Angka Kemiskinan dan Pengangguran Terbuka Cenderung Rendah
JAKARTA, KOMPAS – Badan Perencanaan Pembangunan Nasional memproyeksikan kualitas pertumbuhan ekonomi tahun ini lebih baik ketimbang tahun lalu. Elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja sebagai salah satu indikator diperkirakan membaik.
Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Rahma Iriyanti, di Jakarta, Minggu (1/5), menyatakan, elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja tahun ini akan lebih baik ketimbang tahun lalu. Tahun lalu, 1 persen pertumbuhan ekonomi hanya menyerap tenaga kerja kurang dari 200.000 orang. Pada tahun ini, proyeksinya sekitar 300.000 orang.
Selama satu dekade terakhir, elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja terus menurun. Pada 2009, misalnya, 1 persen pertumbuhan ekonomi menyerap 500.000 tenaga kerja. Selanjutnya trennya terus susut. Sejak 2012 hingga 2015, penyerapannya konsisten di bawah 200.000 orang. Padahal, jumlah angkatan kerja cenderung bertambah.
Perbaikan kualitas pertumbuhan tahun ini, menurut Rahma, akan tecermin dalam tingkat pengangguran terbuka. Bappenas memperkirakan tingkat pengangguran terbuka tahun ini 5,6 persen hingga 5,9 persen dari jumlah angkatan kerja. Angka ini meleset dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, yakni 5,2-5,5 persen pada tahun ini, tetapi lebih baik ketimbang tahun lalu yang 6,18 persen.
Perbaikan kualitas pertumbuhan ekonomi juga diharapkan mengurangi angka kemiskinan yang tahun lalu sempat membengkak jumlahnya. Rahma memperkirakan angka kemiskinan tahun ini berkisar 10 hingga 10,8 persen dari total jumlah penduduk. Ini lagi-lagi juga meleset dari target RPJMN 2015-2019 sebesar 9-10 persen, tetapi lebih baik ketimbang realisasi tahun lalu yang 11,13 persen.
Jika proyeksi Bappenas itu tercapai, angka kemiskinan dan pengangguran terbuka tahun ini menjadi yang terendah sejak 2009. Kecuali 2015 yang sempat membengkak, jumlah penduduk miskin versi Badan Pusat Statistik terus menurun sejak 2009. Sementara untuk pengangguran terbuka, berfluktuasi dengan tren menurun lamban.
"Tahun depan, kami akan terus memperkuat program perlindungan sosial dan meneruskan kebijakan perbaikan iklim investasi sehingga angka kemiskinan dan pengangguran bisa terus berkurang," kata Rahma.
Pertumbuhan sektor
Secara terpisah, peneliti The Institute for Ecosoc Rights, Sri Palupi, berpendapat pertumbuhan sektor akan menentukan elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja. Selama ini, pertumbuhan ekonomi terjadi di sektor-sektor padat modal sehingga sedikit menyerap tenaga kerja.
Kalaupun datanya membaik, Palupi mengingatkan, perbaikan kualitas pertumbuhan ekonomi tersebut potensial bersifat sesaat atau jangka pendek. Ini karena konsep pembangunan pemerintah selama ini tidak seimbang.
Pemerintah sangat getol menggenjot infrastruktur dan investasi. Namun, pada saat yang sama, pemerintah lambat melakukan perlindungan terhadap hak-hak rakyat. Risikonya, justru terjadi percepatan pemisahan rakyat dari aset ekonominya. Dengan kata lain, terjadi perampasan aset ekonomi rakyat.
"Jokowi tidak mengimbangi pembangunan fisik dengan pembangunan sosial budaya dan pemajuan hak asasi manusia. Fokus pembangunan masih pada kepentingan jangka pendek, yakni pertumbuhan ekonomi," kata Palupi.
Dalam lima sampai sepuluh tahun ke depan, diperkirakan muncul minimal 2 juta angkatan kerja baru. Jika rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia 5 persen hingga 6 persen per tahun, penciptaan lapangan kerja hanya menyerap 800.000 tenaga kerja. Sisanya, 1,2 juta orang, menjadi penganggur atau bekerja di sektor informal dengan upah minim dan kualitas hidup rendah.
Buku berjudul Pilihan Ekonomi yang Dihadapi Presiden Baru yang ditulis Gustav Papanek, Raden Pardede, dan Suahasil Nazara merekomendasikan solusi berupa strategi menarik investasi asing padat modal di sektor manufaktur. Alasannya, investasi asing diperlukan karena kemampuan domestik tak cukup untuk mencapai target penciptaan lapangan kerja 4 juta orang per tahun.
Kemampuan domestik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang menghasilkan penciptaan lapangan kerja didorong antara lain tabungan dalam negeri, dana perbankan, swasta nasional dan badan usaha milik negara, serta pemerintah.
Tingkat investasi tertinggi yang pernah terjadi adalah 36 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) selama periode 2009-2011. Bahkan, selama periode pertumbuhan ekonomi pesat sepanjang 2005-2012, tingkat investasi adalah 32 persen.[] (LAS)
*Sumber: Harian Kompas (2/5) | Foto Perkampungan Bajo Indah di Sulawesi Tenggara/beritadaerah.co.id