JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah program pengentasan rakyat dari kemiskinan di DKI Jakarta belum efektif. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di Ibu Kota meningkat dalam dua tahun terakhir, termasuk distribusi pendapatan yang kian timpang antara yang kaya dan miskin. Program diharapkan benar-benar menyasar rumah tangga sasaran.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, penduduk miskin DKI Jakarta mencapai 393.980 jiwa atau 3,92 persen dari jumlah penduduk 2014. Angka itu lebih tinggi jika dibandingkan dengan jumlah warga miskin pada 2013 yang mencapai 354.200 jiwa atau 3,55 persen.
Pada September 2014, jumlah warga miskin tercatat 412.790 orang atau 4,09 persen, meningkat dibandingkan dengan Maret 2014 yang 393.980 orang atau 3,92 persen. Pada periode yang sama, yakni September 2013, jumlah penduduk miskin 371.700 orang atau 3,72 persen.
Selain program yang belum efektif, situasi ekonomi yang tumbuh melambat juga dituding sebagai salah satu pemicu. Inflasi sebesar 8,95 persen mendorong naiknya harga kebutuhan pokok. Garis kemiskinan, antara lain dihitung dengan mempertimbangkan kebutuhan makanan minimum, naik dari Rp 434.322 per kapita per bulan pada September 2013 menjadi Rp 459.569 per kapita per bulan.
Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Yurianto, pada rapat kerja daerah Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan DKI Jakarta di Balai Kota Jakarta, Kamis (6/8), menyebutkan, selain jumlah penduduk miskin, rasio gini yang menunjukkan distribusi pendapatan juga meningkat, yakni dari 0,364 pada 2013 menjadi 0,436 pada 2014. Artinya, pendapatan antara kelompok masyarakat kaya dan miskin semakin timpang.
Menurut Yurianto, kondisi ekonomi berpengaruh pada penambahan angka kemiskinan. Pada triwulan II-2015, mengacu data BPS, ekonomi Jakarta tumbuh 5,15 persen. Meski tumbuh, angka pertumbuhan ekonomi belum sesuai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2013-2017, yakni 7,5-7,8 persen dan tingkat kemiskinan 3,2-3,5 persen.
Strategi
Menurut Yurianto, ada dua strategi makro yang diterapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menangani kemiskinan, yakni dengan memacu pertumbuhan ekonomi dan menjaga tingkat konsumsi masyarakat miskin agar tidak jatuh. Pertumbuhan ekonomi bisa didorong dengan meningkatkan investasi, termasuk memperluas kesempatan kerja baru.
Pemprov DKI Jakarta juga menjaga kestabilan harga pangan dengan mengamankan stok. Kerja sama dengan pemerintah daerah di Nusa Tenggara Timur dan Lampung terkait pasokan daging sapi dan beras, misalnya, dimaksudkan untuk mengamankan stok pangan di Ibu Kota.
Kepala Biro Organisasi dan Tata Pemerintahan DKI Jakarta Irmansyah menambahkan, sejumlah strategi yang ditempuh untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan antara lain dengan mengurangi beban masyarakat miskin, meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin, serta mengembangkan usaha mikro dan kecil.
"Kemiskinan di kota punya ciri khas, antara lain mobile (terus berpindah) dan sebagian adalah pendatang yang tinggal di bantaran sungai, kolong jembatan, atau gerobak," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat.
Menurut Djarot, secara sosiologi ada dua pemicu kemiskinan, yakni ketiadaan sumber daya berupa keterampilan, modal, dan pekerjaan serta miskin karena ada hubungan sosial yang tak adil. Jakarta punya keduanya.
Pemprov DKI berharap bisa menekan ketimpangan dengan sejumlah program, seperti membangun rumah susun bagi penghuni bantaran kali, waduk, dan kolong jembatan. Ada pula bantuan pendidikan melalui Kartu Jakarta Pintar.
Pemprov DKI juga merekrut sekitar 15.000 petugas prasarana dan sarana umum (PPSU). Setiap kelurahan akan diisi 40-70 PPSU yang diutamakan dari warga setempat dan akan dibayar setidaknya sebesar upah minimum provinsi. Program ini diharapkan meningkatkan daya beli masyarakat miskin.
Penambahan dan perbaikan taman-taman publik diharapkan menjadi ruang sosial sekaligus tempat rekreasi murah. Sejumlah persoalan yang dihadapi warga, terkait keamanan, kesehatan, dan sanitasi, diatasi melalui sejumlah kegiatan serta kerja sama dengan kepolisian. (MKN)
*Sumber: Kompas | Photo poverty in Jakarta/online wsj