sebagai hubungan saling kebergantungan antarpara aktor di dalam proses pengambilan keputusan yang menyebabkan para pengambil keputusan ini merugi. Namun, hal ini dapat dihindari dengan ketersediaan sumber informasi yang memadai.
Pada Senin, 19 Agustus 2019 telah berlangsung Workshop Perencanaan Tenaga Kerja Daerah Kota Yogyakarta Tahun Anggaran 2019. Workshop ini diselenggarakan oleh Dinas Koperasi, UKM, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kota Yogyakarta yang bertempat di Auditorium Prof. Dr. Agus Dwiyanto, MPA, PSKK UGM.
Salah satu pemateri pada workshop ini adalah Kepala PS
KK UGM, Dr. Agus Joko Pitoyo, M.A. Salah satu poin penting yang dibahas pada workshop ini adalah keberhasilan pembangunan nasional bidang ketenagakerjaan akan terwujud apabila seluruh stakeholder penting berkolaborasi untuk menciptakan ekosistem pengembangan sumber daya manusia yang adaptif.
Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada (PSKK UGM) bekerja sama dengan Satpol PP Kota Yogyakarta telah melaksanakan Kajian Perilaku Pelanggar Perda dengan menggunakan metode penelitian kualitatif.
WONOSOBO, suaramerdeka.com – Sejumlah mahasiswa asal sejumlah negara mengikuti kursus musim panas (Summer Course) di Desa Lipursari, Kecamatan Leksono, Wonosobo, Senin (13/8). Kegiatan yang digelar Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogjakarta itu dilakukan dengan fokus penelitian tentang tata kelola eks buruh migran atau mantan tenaga kerja Indonesia (TKI).
Pendamping peserta, Fadlan Habib menyebutkan Summer Course digelar UGM bekerjasama dengan Universitas Jenderal Sudirman (Unsoed) Purwokerto. Kegiatan diikuti para mahasiswa dari Thailand, Myanmar, Taiwan dan Singapura, hingga Selandia Baru yang sebagian tengah menempuh pendidikan pascasarjana. “Kami mencoba menggali sejauh mana proses terbitnya Perda tentang Perlindungan TKI di Wonosobo,” beber dia.
Selain menggali Perda tentang Perlindungan TKI di Wonosobo, pihaknya juga menggali mengenai Peraturan Desa (Perdes) Lipursari tentang Buruh Migran. Tak hanya itu pihaknya juga menyasar dua desa migran produktif lain, yaitu Desa Kuripan Kecamatan Watumalang, dan Desa Rogojati, Kecamatan Sukoharjo. “Kami lakukan selama tiga hari. Peserta Summer Course akan berinteraksi dengan warga masyarakat setempat,” akunya.
Namun, interaksi akan lebih dikhususkan bagi para eks buruh migran untuk mendapat informasi dan data-data yang mereka perlukan untuk mendukung studi. Dari forum group discussion (FGD) yang digelar di Balai Desa Lipursari, terlihat sebagian besar peserta penasaran pada keberhasilan perjuangan eks buruh migran untuk melindungi hak-hak mereka melalui regulasi permanen oleh pemkab hingga mendapat dukungan pemdes.
Eks buruh migran yang kini menjadi aktivis pembela nasib para TKI, Siti Maryam alias Maria Bo Niok mengungkapkan, proses panjang ditempuh demi terbitnya Perda tentang Perlindungan TKI di Wonosobo. “Bahkan, proses bisa dibilang cukup berdarah-darah, karena memang tidak mudah dan banyak yang menentang juga, ketika kami berupaya mendorong terbitnya Perda Perlindungan TKI ini,” tutur dia.
Dijelaskan, para eks buruh migran Wonosobo, butuh waktu lebih dari dua tahun untuk memperjuangkan terbitnya Perda No 8/2016 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. “Pada regulasi ini salah satunya mengatur agar setiap calon TKI perempuan yang memiliki kewajiban menyusui, wajib menunggu hingga anaknya berusia dua tahun apabila berkeinginan berangkat ke luar negeri untuk bekerja sebagai buruh,” terangnya.
Hal itu, kata Maria sempat menjadi polemik dan bahkan sebagian pihak menuduhnya melanggar hak asasi manusia (HAM). “Kami bergeming dan tetap pada pendirian bahwa anak lebih berhak mendapatkan air susu ibu (ASI) dan pengasuhan seorang ibu sampai ia berumur dua tahun, dan akhirnya usulan itu disetujui dan diakomodasi dalam Perda,” beber wanita berhijab itu.
Senada, Kepala Desa Lipursari, Wagiman mengakui, adanya Perda Perlindungan TKI akhirnya menginspirasi pemerintah desa untuk membuat turunan berupa perdes. Dengan terbitnya perdes, kini para calon TKI tidak lagi bisa sembunyi-sembunyi apabila ingin berangkat ke luar negeri. “Dulu sering sekali kami kecolongan, karena para TKI tidak mengurus perizinan ke pemerintah desa,” ujar dia.
Namun demikian, setelah setahun lebih merantau ke luar negeri, pihaknya baru mengetahui mereka saat sudah pulang. Dengan sudah tertibnya administrasi setelah terbitnya perdes, kini ia mengaku tidak ada lagi warga yang pergi tanpa pamit. Imbas positif lainnya, warga Lipursari terhindar dari praktek human trafficking (perdagangan manusia), karena kini tidak sembarang PJTKI mencari tenaga kerja tanpa mendapat izin dari pihak pemdes. []
*Sumber: Suara Merdeka | Photo: Sejumlah mahasiswa asal sejumlah negara melakukan FGD dengan eks buruh migran saat kegiatan kursus musim panas (Summer Course) di Desa Lipursari, Kecamatan Leksono, Wonosobo, Senin (13/8). (Foto suaramerdeka.com/M Abdul Rohman)
DETIK – Pengangguran terbuka menjadi problem serius di negara berkembang, termasuk Indonesia. Meskipun tidak populer, namun pemerintah diharapkan melakukan intervensi di pasar tenaga kerja untuk mengatasi pengangguran dan masalah sosial lainnya.
Hal tersebut disampaikan Ben White, guru besar dari Erasmus University Rotterdam the Netherland, dalam konferensi pers ‘Population and Social Policy in a Disrupted World’ dan Series of Summer Course ‘International Labour Migration in the Shifting Word: New Insight and Policy Challenge’, di University Club UGM Yogyakarta, Senin (6/8/2018.
Selain itu kini juga dihadapkan revolusi teknologi. Banyak sektor pekerjaan yang semula dikerjakan tenaga manusia kini beralih ke mesin-mesin produksi. Karenanya seharusnya pemerintah turun tangan dengan berbagai intervensi di pasar tenaga negara.
“Itu memang sesuatu yang tidak populer, karena pemerintah seharusnya tidak ikut campur dalam urusan pasar. Tapi menurut saya urusan seperti pengangguran terbuka, dan masalah sosial lain (harus dicarikan solusi oleh pemerintah),” ucapnya.
Direktur Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM, Dr Agus Heruanto Hadna, pihaknya sengaja menggelar konferensi yang dihadiri 200 pakar dari 16 negara. Harapannya ingin mengetahui sebenarnya isu-isu kependudukan mutakhir.
“Kedua adalah kita bisa menghasilkan semacam rekomendasi-rekomendasi kebijakan setelah kita memahami isu-isu (kependudukan) yang berkembang pada saat ini,” lanjutnya.
Dia mencontohkan, di Indonesia banyak lulusan akademi keperawatan yang pulang kampung karena tidak mendapatkan pekerjaan. “Atau yang bertahun-tahun (bekerja) di rumah sakit atau institusi dengan gaji yang tidak menentu, tanpa kontrak kerja dan sebagainya. Harapannya mungkin bisa diangkat menjadi pegawai tetap,” ucapnya. [] Photo: Angka Pengangguran Menurun/Tirto.id
*Sumber: Detik.com