Yogyakarta, PSKK UGM – Sleman, wilayah kabupaten yang berada di sisi utara Kraton Yogyakarta ini memiliki beragam potensi pariwisata yang bisa dikembangkan lebih baik lagi. Beberapa peninggalan bersejarah jaman kerajaan ada di wilayah ini, seperti Candi Prambanan, Candi Plaosan, Candi Sewu, Kraton Ratu Boko, dan lainnya. Sleman juga memiliki wisata alam Gunung Merapi dengan sungai-sungai yang berhulu darinya. Namun, sejauh mana pengembangan pariwisata Sleman melibatkan peran masyarakat?
Wakil Kepala Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, Drs. Pande Made Kutanegara, M.Si. menyampaikan hal tersebut saat Workshop Penyusunan Rencana Strategis Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman, Senin (28/12) lalu. Pande melihat, selama ini pengembangan pariwisata di Sleman belum sepenuhnya melibatkan peran aktif masyarakat, khususnya yang tinggal di sekitar kawasan obyek wisata.
Baginya pariwisata perlu dikembangkan sebagai kawasan. Desa-desa di sekitar obyek wisata misalnya, dilibatkan untuk ikut mengembangkan seni kerajinan seperti souvenir, seni pertunjukkan atau pementasan, kuliner, dan lain-lain. Harapannya masyarakat terutama yang ekonomi rendah bisa mendapatkan peluang kerja atau pendapatan yang lebih.
“Idealnya memang demikian. Pariwisata harus mampu menciptakan dan memunculkan pekerjaan bagi masyarakat, terutama kelompok setengah pengangguran dan kelompok miskin. Peran masyarakat dalam pengembangan kebudayaan dan pariwisata perlu dioptimalkan,” kata Pande.
Tak dipungkiri, Yogyakarta telah menjadi salah satu destinasi wisata favorit baik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara, selain Bali. Data Badan Pusat Statistik DIY menunjukkan, jumlah wisatawan yang menginap di hotel selama Januari 2015 sebanyak 306.668 orang yang terdiri dari 295.854 wisatawan domestik dan 10.814 wisatawan mancanegara. Sementara rata-rata lama menginap di hotel bintang menunjukkan angka 1,75 malam atau naik 0,08 malam jika dibandingkan dengan rata-rata lama menginap di bulan sebelumnya. Untuk 2015, pemerintah DIY bahkan menargetkan angka kunjungan wisata meningkat 10 sampai 15 persen. Pangsa pasar wisatawan di Yogyakarta dinilai sudah tersegmen sehingga pemerintah optimis target tersebut bisa tercapai.
Pemerintah boleh saja memiliki target yang tinggi dalam bidang pariwisata, namun bagaimana sektor pariwisata dapat sinergis dengan upaya penurunan angka kemiskinan dan pengangguran di Yogyakarta, tentu masih menjadi pertanyaan. Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Februari 2015 menunjukkan, angka pengangguran terbuka DIY sebanyak 85.450 orang (4,07 persen), naik dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni sebanyak 43.980 orang (2,16 persen). Untuk angka setengah pengangguran atau pengangguran terselubung ada 372.300 orang yang sebagian besar berada di wilayah perdesaan, yakni 26,37 persen sedangkan di wilayah perkotaan sebesar 22,09 persen.
Angka kemiskinan DIY juga meningkat 0,36 persen di tahun ini. BPS mencatat, ada 507.500 warga miskin di DIY pada 2014 dan jumlah ini naik menjadi 520.100 jiwa atau dengan kata lain ada penambahakan 12.600 jiwa warga miskin baru.
Pande menambahkan, Yogyakarta tak terkecuali Sleman belum memiliki rencana kerja yang terperinci dan jelas (roadmap) tentang pengembangan kebudayaan dan pariwisata, padahal ini sangatlah dibutuhkan. Selain itu, tidak ada brand kebudayaan karena gagal menemukan dan mengenali potensi wilayah yang dimiliki.
Pelibatan masyarakat dalam pengembangan wisata kawasan cagar budaya di Candi Cetho, Karanganyar, Jawa Tengah bisa menjadi salah satu contoh. Melalui program KKN Tematik UGM, pengembangan kawasan ini fokus terhadap pemetaan kawasan, sosial, dan budaya pada dua tahun pertama. Kesadaran masyarakat sekitar akan potensi wisata pun turut ditumbuhkan. Kini, masyarakat sekitar candi aktif terlibat mendukung pengelolaan kawasan candi. Pendapatan mereka pun bisa mencapai rata-rata 2 juta per hari.
“Untuk itu, pemerintah perlu memiliki tujuan atau goals yang jelas, tegas, dan fokus. Selanjutnya mulai dengan roadmap, pemetaan potensi, pemetaan pengembangan, upaya pengembangan, dan seterusnya,” kata Pande lagi. [] Media Center PSKK UGM | Ilustrasi penjual topi di kawasan wisata/bisnis.com