JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah perlu menggenjot perbaikan pelayanan publik sehingga kualitas dan biayanya terjangkau warga, termasuk warga miskin. Langkah ini penting untuk mengurangi angka kemiskinan di Jakarta yang terus bertambah.
Dari survei Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta yang dirilis pekan lalu, jumlah penduduk miskin di provinsi ini pada September 2014 mencapai 412.790 orang. Angka ini naik dibandingkan September 2013 yang berjumlah 371.700 orang.
Kenaikan tersebut terkait dengan kenaikan batas garis kemiskinan yang digunakan pada September 2014. Berdasarkan batas yang baru ini, seorang warga disebut miskin jika berpendapatan Rp 459.560 per bulan. Batas garis kemiskinan yang digunakan September 2013 adalah pendapatan Rp 434.322 per kapita per bulan.
Selain itu, ada sejumlah komoditas makanan dan non-makanan yang memberi sumbangan besar terhadap garis kemiskinan. Komoditas makanan, antara lain, beras, rokok, dan telur ayam ras. Sementara komoditas non-makanan adalah perumahan, angkutan, listrik, serta bahan bakar.
Kepala BPS DKI Jakarta Nyoto Widodo, Minggu (4/1), mengatakan, kenaikan harga pada sejumlah komoditas itu sangat rawan membuat angka kemiskinan ini membesar. ”Komoditas beras, misalnya, penting dijaga stabilitas harganya karena naik-turun harga beras sangat berpengaruh terhadap penduduk miskin,” ucapnya.
Survei BPS itu dilakukan sebelum kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Ada kemungkinan, garis kemiskinan meningkat setelah kenaikan harga BBM bersubsidi.
Sejumlah kebijakan yang diberlakukan Pemprov DKI Jakarta, seperti alokasi rumah susun bagi warga kurang mampu, dinilai Nyoto merupakan langkah strategis guna menangani kesulitan warga miskin mengakses perumahan di Jakarta.
Di sisi lain, Nyoto mengatakan, survei juga menunjukkan bahwa tingkat kedalaman kemiskinan di Jakarta bertambah, yakni 0,6 pada September 2014, dibandingkan 0,388 pada September 2013. ”Artinya, orang miskin kian jauh dari garis batas kemiskinan,” katanya.
Selain itu, indeks keparahan kemiskinan juga tinggi, yakni 0,131 pada September 2014, dibandingkan 0,073 di September 2013. Angka ini menunjukkan, rentang pendapatan warga miskin sangat jauh satu sama lain.
”Hal ini membuat pemerintah harus serius melaksanakan program pembangunan agar bisa menjangkau seluruh lapisan warga miskin,” ucapnya.
Perbaiki infrastruktur
Secara terpisah, pengamat ekonomi dari Universitas Atma Jaya, A Prasetyantoko, mengatakan, untuk menjaga kestabilan harga komoditas pangan yang berdampak pada kemiskinan dibutuhkan peran serta pemerintah pusat. Sebab, di Jakarta tidak ada lahan pertanian yang memadai. ”Kalaupun pemprov berkontribusi, paling mungkin mengamankan jalur logistik agar biaya angkut tidak tinggi,” ucapnya.
Di sisi lain, Pemprov DKI bisa berperan untuk menangani masalah perumahan dan transportasi yang juga berpengaruh besar bagi warga miskin.
”Pembangunan infrastruktur transportasi dan perumahan membutuhkan waktu lama. Tetapi ini harus dikerjakan sekarang dan konsisten agar pelayanan publik di masa depan bisa maksimal,” katanya.
Selain itu, subsidi pemerintah ke warga miskin juga bisa dilakukan untuk membuat warga miskin bisa menjangkau fasilitas publik itu.(ART)
*Sumber: Kompas | Photo: Lensa Indonesia