CPPS UGM – Sektor kependudukan seringkali dianggap berkaitan erat dengan terminologi kebijakan publik. Demeny (1988) mendefinisikan sektor kependudukan sebagai kegiatan pemerintah dengan perencanaan pembangunan yang dipahami dan dipraktikkan sebagai seperangkat rencana sektoral yang terkoordinasi secara terpusat. Kedekatan kependudukan dengan kebijakan juga terlihat dari kebijakan-kebijakan pangan karena kependudukan juga berkaitan erat dengan ketersediaan pangan, sehingga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ketika itu membentuk United Nations Fund for Population Activities (UNFPA) (Bongaarts, 1994).
Kedua definisi tersebut memperlihatkan bahwa sektor kependudukan dalam kerangka kebijakan publik telah diterjemahkan ke dalam konteks kelembagaan dan sistem. Kebijakan Kependudukan yang sering diterjemahkan ke dalam kedua konteks tersebut menjadikan diskusi mengenai kebijakan kependudukan sebagai studi empiris, seperti studi mengenai karakteristik demografi, kondisi sosial-ekonomi, akses transportasi, lingkungan, dan pembangunan (Alvarez-Diaz et al., 2018). Dalam tataran yang lebih praktikal, diskusi Kebijakan Kependudukan juga termasuk seremonial kegiatan sistem dan kelembagaan.
Sebagai contoh, dalam konteks Indonesia, kebijakan kependudukan secara serius dipikirkan ketika Pemilihan Umum (Pemilu) akan dilakukan. Keseriusan pendataan menjelang Pemilu tidak lepas dari partisipasi penduduk dalam memilih sebagai kesuksesan demokrasi yang diterjemahkan ke dalam Pemilu. Dengan demikian, persoalan Daftar Pemilih Tetap (DPT) di dalam Kepemiluan menjadi persoalan laten bagi penyelenggaraan Pemilu (Prayudi, 2018). Lebih jauh, keseriusan memikirkan kebijakan kependudukan juga penting bagi kepentingan pemerintah untuk memperbarui dan menjaga data kependudukan agar tidak jatuh ke tangan kepentingan tertentu di luar konteks Kepemiluan.
Keseriusan juga ditemui di dalam kebijakan asuransi kesehatan. Hal ini tidak terlepas dari kewajiban pemerintah untuk memberikan jaminan sosial pokok bagi semua orang dan memberikan standar kehidupan yang memadai kepada semua orang agar dapat memperoleh layanan kesehatan serta kesejahteraan (Direktorat Perlindungan dan Kesejahteraan Masyarakat Bappenas, 2014). Jangkauan semua orang mengharuskan pemerintah untuk melakukan pendataan kependudukan dengan sistematis dan masif dengan menempatkan pendudukan tidak hanya dengan identitasnya, tetapi juga dengan tingkat ekonomi.
Ditinjau dari contoh-contoh tersebut, dapat terlihat bahwa pemerintah perlu melakukan pendataan kependudukan secara masif, cepat, dan tepat. Data-data tersebut akan sangat penting bagi pemerintah untuk memperbarui data dalam konteks peningkatan DPT di dalam Pemilu, termasuk memberikan perlindungan sosial kepada penduduk. Kebutuhan data kependudukan secara cepat, tepat, dan luas ini dapat dipecahkan melalui pemanfaatkan big data.
Pemanfaatan big data di dalam Kebijakan Kependudukan merupakan cara pandang baru di dalam kebijakan kependudukan. Cara pandang ini memungkinan pemerintah untuk mengawasi penduduknya secara real-time. Sebagai contoh, penelitian Firdaus & Wijayanto (2020) menunjukkan bahwa utilitas big data, seperti mobilitas penduduk berbasis ponsel, dapat digunakan untuk melihat kepatuhan individu terhadap protokol kesehatan di masa pandemi COVID-19. Penelitian ini memperlihatkan bahwa pemanfaatan big data sangat bermanfaat untuk melihat bagaimana efektifitas kebijakan lainnya telah berjalan, dalam hal ini adalah protokol kesehatan COVID-19. Dengan demikian, pemanfaatan dan pembangunan big data ini penting untuk dikembangkan di dalam kerangka Kebijakan Kependudukan.
Secara garis besar, tulisan ini mencoba untuk mengupas pemanfaaatan big data di dalam Kebijakan Kependudukan melalui beberapa tiga hal. Pertama, potensi pemanfaatan big data melalui media sosial dan ponsel sebagai pembangunan Kebijakan Kependudukan. Kedua, tulisan ini akan menggunakan contoh kebijakan pensiun sebagai dasar penjelasan bagaimana big data digunakan. Ketiga, tulisan ini menekankan pentingnya membangun demografi digital sebagai penerjemahan produk dari big data. Pembangunan demografi digital ditujukan tidak hanya untuk kepentingan membangun data hidup, tetapi juga menunjukkan bahwa kebijakan berbasis data multilinier akan menghasilkan kebijakan yang komprehensif dengan mengambil contoh mengenai pensiun.
Pemanfaatan Big Data
Pemanfaatan big data dapat dijadikan pijakan untuk keperluan memantau pelaksanaan kebijakan. Utilisasi big data ini tidak terlepas dari beberapa hal. Pertama, peristiwa kependudukan hampir terjadi setiap hari pada spektrum yang luas, baik sosial maupun ekonomi. Dinamika setiap hari ini tidak bisa lagi direspons dengan Kebijakan Kependudukan yang manual.
Kedua, hampir setiap penduduk dunia terhubung dengan internet dan memiliki ponsel sendiri. Data dari We Are Social (2021) menyebutkan bahwa per Januari 2021, terdapat sekitar 4,66 miliar orang di seluruh dunia menggunakan internet, naik 316 juta (7,3 persen) sejak tahun lalu. Data tersebut juga memaparkan bahwa pada tahun yang sama, pengguna ponsel mencapai 5,22 miliar orang dengan pertumbuhan sebesar 1,8 persen (93 juta) sejak Januari 2020. Sementara itu, pengguna media sosial juga meningkat sebesar 490 juta selama 12 bulan terakhir dan menjadi sebanyak 4,20 miliar pengguna.
Data-data tersebut menunjukkan bahwa terdapat potensi besar untuk mencermati dinamika kependudukan melalui pengawasan terhadap aktivitas-aktivitas sosial penduduk di media sosial dan ponsel. Langkah ini memungkinkan untuk dilakukan, mengingat internet, ponsel, dan media sosial memiliki tautan satu sama lain. Ketiganya tidak jarang melakukan pembaruan berkala terhadap aktivitas sosial penggunanya dan akan menanyakan keaktifan pemilik akun ketika tidak aktif selama beberapa hari atau minggu.
Ketiga, basis pembangunan big data dapat memperkuat kebijakan berbasis data. Hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa big data mampu merangkum berbagai jenis data yang saling terkait ke dalam suatu klaster kebijakan. Klaster kebijakan dipahami sebagai serangkaian data yang terkait satu sama lain, memiliki kesamaan pola, dan dapat ditarik benang merahnya di dalam kerangka geografis dan organisasi yang saling terhubung dengan aktor-aktor terkait (The Innovation Policy Platform, 2010). Hal ini penting untuk membangun mekanisme situasional. Ketika nantinya big data dalam sektor kependudukan dapat dikembangkan, maka mekanisme kependudukan didasarkan kepada situasi penduduk itu sendiri. Misalnya, untuk melihat diferensiasi pendapatan berdasarkan gender, maka data digital kependudukan melalui sosial media berupa pengeluaran belanja daring, data perbankan elektronik, dan data kependudukan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dapat dikombinasikan. Dengan demikian, kebijakan yang diambil bisa komprehensif.
Setelah mencermati utilitas big data tersebut, maka sebenarnya terdapat beberapa peluang pengembangan big data. Di dalam tulisan ini, akan dijelaskan potensi big data sebagai basis pengembangan kebijakan pensiun dan pembangunan demografi digital.
Kebijakan Pensiun
Pengembangan big data pada akhirnya juga penting bagi pembangunan manusia secara langsung. Hal ini penting karena bagi negara-negara berkembang, kebijakan pensiun sering tidak sesuai dengan pengabdian dan kinerja seseorang. Oleh sebab itu, seseorang terpaksa untuk terus memperpanjang karirnya seumur hidup. Padahal, bisa jadi perpanjangan masa karir tidak sesuai dengan produktivitas orang tersebut. Hal ini berbeda dengan sistem di negara-negara maju di mana penghargaan seseorang didefinisikan secara jelas sesuai dengan pengabdian dan kinerja. Dengan demikian, ketika memasuki masa pensiun, orang tidak memiliki kekhawatiran.
Fakta-fakta tersebut sebenarnya membuka celah bagi big data untuk dapat membangun literasi dan sekuritas pendapatan. Potensi risiko pendapatan dan pengeluaran melalui riwayat transaksi belanja daring misalnya, bisa dikoneksikan dengan gaji yang diterima oleh seseorang. Basis crossing data ini akan menjadi penentuan besaran take home pay seseorang beserta dengan peluang-peluang investasi ke depannya ketika orang tersebut pensiun.
Lebih lanjut, big data juga dapat dimanfaatkan untuk mengaitkan struktur finansial kebijakan pensiun dengan tingkat edukasi seseorang, termasuk tingkat kebutuhan seseorang, kesesuaian keterampilan seseorang dengan kebutuhan kerja terkini melalui data-data situs LinkedIn, misalnya. Dengan demikian, orang yang akan pensiun dapat direspons dengan investasi lainnya, salah satunya adalah dengan bekerja melalui platform digital sebagai pekerja lepas atau lazim disebut digital nomad.
Pembangunan Demografi Digital
Pembangunan demografi digital juga merupakan salah satu pengembangan yang dapat dilakukan dengan basis big data. Hal ini tidak terlepas dari urgensi pembangunan big data dan perumusan kebijakan berbasis data. Lebih jauh, pembangunan demografi digital diperlukan untuk membuat kebijakan yang tidak hanya berbasis data, tetapi juga komprehensif.
Pembangunan demografi digital diperlukan untuk membangun data hidup dan merumuskan kebijakan berbasis data multilinier dan komprehensif. Pembangunan demografi digital mirip dengan sistem sekuritas sosial yang dibangun di Tiongkok. Sistem sekuritas sosial yang dibangun di Tiongkok berhasil menurunkan angka kemiskinan ketika penduduk-penduduk yang tidak terjangkau oleh kebijakan dan layanan publik di Tiongkok dapat diidentifikasi melalui lokasi terkini penduduk atau citra satelit untuk kemudian diintervensi kebijakan penanggulangan kemiskinan oleh Pemerintah Tiongkok (Primayanti et al., 2017).
Pemanfaatan ini dapat dilakukan di Indonesia, meskipun memang diperlukan batasan mengenai ranah privat dan publik beserta sekuritasnya. Ketiga hal tersebut membutuhkan kolaborasi antaraktor dalam membangun demografi digital agar domain privat dan public memiliki batas yang jelas, mengingat persoalan kependudukan juga merupakan permasalahan multisektoral.
Hal ini penting mengingat big data memiliki tren trafficking data. Oleh sebab itu, selain membangun kolaborasi untuk membuat platform demografi digital yang menerjemahkan big data, segmentasi atau diferensiasi kepentingan publik dan privat juga perlu diperhatikan.
Penutup
Kebijakan kependudukan tidak bisa didekati dengan cara-cara manual dan pendekatan linieritas. Kebutuhan untuk merespons dinamika kependudukan dan membangun kebijakan berbasis data yang responsif dapat dilakukan melalui pemanfaatan big data. Big data hadir untuk memberikan data komprehensif terhadap suatu permasalahan, tidak hanya isu. Masalah cenderung multisektoral, sehingga perspektif dan data juga harus multisektoral. Kemudian big data menawarkan itu.
Kebijakan pensiun di Indonesia menjadi suatu pembelajaran khusus saat pensiun tidak diantisipasi, misalnya bagaimana melakukan transfer produktivitas dan sekuritas finansial, hanya memikirkan kompensasi yang kadang hal itu jauh dari kontribusi, pengabdian, dan kinerja seseorang. Pada akhirnya, demografi digital dibangun sebagai landasan platform kebijakan kependudukan di masa depan. Kebijakan tersebut tidak melihat penduduk dalam satu dimensi, namun multidimensi yang membutuhkan respons yang juga multidimensional yang juga diramu dalam perspektif dan data di dalam kebijakan berbasis data.
Referensi
Alvarez-Diaz, M., D’Hombres, B., Ghisetti, C., Pontarollo, N., & Dijkstra, L. (2018). The Determinants of Population Growth and Density. In JRC Working Papers in Economics and Finance (Issue October).
Bongaarts, J. (1994). Population policy options in the developing world. In Science (Vol. 263, Issue 5148). .
Demeny, P. (1988). Social science and population policy. Population & Development Review, 14(3), 451–479.
Direktorat Perlindungan dan Kesejahteraan Masyarakat Bappenas. (2014). Perlindungan Sosial di Indonesia: Tantangan dan Arah ke Depan. In Bappenas.
Firdaus, Z. F., & Wijayanto, A. W. (2020). Tinjauan Big Data Mobilitas Penduduk Pada Masa Social Distancing Dan New Normal Serta Keterkaitannya Dengan Jumlah Kasus Covid-19. Seminar Nasional Official Statistics, 1, 265–272.
Prayudi. (2018). Mengapa Masalah Dpt Terus Terjadi? In Info Singkat: Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual dan Strategis: Vol. X (Issue 18).
Primayanti, L., Fasisaka, I., & Nugraha, A. (2017). Strategi Pemerintah Tiongkok Dalam Mengentaskan Kemiskinan Dan Kelaparan Yang Ekstrim Sebagai Target Pertama Mdgs. Jurnal Hubungan Internasional, 1(1).
The Innovation Policy Platform. (2010). Cluster Policies.
We Are Social. (2021). Digital 2021: The Latest Insights into the “State of Digital.”
*Satria Aji Imawan, M.P.A. | Pengamat Kebijakan Publik UGM, Dosen dan Staf Akademik di Magister Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan UGM | Ilustrasi: M. Affen Irhandi/PSKK UGM | Editor Bahasa: Rinta Alvionita
*Tulisan ini merupakan refleksi dari pemaparan hasil penelitian terkait Anticipating the Future pada APA Conference 2021