TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA — Sebagai program rutin lima tahunan, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Kota Yogyakarta kembali mengadakan pendataan keluarga tahun 2015. Kegiatan yang serentak dilakukan di seluruh kabupaten dan kota di Indonesia ini dilakukan mulai tanggal 1 – 31 Mei 2015.
Eny Retnowati, Kepala BKKBN Kota Yogyakarta mengatakan, hasil pendataan yang dilakukan oleh kader Keluarga Berencana (KB) ini akan digunakan oleh pemerintah pusat untuk melakukan pengembangan kependudukan dan pembangunan keluarga berencana.
Menurutnya, pendataan tersebut dilakukan secara door to door. Dalam setiap melakukan pendataan, petugas akan menanyakan beberapa pertanyaan yang menjadi indikator.
"Indikator yang kami gunakan bermacam-macam. Salah satunya menanyakan apakah keluarga tersebut menggunakan alat kontrasepsi atau tidak," kata Eny.
Tak hanya itu, kondisi yang terkait dengan tempat tinggal juga menjadi indikator pendataan. Hal tersebut bertujuan untuk melihat kemampuan dan kesejahteraan masing-masing keluarga.
Setelah data terkumpul, hasilnya akan diserahkan kepada BKKBN pusat setelah sebelumnya diolah di BKKBN Kota Yogyakarta. Terakhir dilakukannya pendataan adalah tahun 2011, sehingga dengan adanya pendataan pada tahun ini dapat menghasilkan aspek pendataan baru.
"Meski hasilnya akan kami kirim ke pusat, tapi tetap akan kami olah dulu. Salah satunya untuk pemetaan keluarga pra sejahtera, sejahtera, dan sejahtera plus," jelas Eny.
Sementara Wakil Wali Kota Yogyakarta, Imam Priyono mengatakan validitas dalam pendataan yang dilakukan BKKBN ini sangat penting. Sebab tak hanya untuk memetakan kualitas keluarga di Kota Yogyakarta, tetapi juga untuk mendukung program Pemerintah Kota Yogyakarta sendiri.
"Hasil pendataan yang dilakukan oleh BKKBN Kota Yogyakarta bisa juga digunakan oleh Tim Koordinasi Pengentasan Kemiskinan (TKPK) Kota Yogyakarta," kata Imam.
Menurutnya, keluarga yang masuk dalam kategori rentan miskin bisa langsung jatuh miskin jika ada anggota keluarganya yang mengalami sakit. Penyebabnya mereka biasanya belum memiliki program jaminan kesehatan.
Terlebih lagi, kebutuhan biaya lain seperti biaya pendidikan bisa menambah beban keluarga rentan miskin. Apalagi dalam satu keluarga tersebut memiliki banyak anak, beban yang harus ditanggung pun akan lebih banyak.
"Pendataan ini saya kira sekaligus sebagai upaya pemerintah untuk kembali menggalakkan program keluarga berencana dengan himbauan dua anak cukup. Sekarang ini KB menjadi pro kontra antara halal dan haram dalam segi agama, sebab anak dianggap rezeki. Yang harus ditekankan bukanlah soal halal dan haramnya saja, tetapi bagaimana merencanakan sebuah keluarga. Anak memang rezeki, tetapi tetap harus direncanakan," jelas Imam.
Oleh karena itu, Imam menghimbau untuk mengatasi persoalan keluarga miskin di Kota Yogyakarta penggunaan data sangat penting. Dan hal tersebut tidak bisa dilakukan satu instansi saja, tetapi instansi yang terkait harus saling bersinergi. (*) Pristiqa Ayun Wirastami
*Sumber: Tribun Jogja Online | Ilustrasi petugas sensus/pskkugm