VIVAnews – Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gajah Mada, Muhadjir Darwin, mengatakan bahwa dua per tiga penduduk Indonesia saat ini berada pada usia produktif.
Meski demikian, bonus demografi dengan banyaknya usia produktif tersebut, tidak lantas bisa dianggap sebagai bonus semata, tetapi harus diperhatikan seberapa produktifnya mereka.
"Angka pengangguran kita yang tinggi juga tidak akan menguntungkan," ujarnya, Jumat 15 April 2014.
Menurutnya, setelah mengalami bonus demografi, diperkirakan Indonesia akan mengalami overage (terlalu tua), di mana jumlah penduduk usia tidak produktif jauh lebih besar.
"Inilah yang dialami Singapura, sehingga saat ini pemerintahnya mengendorkan program pengurangan fertilitas," jelasnya.
Elan Satriawan, dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM mengatakan, potensi bonus demografi seharusnya menjadi keuntungan bagi Indonesia jika penduduk yang masuk dalam kategori usia produktif mendapatkan pendidikan yang bagus.
"Ini bukan lagi soal labour supply (suplai tenaga kerja), tetapi sudah menyangkut labour productivity," katanya.
Menurut hematnya, pertumbuhan ekonomi seharusnya mampu turut serta menumbuhkan lapangan kerja. Tetapi, pertumbuhan ekonomi yang dimiliki Indonesia tidak linier dengan pertumbuhan lapangan kerja. Selain itu, kualitas pekerja juga harus lebih ditingkatkan.
"Pekerja kita secara umum masih kurang kompetitif dibandingkan Thailand, China, dan Singapura," ujarnya.
Sementara itu, pakar demografi dari Crawford School of Public Policy, Australia National University, Peter McDonald, mengatakan laju pertumbuhan penduduk yang masih tinggi membutuhkan kebijakan tepat dan strategis dalam mengatasi persoalan pembangunan ekonomi pada 25-35 tahun mendatang.
Menurutnya, angka laju pertumbuhan penduduk sekitar 2,5 persen per tahun, di satu sisi menambah penduduk usia produktif di masa depan, tetapi di sisi lain bisa menghambat pembangunan ekonomi dengan munculnya penuaan populasi.
"Permasalahan population aging (penuaan populasi) pada masa depan juga mengancam Indonesia, seperti yang terjadi pada Singapura, Jepang, dan Thailand saat ini," katanya.
Peter juga mengingatkan, mengatasi population aging ini memerlukan kebijakan yang tepat dan strategis mengenai laju kependudukan sejak saat ini. Persoalan lain yang disoroti Peter adalah ketidakmerataan persebaran penduduk yang masih terjadi di Indonesia.
"Pertumbuhan penduduk terbesar berada di Jawa, sementara tingkat kesuburan di daerah lain masih rendah," tambahnya.
Namun, lanjut Peter, jika Indonesia bisa mengadopsi model urbanisasi in situ yang telah dipraktikkan Tiongkok dalam mengelola urbanisasi. "Akan ada pengurangan perbedaan demografis daerah pinggiran dengan daerah inti," ungkapnya. [] Siti Nuraisyah Dewi, Daru Waskita (Yogyakarta)
*Sumber artikel: VivaNews.com, 25 April 2014 | Sumber foto: Aktual.co