Yogyakarta, PSKK UGM – Data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 lalu menunjukkan beberapa target di dalam program kependudukan dan keluarga berencana tidak terpenuhi. Angka kelahiran total (TFR) yang ditargetkan mencapai 2,1 pada 2014 akhirnya hanya mampu stagnan pada 2,6. Lalu angka unmet need atau kebutuhan KB yang tidak terpenuhi (persentase perempuan usia subur yang tidak ingin mempunyai anak lagi atau ingin menunda kelahiran berikutnya, namun tidak menggunakan alat KB) pada 2014 mencapai 8.5 persen dari yang ditargetkan, yakni 5 persen.
“Target angka unmet need untuk 2014 sempat dilakukan penyesuaian menjadi 6,5 persen karena tampaknya target yang sebelumnya sulit tercapai. Namun, realisasinya juga masih jauh dari target. Memang masih banyak yang belum terlayani KB,” ujar Prof. Prijono Tjiptoherijanto, Ketua Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI) Pusat saat seminar pengukuhan pengurus IPADI cabang DIY yang mengambil tema “Revitalisasi Peran Keluarga untuk Mengatasi Persoalan Remaja di DIY”.
Selain itu, angka ASFR (angka kelahiran menurut umur), dan CPR (angka prevalensi pemakaian kontrasepsi) pun juga tidak memenuhi target. Tjipto mengatakan, ASFR untuk usia subur 15 sampai 19 tahun masih berada pada angka 48 per seribu perempuan, dari yang ditargetkan, yakni 30 per seribu perempuan. Sementara CPR sempat juga mengalami penyesuaian target menjadi 60,1 persen dari target sebelumnya 65 persen. Namun, realisasinya CPR 2014 baru di angka 57,9 persen.
Banyak target-target di bidang keluarga berencana yang tidak bisa tercapai. Salah satunya menurut Prijono adalah karena otonomi daerah. Jika pemimpin daerah merasa wilayahnya masih cukup untuk menambah penduduk, maka tidak perlu melakukan kegiatan kegiatan KB.
“Ini beban sekaligus tantangan bagi pemerintahan yang akan datang untuk meyakinkan daerah-daerah bahwa keluarga berencana bukan hanya perlu dilakukan di Jawa tetapi juga untuk daerah-daerah di luar Pulau Jawa.”
Kondisi kependudukan serba dilematis sedang dihadapi Indonesia. Di satu sisi pencapaian program-program kependudukan dan keluarga berencana dirasakan mundur, dan di sisi lain dinamika pertumbuhan penduduk menimbulkan tantangan kependudukan baru bagi Indonesia.
Tantangan kependudukan yang dihadapi seperti jumlah dan pertumbuhan penduduk belum mencapai kondisi ideal, dan akan terus bertambah. Kemudian, proporsi penduduk usia produktif, yakni 15 sampai 60 tahun cukup besar sehingga sesungguhnya bisa menjadi manfaat. Lalu, meningkatnya proporsi penduduk usia lanjut—di atas usia 60 tahun—terutama meningkat pesat setelah tahun 2020. Saat ini penduduk usia lanjut sekitar 7 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Namun, pada 2020 diperkirakan akan mencapai 11 persen.
Tantangan lainnya, proporsi penduduk di wilayah perkotaan akan meningkat. Pada 2050 diperkirakan 70 sampai 80 persen penduduk Indonesia merupakan penduduk perkotaan. Semakin banyak penduduk yang tinggal di perkotaan.
“Kalau pada masa lalu urbanisasi disebabkan karena perpindahan penduduk dari desa ke kota, maka di masa yang akan datang disebabkan karena perubahan administrasi. Wilayah yang dulunya adalah desa akan berubah menjadi wilayah perkotaan sehingga penduduknya pun menjadi penduduk kota,” jelas Prijono.
Selain Prijono, hadir pula para pembicara seminar lainnya seperti Dr. Budi Wahyuni yang banyak membahas tentang persoalan remaja di Yogyakarta, serta Dr. Sari Murti, M.Hum yang banyak menyampaikan tentang grand design pembangunan keluarga. Adapun rancangan grand design tersebut akan menjadi masukan bagi Pemerintah Provinsi DIY secara khusus dalam menghadapi peningkatan jumlah remaja beserta persoalan-persoalannya, dan secara umum dalam perencanaan pembangunan keluarga. Harapannya, keberhasilan pembangunan keluarga akan membawa keberhasilan pula dalam pembangunan sumber daya manusia DIY. [] Media Center PSKK UGM