TERNATE, KOMPAS — Tak berubahnya struktur perekonomian sejak dulu hingga kini membuat Indonesia tertinggal dari negara tetangga. Pertumbuhan ekonomi masih bergantung pada sumber daya alam. Tak ada kemajuan pada kualitas sumber daya manusia dan institusi ekonomi.
Padahal, kualitas sumber daya manusia dan institusi ekonomi merupakan kunci pertumbuhan berkelanjutan.
Pesan itu mengemuka dalam Seminar Nasional Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Kamis (4/9), di Ternate, Maluku Utara.
Wakil Menteri Keuangan II Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro dalam pidato kuncinya menyatakan, ekonomi Indonesia berpotensi tumbuh lebih dari 7 persen sebagaimana hasil sejumlah penelitian. Kenyataannya, pertumbuhan ekonomi beberapa tahun terakhir berkisar 5-6 persen.
Penyebabnya, menurut Bambang, pertumbuhan ekonomi yang masih ditopang akumulasi faktor produksi seperti kekayaan sumber daya alam (SDA) dan bonus demografi. Industri tradisional dengan nilai tambah rendah masih dominan.
”Kita tahu, sumber daya alam tidak akan bertahan selamanya. Demikian pula dengan bonus demografi yang diproyeksikan akan berakhir pada 2030. Kita tak bisa lagi bergantung pada akumulasi faktor produksi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi. Kebutuhan utama saat ini adalah bagaimana membuat yang terbaik dari potensi kita untuk pembangunan perekonomian yang berkelanjutan dalam jangka panjang,” kata Bambang.
Secara teori, lanjut Bambang, investasi modal manusia, inovasi, dan pengetahuan memberikan sumbangan signifikan bagi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi kunci utama pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan berkeadilan.
Faktanya, kualitas SDM Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara tetangga. Pasokan tenaga kerja terampil yang minim menghambat kinerja pertumbuhan ekonomi.
Dalam hal riset dan pembangunan, Indonesia hanya mengalokasikan anggaran 0,15 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Padahal, Malaysia mengalokasikan 0,63 persen PDB, Jepang sekitar 2,7 persen, dan Korea 3,4 persen.
Kelembagaan ekonomi
Secara terpisah dalam acara ISEI, Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Lincolin Arsyad menyimpulkan, aspek kelembagaan ekonomi Indonesia masih tertinggal. Kelembagaan tidak sebatas fisik, tetapi juga dalam arti luas seperti peraturan dan standar.
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Edy Suandi Hamid mengingatkan persoalan yang dihadapi perguruan tinggi di Indonesia, baik menyiapkan SDM yang berkualitas maupun menghadapi pasar tunggal ASEAN 2015. (LAS)
*Sumber: Harian KOMPAS, 5 September 2014 | Foto: Republika