Yogyakarta, PSKK UGM – Proses penyaluran BSM atau bantuan siswa miskin masih banyak dikeluhkan oleh masyarakat. Di Mamuju, Sulawesi Barat misalnya, ratusan wali murid mengeluhkan penyaluran BSM yang hanya bisa dilakukan di bank daerah setempat. Tak sedikit dari mereka yang harus menempuh perjalanan jauh untuk menuju bank daerah di pusat kota. Berbeda lagi dengan yang terjadi di Kecamatan Trumon Timur, Kabupaten Aceh Selatan. Sejumlah wali murid mengeluhkan kebijakan kepala sekolah yang memotong dana BSM secara sepihak. Pemotongan tersebut dilakukan dengan alasan pemerataan, agar tak ada kesenjangan di antara para siswa.
Penyaluran dana BSM memang bukan pekerjaan mudah. Beragam persolan terutama soal tingkat serapan, dan ketepatan sasaran selalu menjadi pertanyaan. Hal ini pun tak ditampik oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Menurut Melva Purba, Program Officer Pokja Pengendali Program Bantuan Sosial TNP2K, tingkat serap BSM dengan menggunakan Kartu Perlindungan Sosial (KPS) sangat rendah. Padahal, untuk pencairan dana BLSM dengan menggunakan KPS hingga 19 Desember 2013 mencapai 97,2 persen.
“Artinya, KPS sebenarnya sudah diterima oleh rumah tangga miskin dan rentan. Tapi mengapa tingkat serap BSM masih sangat rendah? Jika melihat data, untuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hanya sekitar 41 persen, dan untuk Kementerian Agama lebih rendah lagi, yakni 19 persen,” ujar Melva saat TOT Survei Kualitas Pendidikan Anak Tahap Endline, Rabu (22/01) lalu.
Melalui pantauan dan analisis awal, ada beberapa kemungkinan penyebab. Pertama, keterlambatan atau kurangnya sosialisasi di tingkat rumah tangga, sekolah, termasuk di instansi pemerintah seperti Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, dan Departemen Agama. Ada kemungkinan para pemegang KPS tidak mengetahui bahwa kartu bisa digunakan untuk mendapatkan dana BSM. Kedua, pemahaman yang kurang atas mekanisme penyaluran BSM yang baru.
“KPS bisa digunakan untuk mengakses BSM bagi semua anak di dalam rumah tangga meskipun nama anaknya tidak tercantum di kartu. Mekanisme ini belum dipahami baik oleh rumah tangga, sekolah bahkan dinas. Maka, banyak pemegang KPS ditolak saat datang ke sekolah untuk mendaftarkan anaknya sebagai calon penerima BSM,” ujar Melva lagi.
Meski demikian, upaya untuk terus memperbaiki target sasaran dan daya serap program BSM terus dilakukan. TNP2K terus mengadakan sosialisasi, memperpanjang jadwal pengembalian KPS hingga akhir November 2013, serta mengirimkan surat agar anak-anak dari peserta PKH (Program Keluarga Harapan) menjadi prioritas dalam Formulir Usulan Sekolah (FUS) sebagai penerima BSM.
Sementara itu, untuk wilayah-wilayah dimana KPS masih dalam proses antar seperti Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat memang ada perlakuan berbeda. “Jadi untuk wilayah-wilayah tersebut, tidak lagi menunggu hingga KPS diterima masing-masing rumah tangga. Apa yang diusulkan oleh sekolah, bisa langsung diproses.”
SKPA Tahap Endline
Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM kembali melakukan Survei Kualitas Pendidikan Anak (SKPA). Setelah berhasil menyelesaikan survei tahap baseline, dan midline, kini tahap endline akan dimulai.
“Pada tahap baseline masih pengumpulan data awal untuk melihat atau mengamati kondisi rumah tangga calon penerima BSM. Kemudian pada tahap midline, kita ingin melihat kondisi rumah tangga yang telah menerima kartu BSM. Artinya, melakukan monitoring terhadap distribusi kartu. Nah, pada tahap akhir inilah kita ingin melihat distribusi pembayarannya,” ujar Eddy Kiswanto, M.Si, Peneliti PSKK UGM yang juga Co-PI Tim SKPA.
Bekerja sama dengan TNP2K, PSKK UGM melakukan pemantauan proses penyaluran manfaat program BSM baik kuantitas maupun kualitas, terutama untuk mengetahui tingkat pemahaman para siswa penerima BSM, sekolah, madrasah, serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat. Selain itu, untuk mengukur kualitas dari implementasi dari penyaluran manfaat BSM.
SKPA Tahap Endline melibatkan lebih kurang 185 asisten lapangan. Adapun wilayah surveinya mencakup enam provinsi di Indonesia, yakni Jawa Timur, Jawa Barat, NTT, NTB, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan. Pengumpulan data di lapangan akan berlangsung selama empat minggu, dan dimulai awal Februari 2014. [] Media Center PSKK UGM.