Watak birokrasi patrimonial menghambat pengambilan keputusan yang cepat. Deregulasi mesti dibarengi dengan pengawasan lebih ketat terhadap menteri terkait.
JAKARTA, Koran Jakarta – Paket Kebijakan Ekonomi XII yang secara khusus membenahi berbagai regulasi yang dinilai menghambat kemudahan berbisnis tidak akan berjalan efektif tanpa perubahan mendasar di bikorasi.
Terbukti, sudah bertahuntahun era reformasi, ditandai dengan berbagai perubahan konstelasi politik, ternyata belum berhasil mengentaskan Indonesia dari keterpurukan.
Pakar administrasi negara UGM Yogyakarta, Agus Heruanto Hadna, menyatakan upaya pemerintah melakukan deregulasi melalui Paket Kebijakan Ekonomi XII mesti juga diikuti dengan perubahan di sistem birokrasi.
Ini artinya, watak dasar birokrasi pemerintah yang sangat patrimonial dan European Continental warisan Belanda ternyata tidak gampang diubah.
“Meski telah dimasuki manajemen modern sekalipun tapi kita belum bisa lepas dari watak patrimonial. Terlihat dalam pengambilan keputusan selalu akan meminta persetujuan dari atas. Ini yang sangat menghambat. Sebenarnya mereka diberi hak diskresi, tapi diskresi ini tidak akan dimanfaatkan karena tidak akan berani,” kata Agus saat dihubungi, Senin (2/5).
Sebelumnya, Sejumlah kalangan menilai Paket Kebijakan Ekonomi Jilid XII relevan dengan kebutuhan untuk memperbaiki performa ekonomi nasional.
Selain itu, dalam paket kebijakan yang antara lain bertujuan memperbaiki peringkat kemudahan berbisnis (ease of doing business/EoDB) Indonesia tersebut juga dipandang lebih konkret karena secara langsung merekapitulasi berbagai perubahan yang fokus untuk memperbaiki peringkat EoDB Indonesia dari posisi 109 menjadi posisi 40.
Presiden Joko Widodo menyatakan deregulasi aturan menjadikan prosedur pendirian usaha UMKM kini semakin mudah, dengan total pemangkasan prosedur perizinan menjadi 49 tahap dari sebelumnya 94 tahap.
Selain itu, waktu untuk menyelesaikan pendirian usaha juga semakin cepat, menjadi 132 hari dari sebelumnya 1.566 hari. Adapun, total izin yang harus diproses kini hanya 6 izin dari sebelumnya 9 izin.
Pengamat ekonomi dari Universitas Islam Sunan Ampel Surabaya, Buchori, menilai Paket Kebijakan Ekonomi Jilid XII secara umum sudah bagus, terutama pada pembayaran pajak yang berkurang drastis dan bisa online sehingga akan mempermudah serta lebih menjamin transparansi.
“Memang kalau bisa dipangkas lagi akan lebih baik terutama di proses waktu yang masih mencapai empat bulan lebih, kalau bisa ditekan sampai dibawah dua atau tiga bulan, agar mempercepat pertumbuhan yang memang diharapkan semua pihak,” tutur dia.
Buchori menambahkan untuk paket kebijakan berikutnya pemerintah perlu fokus dengan visi untuk meningkatkan ekspor.
Pasalnya, salah satu problem perekonomian Indonesia adalah lemahnya ekspor sehingga alangkah baiknya perizinan untuk usaha yang berorientasi ekspor didukung habis-habisan.
“Contohnya, kita ingin ekspor kerang ke Eropa izinnya lebih rumit daripada ekspor ke seputar Asia. Pengurusan izin di dinas perindustrian dan perdagangan berbeda. Untuk ekspor ke wilayah Asia pun, misalnya ke Malaysia dan Tiongkok izinnya juga berbeda. Ini tentu merepotkan. Memang terkadang dari negara tujuan banyak persyaratan, namun menjadi tugas pemerintah untuk menegosiasikan,” ungkap dia.
Etos Kerja
Terkait dengan watak dasar birokrasi Indonesia, Agus menambahkan patrimonial membuat kultur birokrasi sangat bergantung pada pimpinan, bukan pada etos kerja keras, inovatif, dan solutif.
Jadi, meski Key Performance Indicators (KPI) yang dikembangkan saat ini sudah mengambil model Anglo-Saxon, namun landasan birokrasi masih European Continental yang nafas KPI-nya adalah kesesuaian dengan UU, regulasi, dan perintah pimpinan.
“Reformasi birokrasi mengenalkan model Anglo-Saxon yang KPI-nya adalah problem. Apa problem publik? Problem bisnis terkait negara? Bagaimana bisa memecahkan problem itu? Tapi model itu tidak jalan. Faktanya masih sangat patrimonial dan kodifikasi hukum seperti zaman penjajahan,” jelas dia.
Untuk itu, Agus mengharapkan Presiden memberikan perhatian lebih pada kinerja menteri pemberdayaan aparatur negara dan mulai melakukan revolusi mental dengan tahapan dan KPI yang jelas.
“Gubernur Ahok di Jakarta telah melakukan terobosan besar dalam mengubah watak birokrasi. Namun, gaya Ahok justru hanya menimbulkan kepanikan birokrasi. Maka butuh usaha yang jauh lebih sistemik yang digerakkan oleh pemerintah pusat,” papar dia. [] YK/SB/WP
*Sumber: Koran Jakarta (3/5)