Yogyakarta, Antara Jogja – Dana desa Rp. 1,4 miliar untuk setiap desa di Indonesia harus mampu mendorong penciptaan lapangan kerja sehingga tingkat migrasi penduduk dari desa ke kota dapat ditekan, kata seorang pakar.
“Dana desa, apabila digunakan secara tepat akan memiliki kekuatan menekan tingkat migrasi,” kata pakar kependudukan Universitas Gadjah Mada (UGM), Tadjuddin Noer Effendi dalam seminar “Pembangunan, Migrasi, dan Kebijakan” di Kampus UGM Yogyakarta.
Tadjuddin mengatakan, persoalan klasik yang menjadi pemicu tingkat migrasi adalah ketiadaan peluang kerja di desa, apalagi tren kalangan pemuda saat ini tidak lagi tertarik dengan pengelolaan pertanian di desa.
“Kita lihat saja sekarang, mana ada pemuda yang tertarik menjadi petani,” kata dia.
Dia menyebutkan, dari hasil riset di empat kota, yakni Samarinda, Medan, Makassar, dan Tangerang dalam kurun 2000-2005 sekitar 4 juta migrant bermigrasi ke kota dan sekitar 16 juta penduduk kota lahir di perdesaan.
Sementara penduduk yang bermigrasi paling dominan berusia muda atau di bawah 29 tahun dengan status pekerjaan paling menonjol di sektor informal dan perdagangan kecil.
Menurut Tadjuddin, dana desa yang akan disalurkan secara bertahap itu dapat menjadi penekan perpindahan masyarakat desa ke kota, apabila dikelola dengan perencanaan yang bagus.
“Dana itu sebaiknya tidak dikelola oleh perangkat desa sendiri, melainkan membutuhkan bantuan orang luar untuk merencanakan penggunaannya,” kata dia.
Penggunaannya, kata dia, perlu didahului dengan menentukan potensi sumber daya alam desa disertai dengan memetakan potensi masyarakatnya.
“Jangan nanti pemanfaatannya malah justru tidak mengoptimalkan potensi desa, melainkan digunakan untuk hal-hal yang tidak produktif,” kata dia.
Dari sisi pemerataan ekonomi, migrasi memang menjadi salah satu instrumen yang efektif. Namun demikian, tingginya tingkat migrasi juga akan menghambat pembangunan desa karena sumber daya manusia (SDM) potensial terus berkurang.
“Bagaimanapun pembangunan desa memerlukan banyak SDM yang memadai. Kalau masyarakatnya terus berpindah ke kota maka akan terjadi stagnasi pembangunan di desa.” Kata dia.
Sementara, ia menambahkan, terus menumpuknya jumlah penduduk perkotaan disertai berkurangnya lapangan kerja, fasilitas umum, dan penegakan hukum yang kurang memadai juga akan menimbulkan persoalan sosial yang serius. [] Luqman Hakim
*Sumber: ANTARA Jogja | Ilustrasi desa/geotimes