Tren Penggunaan Kontrasepsi dan Perubahan Kebijakan

15 November 2016 | admin
CPPS' News, Main Slide, Media

Yogyakarta, PSKK UGM – Penggunaan alat kontrasepsi merupakan salah satu cara untuk mengendalikan angka kelahiran. Di Indonesia, penggunaan kontrasepsi mengalami peningkatan yang signifikan pada periode 1991-1997, yakni sebesar 7,7 persen. Namun, tidak demikian pada periode 2002/2003-2012 yang peningkatannya hanya 1,6 persen.

Menurut Asisten Penelilti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, Yam’ah Tsalatsa, M.P.A. perubahan tren penggunaan kontrasepsi tidak lepas dari perubahan kebijakan pemerintah. Diakui, perubahan mendasar dalam sistem kebijakan dari sentralisasi menjadi desentralisasi sangat mempengaruhi kelembagaan program Keluarga Berencana (KB) dan efektivitas pelayanannya.

“Di era desentralisasi penyelenggaraan pelayanan kependudukan menjadi kewenangan penuh pemerintah daerah. Kelembagaan penyelenggaraan program KB di daerah berubah karena adanya perubahan nomenklatur BKKBN. Fungi koordinasi lembaga ini pun ikut hilang,” kata Yayan.

Pelaksanaan program KB menjadi tidak optimal, bahkan di beberapa daerah tidak menjadi prioritas. Selain itu, menurut Yayan, krisis ekonomi 1997 sedikit banyak juga memengaruhi program KB. Krisis ekonomi telah menurunkan kemampuan daya beli masyarakat. Harga bahan pokok melambung tinggi sehingga pemenuhan kebutuhan lainnya seperti layanan KB tidak diperhatikan.

Kemampuan pemerintah dalam menjalankan program KB juga terpengaruh krisis ekonomi, khususnya dalam memberikan subsidi. Harga alat kontrasepsi menjadi tidak terjangkau oleh semua elemen masyarakat. Alhasil, peningkatan penggunaan alat kontrasepsi modern pada periode 2002/2003-2012 tidak mampu menyusul keberhasilan yang sama pada periode 1991-1997.

Sangat berbeda di masa Orde Baru yang cenderung antinatalis. Presiden Soeharto di masa itu menilai bahwa laju penduduk yang tinggi serta tidak terkontrol merupakan ancaman bagi pembangunan. Oleh karena itu, penduduk haruslah dikendalikan melalui program KB. BKKBN sebagai institusi yang memegang tanggung jawab tersebut secara intensif menjangkau hingga daerah terpencil guna memperluas akses pelayanan kontrasepsi.

Memperhatikan tren kontrasepsi tradisional

Jika melihat jenisnya, penggunaan kontrasepsi modern seperti sterilisasi, pil, IUD, suntik, implant, dan kondom masih menunjukkan peningkatan yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan kontrasepsi tradisional seperti pantang berkala, senggama terputus, jamu, pijat, dan cara-cara tradisional lainnya. Hal tersebut ditunjukkan melalui data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia selama periode 1991-2012 tentang tren pemakaian kontrasepsi di Indonesia.

Pada periode 1991-1997 misalnya, terjadi peningkatan signifikan terhadap penggunaan kontrasepsi modern di sebagian besar provinsi. Tertinggi terjadi di Papua (19,4 persen) kemudian disusul oleh Nusa Tenggara Barat (16,1 persen) dan Kalimantan Tengah (14,1 persen). Pada periode 2002/2003-2012 peningkatan tetap terjadi meski prevalensinya cenderung lebih kecil jika dibandingkan dengan periode sebelumnya.

Yayan menambahkan, dari data tersebut memang terlihat bahwa kontrasepsi tradisional tidak menjadi pilihan utama bagi pasangan usia subur untuk mengatur kehamilan. Salah satunya karena tingkat efektivitasnya yang tinggi. Akan tetapi, penggunaan kontrasepsi tradisional tetap harus diperhatikan. Tidak sedikit pasangan usia subur yang memilih kontrasepsi tradisional karena dianggap tidak bertentangan dengan ajaran maupun nilai-nilai agama.

Masih dari sumber data yang sama, tingkat penggunaan kontrasepsi tradisional di beberapa provinsi cenderung meningkat. Misalnya saja di Riau yang pada periode 1991-1997 turun 0,5 persen, justru mengalami peningkatan menjadi 5 persen pada periode 2002/2003-2012. Kemudian ada Bali yang sebelumnya 0,3 persen naik menjadi 4,3 persen serta Sumatera Barat yang naik dari 0,8 persen menjadi 3,7 persen.

“Pemerintah perlu meningkatkan kualitas pemberian informasi tentang alternatif dan dampak pemakaian kontrasepsi modern apabila masih menginginkannya sebagai metode yang efektif untuk menekan angka kelahiran,” jelas Yayan. [] Media Center PSKK UGM | Ilustrasi pilihan alat kontrasepsi/independent.co.uk

*Artikel ini disarikan dari tulisan Yam’ah Tsalatsa dan Sumini berjudul “Tren Pemakaian Alat Kontrasepsi di Indonesia 1991-2012” yang diterbitkan dalam Jurnal Populasi Volume 23 Nomor 1 2015.