YOGYAKARTA, suaramerdeka.com – Saat ini telah terjadi pergeseran paradigma pembangunan dari paradigma ekonomi yang lebih berorientasi kesejahteraan menjadi paradigma kebudayaan yang berorientasi pada kesejahteraan dan pada saat yang sama juga kebahagiaan. Untuk itu, kebudayaan harus menjadi panglima dalam penyelenggaraan negara.
”Dengan cara itu bangsa kita siap menghadapi tantangan global dan menjadi bangsa yang tangguh,” tegas Pande Made Kutanegara dalam seminar ”Menjadikan Indonesia Tangguh dan Bahagia: Kajian Berbagai Perspektif” di Fakultas Psikologi UGM.
Dia menilai, untuk menjadikan budaya sebagai jendela dunia diperlukan transformasi nilai budaya pada tiga tataran yaitu tataran makna, sikap (perilaku) dan material. Selain itu, kebudayaan juga harus dikembalikan sebagai nilai-nilai yang melingkupi aktivitas politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan itu sendiri.
”Peran budaya dalam pembentukan ketangguhan bangsa masih ada kekurangannya. Sikap-sikap kurang mandiri, tidak berani hal-hal baru dan pasif perlu ditinggalkan,” papar dosen Jurusan Antropologi UGM itu.
Sementara itu, Deputi Penelitian P2EB Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Rimawan Pradiptyo menyinggung aspek kesejahteraan dari produk domestik bruto (GDP). GDP adalah jumlah barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu perekonomian dalam kurun waktu tertentu.
GDP hanya memperhitungkan barang dan jasa yang diperdagangkan secara legal di pasar. ”GDP tidak memperhitungkan aspek lain, seperti liburan, biaya kemacetan, manfaat gotong royong dan lain-lain,” katanya.
Dia melihat orientasi pembangunan juga telah tereduksi menjadi pertumbuhan ekonomi dan tidak mengedepankan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Akibatnya masyarakat cenderung materialistis dan sulit bekerja sama. ”Pemerintah punya peran disini untuk mengembalikan orientasi pembangunan ke arah memajukan kesejahteraan umum dan mendukung persatuan Indonesia,” katanya.[] Bambang Unjianto
*Sumber: Suara Merdeka | Ilustrasi wayang/prasetya.ub.ac.id