Yogyakarta, Republika — Kemiskinan masih menjadi fenomena sosial di Indonesia dan tersebar di kota-kota besar yang ada. Ini pula yang menjadi perhatian utama Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta. Sebagian masyarakat di wilayah ini masih berkutat pada masalah kemiskinan.
Berbagai upaya dan program digulirkan untuk menanggulangi kemiskinan tersebut. Salah satunya, seperti yang diungkapkan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Yogyakarta yang juga Sekretaris TKPK Kota Yogyakarta, Eddy Muhammad dengan membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kota Yogyakarta.
Tak tanggung-tanggung, tim dibentuk hingga ke tingkat kelurahan. Saat ini setidak nya sudah ada 45 tim TKPK kelurahan di Kota Yogyakarta. Edy menjelaskan, pembentukan tim itu merupakan tindak lanjut dari Perda Nomor 23 Tahun 2009. Sementara pembentukan tim dilakukan melalui Surat Keputusan Wali Kota Yogyakarta Nomor 261 Tahun 2014. “Tugas inti tim ini adalah melakukan upaya percepatan penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di Yogyakarta,” ujarnya, Selasa (7/4).
TKPK beranggotakan beberapa SKPD terkait, tokoh masyarakat, pengusaha, dan unsur perguruan tinggi. Dengan ada nya tim ini, pihaknya menargetkan bisa menekan angka kemiskinan menjadi 8,6 persen di 2016 mendatang dan maksimal 3 persen di 2025. Ia mengatakan, jumlah penduduk miskin di Kota Yogyakarta berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) terus mengalami penurunan sejak 2012 lalu.
Jumlah penduduk miskin pada 2012 tercatat sebanyak 37.400 jiwa atau 9,49 persen. Pada 2013, jumlah itu menurun menjadi 35.516 jiwa atau 8,82 persen. “Jumlah ini ditargetkan turun lagi menjadi 8,6 persen saja di 2016 nanti,” kata dia. Terpisah dari data BPS, paparnya, pemkot melakukan pendataan sendiri jumlah penduduk miskin di wilayahnya. Parameter yang digunakan berbeda dengan parameter BPS. Menurut Edy, parameter yang digunakan berdasarkan kondisi lokal Kota Yogyakarta.
Setidaknya ada tujuh aspek yang menjadi dasar pendataan warga miskin, antara lain aspek pendapatan, papan, pangan, sandang, kesehatan, pendidikan, dan sosial. Dari hasil pendataan, jumlah warga miskin di Kota Yogyakarta pada 2014 sebanyak 60.230 jiwa menurun diban ding 2013 yang mencapai 64.699 jiwa.
Ia menambahkan, penduduk miskin ini merupakan pemegang Kartu Menuju Sejahtera (KMS). Mereka juga yang akan menjadi sasaran program pengentasan kemiskinan yang dilakukan TKPK.
Menurutnya, ada empat strategi yang dikembangkan TKPK. Pertama yaitu mengurangi beban masyarakat miskin melalui bantuan Jaminan Kesehatan daerah (Jamkesda), Jaminan Pendidikan Daerah (JPD) dan Biaya Operasional Sekolah (BOS). Strategi kedua, meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin melalui beberapa pelatihan keteram pilan dan pemberdayaan ekonomi.
Strategi ketiga, mengembangkan dan menjamin keberlanjutan UMKM melalui pembinaan yang dilakukan Diperindagkoptan. Sedangkan strategi keempat, melalui sinergi kebijakan dan program secara bersama dengan semua unsur masyarakat.
Untuk menjalankan program tersebut, katanya, pemkot menganggarkan dana sekitar 20 persen dari seluruh APBD 2015. Jumlahnya bisa mencapai Rp 160 miliar, dan bakal dialokasikan untuk beberapa program penanggulangan kemiskinan.
Dana tersebar di beberapa instansi, misalnya di Dinas Pendidikan sebesar Rp 101,2 miliar untuk program wajib belajar 12 tahun melalui JPD, BOS Daerah, dan program lainnya. Kemudian di Dinas Kesehatan sebesar Rp 29,6 miliar untuk pembiayaan program Jamkesda dan layanan gizi keluarga.
Adapun di Dinas Kimpraswil sebesar Rp 7,8 miliar terutama untuk pengembangan prasarana dasar dan permukiman. Dana penanggulangan kemiskinan juga ada di Dinas Sosnakertrans sebesar Rp 10,48 miliar untuk program rehabilitasi sosial, peningkatan kapasitas dan produktivitas tenaga kerja, perluasan lapangan kerja, serta pengembangan transmigrasi.
Dana di Disperindagkoptan berjumlah Rp 6,069 miliar untuk program peningkatan kualitas koperasi dan LKM, pengembangan kewirausahaan, dan pengembangan UMKM. Selain itu juga ada di Bappeda sebanyak Rp 982 juta, serta di Badan Lingkungan Hidup untuk program peningkatan daur ulang sampah sebesar Rp 1,3 miliar.
Kantor Keluarga Berencana juga mendapat alokasi dana sebesar Rp 1,25 miliar untuk program peningkatan keluarga sejahtera, dan di Kantor Pemberdayaan Perempuan sebesar Rp 1 miliar untuk pemberdayaan keluarga. Di Dinas Bangunan, Gedung dan Aset Daerah Rp 28 miliar untuk pembangunan rumah sakit tanpa kelas atau RS Pratama.
Jumlah dana penanggulangan kemiskinan ini naik sekitar 35 persen dari 2014 lalu. “Melalui program-program tersebut, kami optimistis angka kemiskinan Kota Yogyakarta akan menurun signifikan di 2016 mendatang,” katanya.
Kemiskinan Yogya unik
Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (UGM) merupakan pembina dalam beberapa program penanggulangan kemiskinan yang diusung Pemkot Yogyakarta melalui TKPK. Wakil Kepala PSKK UGM, Pande Made Kutanegara, mengatakan berdasarkan penelitian dan survei yang dilakukan pihaknya selama mendampingi pemkot, diketahui bahwa karakteristik kemiskinan di Kota Yogyakarta sangat unik.
“Di Yogyakarta ini masyarakatnya memang unik. Indeks kesejahteraannya tinggi, indeks kebahagiaan dan kenyamannya tinggi, pendidikannya tinggi, tapi angka kemiskinannya juga tinggi,” ujarnya.
Made menjelaskan, banyak penduduk Yogya yang tercatat sebagai warga miskin namun saat didatangi ke rumahnya, anak-anaknya memiliki pendidikan yang tinggi. Dari sisi penampilan, masyarakat yang masuk kategori miskin di Yogyakarta juga memiliki rasa percaya diri tinggi, pola pikirnya juga maju berbeda jauh dari daerah lainnya di mana perbedaan penduduk miskin dan tidak sangat kentara.
“Perhitungan angka kemiskinan itu dilakukan dari aspek pengeluaran dan pengeluaran orang Yogya itu lebih rendah dari daerah lain sehingga penduduk miskin masih banyak,” katanya.
Padahal, kata Made, jika diteliti lebih jauh, rendahnya pengeluaran karena secara budaya masyarakat Yogya memang tidak terbiasa hidup boros. “Masyarakat Yogya terkenal hemat, sehingga tingkat konsumsi rendah. Selain itu, harga barang di Yogya juga tidak mahal dan pendapatan di sini juga rendah,” ujar dia.
Karena itulah, hal ini seharusnya menjadi pertimbangan lain dalam program pengentasan kemiskinan di Kota Yogyakarta. Dibutuhkan pendekatan budaya yang lebih kental dalam penanggulangan kemiskinan ini. Pendekatan budaya dilakukan melalui pelibatan lingkungan sekitar.
Hal tersebut dinilai bisa dilakukan oleh TKPK di kelurahan. Tim ini diharapkan mampu membangun pelibatan masyarakat di wilayah untuk bersama-sama mengentaskan lingkungannya dari kemiskinan. “Misalnya pengusaha di wilayah memberikan lapangan kerja, dosen di wilayah memberikan pendampingan keterampilan, dan lain sebagainya. [] Yulianingsih
*Sumber: Harian Republika, 8 April 2015 | Ilustrasi Kota Yogyakarta/Pemkot Yogyakarta