Yogyakarta, PSKK UGM – Di abad 21 studi migrasi di Indonesia memberi perhatian terhadap isu migrasi internasional. Migrasi internal, terutama isu mengenai migrasi desa-kota atau urbanisasi kurang mendapat perhatian. Akhirnya, ada kekosongan informasi tentang isu migrasi desa-kota.
Hal itu disampaikan oleh Pakar Kependudukan Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Tadjuddin Noer Effendi, M.A., saat Seminar HUT Ke-42 Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM yang bertema “Pembangunan, Migrasi, dan Kebijakan” di Auditorium Gedung Masri Singarimbun, Kamis (2/4).
Tadjuddin mengatakan, angka migrasi internasional dari Indonesia cenderung terus mengalami peningkatan, namun isu migrasi desa-kota masih cukup penting dalam memicu dan mendorong pertumbuhan penduduk kota. Oleh karena itu, penting untuk kembali meneliti tren serta pola migrasi desa-kota sebagai gejala sosial-ekonomi yang berdampak penting bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup, salah satunya adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Dalam pembahasannya, Tadjuddin menyampaikan beberapa data temuan survei Rural-Urban Migration in China and Indonesia (RUMiCI) yang dilakukan di empat kota di Indonesia, yaitu Tangerang, Samarinda, Medan, dan Makassar. Hasilnya, selama lima tahun terakhir peluang perempuan perdesaan untuk bermigrasi ke kota hampir sama dengan peluang laki-laki. Di Tangerang misalnya, peluang perempuan untuk bermigrasi dari desa ke kota mencapai 48 persen. Angka ini tidak terpaut jauh dengan peluang laki-laki, yaitu 52 persen.
Selain itu, jika dilihat dari karakteristik umurnya, risen migran (menurut definisi BPS, seseorang bisa dikatakan sebagai risen migran apabila pada saat sensus penduduk atau pencacahan tinggal di provinsi yang berbeda dengan provinsi tempat tinggalnya saat lima tahun yang lalu) di semua kota berusia muda. Baik perempuan maupun laki-laki dominan berada pada kelompok umur 20 sampai 29 tahun. Pada kelompok umur ini, jumlah perempuan masih lebih banyak dibandingkan laki-laki. Risen migran perempuan baik yang melanjutkan pendidikan seperti di Makassar maupun yang bekerja di pabrik seperti di Tangerang memang berusia muda. Sementara untuk tingkat pendidikan, risen migran perempuan juga masih lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki, terkecuali di Samarinda.
“Para migran perempuan usia muda dari perdesaan dalam lima tahun terakhir memang memiliki tingkat pendidikan yang relatif lebih baik. Peluangnya untuk bermigrasi ke kota pun relatif sama dengan laki-laki. Mereka banyak yang bekerja di sektor manufaktur. Tak sedikit pula yang bekerja dengan upah rendah dan berstatus outsourcing,” kata Tadjuddin.
Studi di keempat kota ini menurut Tadjuddin menunjukkan, kesejahteraan para migran desa-kota mengalami perbaikan meskipun perbaikan kesejahteraan tersebut belum seperti penduduk kota lainnya.
Pertumbuhan Wilayah Kota
Sementara itu, Pakar Perencanaan Wilayah dan Kota dari Institut Teknologi Bandung, Prof. Tommy Firman dalam kesempatan yang sama juga mengatakan, migrasi desa-kota atau urbanisasi sering dikaitkan dengan tingkat perkembangan ekonomi. Urbanisasi terjadi seiring dengan pergeseran struktur ekonomi dari agraris ke sektor industri dan jasa.
“Selama periode 2000 sampai 2010, penduduk perkotaan tumbuh dari 85 juta lebih penduduk menjadi 118 juta lebih penduduk. Tingkat urbanisasi, yaitu proporsi penduduk perkotaan naik signifikan dari 41,9 persen menjadi 49,7 persen selama sepuluh tahun,” kata Tommy.
Selain itu, jumlah daerah perkotaan di Indonesia juga meningkat dalam kurun waktu sepuluh tahun tersebut. Kendati demikian, daerah perkotaan di Pulau Jawa lebih meningkat signifikan dibandingkan dengan wilayah lainnya di luar Pulau Jawa, yaitu dari 30,02 persen menjadi 36,66 persen. Provinsi lainnya di luar Pulau Jawa yang mengalami peningkatan tertinggi dalam proporsi wilayah perkotaan adalah Bali, yaitu dari 34,22 persen menjadi 36,92 persen. Ini diikuti oleh provinsi lainnya seperti Sumatera Utara dan Kalimantan Timur.
Penduduk perkotaan di Indonesia berkembang pesat meskipun bervariasi antara satu daerah dengan daerah lainnya. Tetapi, penduduk perkotaan sebagian besar masih terkonsentrasi di kota-kota besar di Jawa, terutama di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Tommy menambahkan, dari pembangunan perkotaan dan perspektif perencanaan, harus ada kebijakan perkotaan nasional yang dilaksanakan secara konsisten guna merangsang pembangunan kota-kota di pulau-pulau terluar Indonesia. [] Media Center PSKK UGM
*Silakan unduh siaran pers (PDF):