Selama ini program kemudahan berbisnis akhirnya hanya dijadikan proyek. Implementasikan revolusi mental, birokrat mesti berjiwa melayani bukan dilayani.
JAKARTA, Koran Jakarta – Implementasi Paket Kebijakan Ekonomi XII yang terutama bertujuan memperbaiki peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia (Ease of Doing Business/EODB) mesti diikuti pengawasan secara ketat dan terus-menerus.
Pemerintah juga diminta bersikap tegas sehingga tidak segan-segan menjatuhkan sanksi kepada birokrat yang tidak melaksanakan atau bahkan menghambat deregulasi tersebut.
Pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga Surabaya, Haryadi, mengatakan persoalan kemudahan berbisnis sesungguhnya sudah sejak lama masuk dalam program perbaikan aturan atau deregulasi pemerintah.
“Namun, selama ini program perbaikan kemudahan berbisnis selalu jalan di tempat dan akhirnya menjadi proyek yang cuma memboroskan anggaran. Ini terjadi karena program perbaikan tidak untuk rakyat dan masa depan bangsa tapi hanya untuk kepentingan sementara,” ungkap dia saat dihubungi, Selasa (3/5).
Haryadi menambahkan kegagalan pemerintah memperbaiki kemudahan berbisnis tidak terlepas dari sikap mental para birokrat. “Mereka mengaku bisa berubah agar tidak diberikan sanksi tapi pada kenyataannya justru merusak tatanan birokrasi,” papar dia.
Untuk itu, imbuh Haryadi, program revolusi mental jangan sekadar slogan tapi harus benar-benar dijalankan sehingga manfaatnya bisa dirasakan masyarakat.
“Revolusi mental harus diimplementasikan oleh para birokrat agar mereka punya jiwa melayani bukan dilayani. Maka program revolusi mental akan berhenti hanya menjadi sebuah slogan jika tak diwadahi dengan mekanisme kerja yang secara struktural mengharuskan birokrat mengadopsi nilai-nilai revolusi mental tersebut,” papar dia.
Sebelumnya, pakar administrasi negara UGM Yogyakarta, Agus Heruanto Hadna, menilai Paket Kebijakan Ekonomi XII yang secara khusus membenahi berbagai regulasi yang dianggap menghambat kemudahan berbisnis tidak akan berjalan efektif tanpa perubahan mendasar di bikorasi.
Terbukti, sudah bertahun- tahun era reformasi, ditandai dengan berbagai perubahan konstelasi politik, ternyata belum berhasil mengentaskan Indonesia dari keterpurukan.
Paket kebijakan ekonomi terbaru yang diumumkan pemerintah pekan lalu menjadikan prosedur pendirian usaha usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) kini semakin mudah, dengan total pemangkasan prosedur perizinan menjadi 49 tahap dari sebelumnya 94 tahap.
Selain itu, waktu untuk menyelesaikan pendirian usaha juga semakin cepat, menjadi 132 hari dari sebelumnya 1.566 hari. Adapun, total izin yang harus diproses kini hanya 6 izin dari sebelumnya 9 izin.
Pengusaha UMKM
Namun, anggota Komisi XI DPR, Heri Gunawan, berpendapat paket kebijakan ekonomi yang bertujuan memperbaiki kemudahan berbisnis belum terlalu ampuh untuk mendongkrak jumlah pengusaha UMKM di Indonesia.
“Paket kebijakan ini patut diapresiasi, namun kebijakan mesti diarahkan untuk mewujudkan pengusaha Indonesia yang berkualitas, terutama UMKM,” kata dia.
Menurut Heri, kebijakan kemudahan berbisnis harus lebih jauh dari sekadar mengejar target peringkat EoDB yang saat ini termasuk paling bontot diantara negara Asia Tenggara. Saat ini, peringkat EoDB Indonesia berada di posisi 109, dan ditargetkan naik ke posisi 40.
“Agar paket ini jangan hanya selesai di konsep. Untuk hal ini harus dibuatkan klinik kemudahan berusaha di seluruh Indonesia. Semacam inkubator bisnis yang mencetak pengusaha dari bayi sampai dewasa. Ini bisa menjadi bagian dari kriteria insentif dana transfer pusat ke daerah,” papar dia.
Sementara itu, Guru Besar Administrasi Negara UGM Yogyakarta, Agus Pramusinto, mengatakan meski deregulasi dijalankan dengan dukungan teknologi informasi yang kuat namun kemudahan bisnis dan pelayanan publik tidak akan membaik selama tidak ada perubahan pada kualitas pemimpin.
“Dengan pemimpin yang kuat dan tegas maka sejumlah paket kebijakan yang dibuat, terutama paket kemudahan berbisnis, akan terasa manfaatnya,” jelas dia.
Menurut Agus, melalui pemimpin yang kuat akan membuat para menteri memperbaiki gerbongnya masing-masing. Ia mengemukakan di negara maju reformasi birokrasi berjalan didorong oleh kepentingan internal birokrasi yang secara sadar berkomitmen memperbaiki diri. [] YK/SB/WP
*Sumber: Koran Jakarta (4/5) | Ilustrasi UMKM/beritadaerah.co.id