Yogyakarta – Pada dua dekade terakhir isu-isu gender seperti kekerasan berbasis gender, politik seksual, kesehatan mental, seksual, dan reproduksi menemukan fokus baru di dunia digital sehingga terjadi perubahan bentuk, modus, dan aktornya. Untuk merespon hal ini, Pusat Studi Kependudukan (PSKK) UGM bekerja sama dengan MDKIK SPs UGM mengadakan seminar dan peluncuran buku bertajuk “Refleksi Studi Gender dan Kependudukan: Gender, Seksualitas, dan Kesehatan Reproduksi” pada Selasa, 12 Desember 2023 di Auditorium Prof. Dr. Agus Dwiyanto, M.P.A. Gedung Masri Singarimbun, PSKK UGM.
Pada kesempatan ini, PSKK UGM menghadirkan tiga pembicara ahli yang telah memiliki rekam jejak panjang dalam penelitian maupun gerakan terkait gender kependudukan, seksualitas, dan kesehatan reproduksi di Indonesia yakni Dr. Dewi Haryani Susilastuti, M.A. (Peneliti dan pakar gender kependudukan PSKK UGM), Prof. Dr. emeritus Terrence Hull (Autralian National University), dan Anita Dhewy, M.Si. (Konde.co).
Anita Dhewy menyampaikan bahwa perkembangan digital di Indonesia sangat kuat dan telah menjadi salah satu gaya hidup. Namun ruang publik ini juga membuka peluang terjadinya diskursus tidak sehat, dan menenggelamkan isu-isu penting. Oleh karena itu sangat diperlukan peran anak muda dan feminis muda sebagai penjaga demokrasi di ruang internet dan media sosial.
Saat ini, menurut Anita, para aktivis muda telah banyak bergerak di dunia maya bahkan berhasil menjadi pendorong terlahirnya kebijakan baru. Sejumlah gerakan yang dilakukan aktivis muda di dunia ditigal misalnya dengan membuat dan mempopulerkan gerakan penggunaan hastag terkait isu gender dan kekerasan seksual seperti #metoo dan #NyatauntukYuyun serta aktif menyebarkan poster untuk menghidupkan wacana digital.
Sementara pada kesempatan sama, Dr. Dewi Haryani Susilastuti memaparkan terkait lintasan riset gender, seksualitas, dan kesehatan reproduksi di PSKK UGM dan Indonesia. Menurut Dr. Dewi ada sejumlah hal yang mempengaruhi perkembangan penelitian tentang gender dan kependudukan mencakup International Conference on Population and Development (ICPD), agenda internasional seperti MDGs dan SDGs, diskusi internal dalam lembaga untuk menentukan arah penelitian, hingga diskusi di forum ilmiah.
Dr. Dewi juga menegaskan bahwa fokus penelitian kependudukan itu senyatanya adalah perempuan bukan gender. “ICPD itu mempengaruhi secara signifikan topik seksual dan reproduksi: menggeser perhatian dari target numerik (memperkecil jumlah pendudukan) ke kehidupan manusian; penghargaan terhadap hak asasi manusia, dan pergeseran paradigma tentang KB,” ujar Dr. Dewi. “Agar penelitian kependudukan dan gender kritis, itu yang perlu diperhatikan tidak hanya gender, tetapi kekuasaan dari ranah yang paling kecil hingga ke level negara,” tambahnya.
Menurut Dr. Dewi agar hak kesehatan seksual dan reproduksi bisa dimiliki semua orang ada empat hal yang harus dipenuhi yaitu: life cycle, status pernikahan, intersektionalitas identitas sosial, dan topik yang termaginalisasi.
“Life cycle itu tidak hanya milik perempuan usia produktif, tetapi juga lansia dan remaja, karena lansia dan remaja dianggap aseksual, padahal survei nasional menujukkan bahwa orang-orang muda itu sangat seksual sementara pandangan mereka terhadap seksual sangat rendah; terkait status pernikahan, Indonesia mengalami pertumbuhan sosial ekonomi agama yang sangat signifikan sehingga kita menjadi sangat konservatif, contoh papsmear itu hanya dilakukan orang yang sexually active, padahal ini perlu dilakukan untuk deteksi dini kanker serviks,” papar Dr. Dewi
“Untuk intersektionalitas identitas sosial contohnya orang muda yg belum menikah, orang dengan disabilitas, orang lansia; sementara topik yang termaginalisasi misalnya kita concern dengan AKI, pengurangan jumlah penduduk, tetapi ketika sangat memperhatikan itu ada hal yang menjadi terpinggirkan, misalnya infertilitas,” lanjutnya.
Selain itu, Dr. Dewi juga menegaskan bahwa kebijakan kesehatan seksual dan reproduksi tidak menjawab kebutuhan remaja yang tidak menikah sehingga muncul pernikahan dini, maka dampaknya berkelanjutan, hingga ia tidak bisa mendapat lapangan kerja. Hal serupa juga ditegaskan Prof. Terrence Hull, menurutnya, hak sesualitas bagi mereka yang belum dan tidak menikah. Hal ini jangan disamakan dengan mereka yang sudah menikah.
Sebagai informasi, acara seminar dan peluncuran buku bertajuk “Refleksi Studi Gender dan Kependudukan: Gender, Seksualitas, dan Kesehatan Reproduksi” ini didedikasikan kepada Prof. Dr. Muhadjir Darwin, M.P.A., atas keterlibatannya dalam pengembangan riset dan advokasi terkait studi kependudukan, terkhusus terkait isu-isu seksualitas dan kesehatan reproduksi sejak tahun 1990-an hingga purna baktinya pada 2022.
Seminar dan peluncuran buku “Refleksi Studi Gender dan Kependudukan: Gender, Seksualitas, dan Kesehatan Reproduksi” ini juga sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan atau SDGs poin ke-lima terkait Kesetaraan Gender.
Tayangan ulang seminar dan peluncuran buku bertajuk “Refleksi Studi Gender dan Kependudukan: Gender, Seksualitas, dan Kesehatan Reproduksi” bisa Anda saksikan di YouTube CPPS UGM atau dengan klik link berikut:
YouTube CPPS UGM | Materi Seminar
***
Penulis: Nuraini Ika
Foto: Affen Irhandi