Yogyakarta, PSKK UGM — Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta perlu memiliki kebijakan yang menempatkan aspek keluarga sebagai “ujung tombak” dari program pembangunan di Yogyakarta. Perumusan tentang posisi dan peran keluarga khususnya dalam program-program percepatan penangggulangan kemiskinan juga perlu dilakukan.
Hal itu disampaikan oleh Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, Drs. Pande Made Kutanegara, M.Si. saat Rapat Kerja Daerah bersama Biro Administrasi Kesejahteraan Rakyat dan Kemasyarakatan, Sekretariat Daerah DIY, Selasa (4/8) dalam rangka merumuskan kebijakan tentang “KB dan Pemberdayaan Masyarakat Guna Percepatan Penanggulangan Kemiskinan di DIY”.
Pola-pola pemberdayaan keluarga turut melibatkan berbagai komponen di dalam keluarga, seperti kepala keluarga, perempuan baik sebagai istri maupun ibu, pemuda, serta para lanjut usia (lansia).
Kepala keluarga misalnya, merupakan komponen keluarga yang bertanggung jawab penuh dalam rangka membentuk keluarga yang berkualitas. Untuk menjalankan pemberdayaan bagi kepala keluarga, perlu ada pemetaan terlebih dahulu sehingga bisa menemukan para kepala keluarga yang benar-benar memiliki potensi untuk perbaikan usaha dan pendapatan.
Pemberdayaan bagi kepala keluarga baiknya diarahkan pada aspek ekonomi, yakni dengan membentuk kelompok usaha bersama dengan kepala keluarga lainnya di lingkungan setempat. Kelompok usaha tersebut diharapkan mampu memberikan peningkatan terhadap status ekonomi maupun kemudahan akses bagi keluarga, terutama dalam pelayanan kesehatan dan pendidikan.
Sementara bagi para perempuan yang memiliki beban ganda, yakni juga menjadi kepala keluarga, Made menambahkan, perlu diberikan dukungan yang ekstra guna meningkatkan status ekonomi keluarga tanpa mengurangi perannya sebagai seorang ibu. Bagaimanapun, keluarga dengan kualitas kepala keluarga yang baik bisa menjadi contoh bagi kepala keluarga lainnya untuk lebih berdaya.
Untuk pemberdayaan perempuan, fokusnya tetap berpegang teguh pada kodratnya sebagai istri dan ibu. Peran mereka akan menentukan baik dan buruknya sebuah masyarakat bahkan negara melalui penanaman tata nilai hidup baik agama maupun budaya. Made menjelaskan, pemberdayaan bagi perempuan tidak serta-merta menggeser peran laki-laki sebagai pencari nafkah utama dan keluarga, melainkan turut serta mengelola rumah tangga dan mendukung ekonomi keluarga agar semakin berdaya.
“Program pemberdayaan perempuan yang bisa dilakukan, misalnya program perbaikan gizi keluarga, program pengenalan teknologi infomasi untuk jualan online, pelatihan pengelolaan keuangan dan usaha keluarga, pengenalan bahan dan materi berbahaya di lingkungan sekitar, hingga program kesehatan reproduksi,” kataMade.
Komponen pemuda pun tak kalah penting dalam aspek pemberdayaan keluarga. Pemuda merupakan agen perubahan di lingkungan tempat tinggalnya karena memiliki kemampuan serta kapasitas untuk menggerakkan beragam potensi di lingkungannya baik sosial, ekonomi, maupun sumber daya alam. Pemuda juga merupakan pelopor kerukunan, yakni sebagai "jembatan" guna menghindari berbagai friksi sosial yang terjadi di masyarakat. Tingginya friksi sosial bahkan potensi konflik justru menjadikan masyarakat lebih rentan dan sulit untuk berkembang.
Komponen pemuda juga bisa menjadi "motor penggerak" dalam menciptakan lapangan kerja baru yang kreatif serta inovatif. Oleh karena itu, program pemberdayaan pemuda bisa diarahkan dengan membentuk inkubator-inkubator wirausaha sektor informal. Adapun sasaran dari program ini diutamakan para pemuda yang menjadi tulang punggung bagi keluarga atau yang memiliki potensi untuk berwirausaha.
Made kembali melanjutkan bahwa komponen keluarga lainnya yang tak kalah penting dalam aspek pemberdayaan adalah para lansia. Lansia merupakan orang-orang yang penuh dengan pengalaman sehingga dapat tetap berdaya dan memberikan kontribusi yang positif bagi keluarga maupun masyarakat.
"Pemberdayaan bagi para lansia diperlukan untuk menepis anggapan bahwa mereka merupakan beban keluarga. Namun, bukan menjadi pembenaran pula bahwa pemberdayaan sama dengan menjadikan mereka sebagai asisten rumah tangga untuk mengurus anak-anak, rumah karena sibuknya kepala keluarga maupun ibu mencari nafkah. Lansia bisa diposisikan sebagai sesepuh atau penasehat untuk mengembangkan program-program di desa atau kelurahan. Misalnya, melibatkan lansia dalam pelatihan lingkungan hijau dan sebagainya. [] Media Center PSKK UGM | Ilustrasi kerja bakti/istimewa