Indopos.co.id – Program keluarga berencana terus mendapatkan perhatian dunia. Setidaknya gambaran tersebut terlihat pada diskusi yang dilakukan Badan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam agenda Family Planning 2020 Indonesia Country Committee Special Session. Momentum tersebut menghadirkan pembicara utama Babatunde Osotimehin sebagai Under Secretary General of Te United Nation and Executive Director of UNFPA, yng digelar di kantor BKKBN, Selasa (21/4).
"Saya melihat Indonesia negara besar dengan jumlah penduduk yang besar. Memiliki kekuatan dan pengaruh besar di dunia, apabila bonus demografi yang dimiliki bisa dimanfaatkan dengan tepat," kata Babatunde Osotimehin saat memberikan paparan.
Dia juga mengatakan untuk menangkap bonus demografi menjadi kekuatan bagi Indonesia bukan perkara mudah. Harus bekerja keras dalam mengejar peluang tersebut. Akan tetapi, dia meyakini Indonesia mampu memanfaatkan jumlah penduduk tersebut menjadi bonus demografi. Pasalnya menurut Babatunde yang merukapakan kewarganegaraan Afrika Selatan mengakui Indonesia pernah sukses dalam menangani ledakan penduduk. Banyak bangsa lain yang datang mengadopsi ilmu ke Indonesia.
"Saya juga yakin bahwa Indonesia tidak saja mampu mengatasi ledakan penduduk, tapi bisa memanfaatkan ledakan penduduk sekarang menjadi bonus demografi ke depan," ucapnya optimis.
Senada dengan Babatunde, Ambar Rahayu, plt Kepala BKKBN mengatakan pihaknya juga mendapat dukungan konsultan dari dunia, berupa bantuan yang tidak tersedia di anggaran BKKBN. Seperti mendatangkan tenaga-tenaga ahli dari asing untuk menyikapi bonus demografi menjadi peluang. "Memang bonus demografi ini tidak otomatis menjadi peluang. Kita harus bekerja keras lintas komponen. Termasuk lebih keras lagi mencegah perkawinan anak," kata Ambar.
Termasuk memahami prasyaratnya pengendalian penduduk bisa ditekan. Peran keluarga berencana mendorong bonus demografi tadi menjadi power, dengan banyaknya penduduk Indonesia harus berkualitas. Menghindari seks bebas, penyaalagunaan narkoba, penularan penyakit dengan HIV AIDS. "Kita mendapatkan teknologi standar dari WHO untuk hal-hal ini, melalui kolaborasi ini, semua lintas negara saling tukar menukar informasi," katanya.
Hanya satu hal program yang dibawakan oleh Secretary General of Te United Nation and Executive Director of UNFPA yang tidak bisa diterima di Indonesia. Yaitu sexual right program yang ditujukan bagi kaum muda yang sudah aktif melakukan seksualitas di luar menikah. Menurut Ambar, program itu sangat bertolak belakang dengan program pemerintah. Kampanye menggunakan alat kontrasepsi saja hanya untuk mereka yang sudah menikah, atau pasangan muda yang akan menunda keturunan.
"Kita memiliki program lebih baik delay married, atau menunda pernikahan di usia muda. Kita juga bekerja keras untuk menekan pernikahan anak. Sehingga, kita tidak akan melakukan kampanye penggunaan alat kontrasepsi bagi kawula muda yang belum menikah," tutup Ambar. (nel)
*Sumber: Indopos