Yogyakarta, PSKK UGM – Kemiskinan masih menjadi masalah yang cukup krusial di Indonesia. Berbagai strategi dan upaya sudah dilakukan oleh pemerintah untuk menekan jumlah rumah tangga miskin. Tetapi, upaya ini masih belum memberikan hasil yang signifikan.
Wakil Presiden RI Periode 2009-2014 Boediono dalam Konferensi Big Ideas: Bersama Mengatasi Kemiskinan dan Ketimpangan yang diselenggarakan atas prakarsa World Bank beberapa waktu lalu di Jakarta mengatakan, menghapus kemiskinan adalah cita-cita kemerdekaan bangsa ini. Namun, upaya sistematis untuk mencapainya melalui kombinasi pertumbuhan ekonomi, dan kebijakan khusus serta intervensi langsung baru dilaksanakan sejak pemerintahan Orde Baru. Pada masa itu angka kemiskinan terus menurun, namun terhenti dan mengalami kemunduran drastis saat terjadi krisis keuangan 1997-1998.
“Berbagai upaya dilakukan agar angka kemiskinan kembali ke jalur tren menurun namun, laju penurunannya lebih lambat dibanding masa sebelumnya. Bagaimana mengembalikan kinerja Indonesia di bidang penurunan kemiskinan adalah masalah utama yang kita hadapi sekarang,” ujar Boediono.
Sementara itu, data World Bank menyebutkan, rata-rata garis kemiskinan nasional tahun 2013 adalah Rp. 1.080.000 per bulan untuk rumah tangga dengan empat orang anggota. Pengeluaran paling banyak digunakan untuk kebutuhan makanan, yakni sebanyak 67 persen. Selebihnya merupakan pengeluaran untuk perumahan, kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan hidup lainnya.
Dari pengukuran itu, diketahui penduduk miskin paling banyak tinggal di wilayah Pulau Jawa. Meski demikian, tingkat kemiskinan di daerah lainnya justru lebih tinggi. Rumah tangga miskin begitu rentan terutama apabila terjadi krisis kesehatan di dalam keluarga, gagal panen, hingga pemutusan hubungan kerja atau PHK.
Berkaca dari hal itu, pemerintah lalu membentuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) untuk bekerjasama dengan birokrasi dalam mengelola semua program penanggulangan kemiskinan. Sementara pada level daerah, baik di wilayah kabupaten maupun kota, ada Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) yang bertugas sebagai pengelola program.
Masih dalam kesempatan yang sama, Boediono menyampaikan rasa puasnya terhadap meluasnya keikutsertaan pemerintah daerah dalam proses koordinasi program kemiskinan. Beberapa daerah bahkan ada yang inisiatif membuat program penanggulangan kemiskinan sendiri. Baginya daerah harus menjadi ujung tombak penanggulangan kemiskinan. Daerah juga perlu diberi ruang untuk ikut serta secara aktif dalam proses perumusan dan perbaikan pelaksanaan program kemiskinan.
Hal serupa juga disampaikan oleh Pande Made Kutanegara, M.Si., Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada saat Seminar Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (7/10) lalu. Salah satu hal penting dalam kesuksesan program penanggulangan kemiskinan adalah komitmen masing-masing kepala daerah, melalui kebijakan pro poor yang dibuatnya.
“Pada kenyataannya, memang masih ada para pemegang kebijakan atau kepala daerah yang kurang peduli terhadap persoalan kemiskinan. Kemiskinan dianggap sebagai persoalan yang kurang penting sehingga turunan kebijakan yang dibuatnnya pun lemah dalam mengatasi persoalan kemiskinan. Mulai dari porsi anggaran yang kurang memadai sampai upaya pengawalan program penanganan kemiskinan yang tidak ketat,” ujar Made.
Selama ini program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sleman sama seperti program yang dicanangkan oleh pemerintah pusat seperti PNPM Mandiri, PKH, Raskin, Jaminan Kesehatan, Bantuan Siswa Miskin, Bantuan Operasional Sekolah, Bantuan Langsung Tunai, dan sebagainya. Secara umum, program-program itu berjalan dengan baik namun, Made menyayangkan karena masih bersifat “pemberian”, kurang mengena pada aspek pemberdayaan. Pemerintah daerah pun dinilai belum mampu menggandeng banyak pihak yang potensial untuk bekerjasama dalam menanggulangi persoalan kemiskinan.
“Meski persoalan kemiskinan merupakan tugas, dan tanggung jawab pemerintah baik pusat maupun daerah, sesungguhnya kebijakan penanggulangan kemiskinan yang ideal itu membutuhkan kerjasama dengan berbagai pihak (5 P, antara lain pemerintah, private, perguruan tinggi, publik, dan partnership). Hingga kini program penanggulangan kemiskinan masih disibukkan dengan desain program sehingga kurang melibatkan pihak lain,” jelas Made lagi.
Kesuksesan untuk memberantas kemiskinan tidak hanya dicapai dalam semalam. Karena itu perlu keseriusan pihak-pihak terkait untuk saling bahu-membahu menjalankan program yang dapat membangun masyarakat yang mandiri dan berkualitas. Pemerintah sebagai acuan perlu merancang program yang lebih efektif dan melakukan pendekatan kepada pihak-pihak dalam 5 P agar semua ikut terlibat. [] Media Center PSKK UGM (Sylvia Siahaan) | Photo: latimes photo