JAKARTA, KOMPAS — Program Mobile Obstetrical Monitoring yang berlangsung sejak Desember 2013 mengidentifikasi 60 kehamilan berisiko tinggi dari 500 calon ibu yang terlibat dalam penelitian itu. Identifikasi dan tindak lanjut cepat diharapkan dapat mengurangi angka kematian ibu di Indonesia.
”Kami tidak menyangka dalam tiga bulan pertama akan terjaring cukup banyak pasien berisiko tinggi. Dengan deteksi seperti ini, ibu hamil berisiko tinggi dapat segera ditangani,” kata Ketua Indonesian Reproductive Science Institute (IRSI) yang juga dokter spesialis obstetri ginekologi Ivan Sini dalam peluncuran Program Mobile Obstetrical Monitoring Solution, Selasa (11/3), di Jakarta.
Program MoM dilaksanakan IRSI bekerja sama dengan Philips Indonesia. Program ini memanfaatkan teknologi telepon seluler pintar untuk mengatasi kendala komunikasi pelayanan antenatal (pemeriksaan kehamilan) yang belum optimal. Sebanyak 12 bidan dari enam puskesmas di Kota Padang, Sumatera Barat, dilatih untuk melakukan pemeriksaan rutin terhadap ibu hamil dan mencatat hasil pemeriksaan melalui aplikasi di telepon seluler pintar dan mengirim ke server utama di RSU Citra BMC Padang. Data pemeriksaan dapat diakses dokter di RSU ataupun di IRSI Jakarta, yang kemudian memberikan saran penanganan yang tepat bagi ibu hamil terkait.
Dibandingkan data Kementerian Kesehatan tentang identifikasi kehamilan berisiko tinggi pada 2011-2012, sebesar 7 persen, proyek Mobile Obstetrical Monitoring (MoM) dalam tiga bulan mampu mengidentifikasi lebih banyak kehamilan risiko tinggi, yakni 13 persen.
Tingkat risiko ditentukan ciri atau faktor risiko yang membuat ibu hamil atau janin rentan komplikasi. Risiko tinggi ditemukan pada ibu hamil dengan riwayat melahirkan lewat operasi caesar, keguguran atau pernah mengalami pre-eklampsia dan eklampsia (kejang karena keracunan kehamilan). ”Komplikasi yang banyak ditemukan dalam tiga bulan pertama proyek ini pendarahan dan hipertensi,” kata Ivan.
Hasil evaluasi menunjukkan, angka kunjungan antenatal meningkat. ”Pada trimester pertama, 80 persen ibu hamil melakukan kunjungan pemeriksaan, meningkat dari angka kunjungan tahun 2011-2012 berdasarkan data Kemkes, 63 persen,” katanya.
Selama ini, kurangnya tenaga medis serta akses masyarakat di daerah terhadap layanan kesehatan mengakibatkan kurangnya pemantauan antenatal. Hal ini berpengaruh pada tingginya angka kematian ibu (AKI).
Manajer Solusi Kerja Sama Philips Indonesia Ata Furchan mengatakan, konektivitas mungkin akan menjadi kendala di daerah terpencil yang sulit mendapat sinyal 3G. Data pemeriksaan terpaksa dikirim bidan ke server lewat layanan pesan singkat (SMS).
Selama setahun, proyek MoM akan dilaksanakan di Padang. Jika berhasil, MoM akan diterapkan di sejumlah kota di Sumatera Barat serta di seluruh Indonesia. [] (A06)
*Sumber: Harian KOMPAS, 12 Maret 2014 | Sumber Foto: Istimewa