Yogyakarta, PSKK UGM – Program Raskin sebagai salah satu upaya pemerintah menanggulangi kemiskinan, pada prakteknya ternyata banyak diselewengkan. Di beberapa daerah, sebagian rumah tangga sasaran yang menerima raskin, tidak sepenuhnya menggunakan raskin untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Raskin dijual ke pedagang dengan alasan kualitas beras yang buruk. Bahkan, ada indikasi permainan tengkulak yang langsung membeli raskin untuk jangka waktu satu tahun (sistem ijon) dari rumah tangga sasaran.
Pande Made Kutanegara, M.Si., Wakil Direktur Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada mengatakan, praktek penyelewengan terjadi karena sebagian masyarakat penerima raskin kurang memandang penting manfaat raskin sebagai bahan pangan bagi rumah tangganya. Situasi ini lalu dimanfaatkan oleh mereka yang hendak mencari keuntungan, dan praktek ini terjadi sangat terbuka.
Dalam Rapat Kerja Program Raskin Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (18/2) lalu di Kompleks Kepatihan, Made kembali mengatakan, sebenarnya ada banyak persoalan yang dijumpai terkait dengan pelaksanaan program raskin, khususnya di Yogyakarta. Mulai dari program, data, mekanisme penyaluran, hingga level rumah tangga sasaran yang menerima manfaat.
“Secara umum, saya melihat program raskin ini belum sinergis dengan program-program lainnya yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sosialisasinya tidak optimal karena kurang menyentuh rumah tangga sasaran. Sementara pada level pemerintah pun program raskin masih dipandang sebagai beban. Sukses atau tidaknya program tersebut dirasa bukan tanggung jawab mereka,” ujar Made.
Selain itu, carut marut data penerima raskin menjadi kendala utama pelaksanaan program ini. Seringkali, data yang digunakan tidak tepat sasaran bahkan berubah sesuai dengan keputusan pemerintah pusat. Pemerintah daerah khususnya tim raskin kerap disibukkan dengan naik turunnya jumlah serta perubahan nama penerima raskin.
Pada awal 2013 misalnya, Pemerintah Kabupaten Kulonprogo sempat disibukkan dengan penurunan jumlah penerima raskin. Jika pada 2012 jumlah rumah tangga penerima raskin mencapai 50.278, maka pada 2013 turun menjadi 43.021. Turunnya jumlah rumah tangga sasaran penerima raskin ini membuat penyaluran pada Januari mundur hingga Maret. Pemerintah setempat mengakui, butuh waktu untuk menjelaskan kepada tim raskin baik di tingkat dukuh, desa atau kelurahan, kecamatan, dan terutama rumah tangga sasaran yang pada 2013 tidak mendapatkan raskin.
Made melihat, tidak sinkronnya data Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) yang digunakan pemerintah pusat ini karena perbedaan indikator atau parameter serta cara pengukuran data kemiskinan. “Selama ini tim raskin pada level provinsi sebagai pelaksana program nasional hanya menerima data. Dia tidak pernah dilibatkan dalam proses pemilihan dan penentuan rumah tangga sasaran.”
Untuk periode 2014, data jumlah penerima raskin di DIY tidak mengalami perubahan, masih seperti tahun lalu. Kuota penerimanya tetap, yakni sebanyak 288.391 rumah tangga sasaran. Jumlah manfaatnya pun tidak mengalami perubahan, tetap 15 kilogram per rumah tangga sasaran, per bulan, dan dengan harga Rp 1.600 per kilogram. Meski begitu, data Susenas 2011 menunjukkan, jumlah rumah tangga yang menerima raskin sebanyak 15 kilogram di DIY, baru 10 persen. Sebagian besar hanya membeli lima sampai sembilan kilogram raskin.
Berbagai kendala dalam pelaksanaan program raskin sesungguhnya perlu dipandang sebagai dorongan untuk mencapai kesuksesan program penanggulangan kemiskinan. Program raskin haruslah dikembangkan sebagai bagian dari program pemberdayaan masyarakat. Bahkan, menjadi bagian dari program Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) di tingkat kabupaten dan kota di DIY.
“Setiap warga berhak memperoleh bahan pangan yang cukup. Pemerintah pun telah berupaya menjaga ketersediaan pangan bagi penduduk miskin melalui program raskin. Agar program ini berhasil, maka koordinasi dan sinergisitas antara program penanggulangan kemiskinan dengan program raskin penting untuk diupayakan,” jelas Made. [] Media Center PSKK UGM | Ilustrasi: Istimewa