Pandemi COVID-19: Bangkitnya Teori Malthus? | oleh: Sumini

09 September 2021 | media_cpps
Artikel, Esai & Opini, Main Slide

Yogyakarta, PSKK UGM – Saat ini dunia belum terbebas dari pandemi COVID-19, bahkan kasusnya masih menunjukkan peningkatan di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Kekhawatiran nyata dari lonjakan kasus tersebut adalah lumpuhnya layanan medis, akibat terbatasnya kapasitas sarana dan sumberdaya medis dalam menangani pasien. Jika hal tersebut terjadi, maka persoalan tingginya tingkat kematian akibat COVID-19 maupun penyakit lain yang tidak tertangani menjadi tak terhindarkan. Hingga akhir Agustus 2021, tingkat kematian akibat COVID-19 sebanyak 4,51 juta jiwa. Kasus COVID-19 di Indonesia mencapai 4,08 juta jiwa dengan angka kematian sebanyak 132 ribu jiwa.

Tingginya angka kematian yang terjadi selama pandemi akan memengaruhi jumlah dan struktur penduduk di bumi. Pada awal pandemi, misalnya, kematian akibat COVID-19 banyak terjadi pada kelompok usia lanjut, sehingga dapat mengubah komposisi penduduk di suatu wilayah. Catatan resmi perubahan struktur penduduk akibat pandemi COVID-19 itu belum diteliti secara rinci dan datanya belum dirilis karena banyaknya energi dan sumberdaya yang terserap untuk menangani COVID-19. Saat ini kematian akibat COVID-19 tidak lagi terjadi pada kelompok umur tertentu, tetapi terjadi di hampir semua kelompok umur, sehingga publik semakin cemas dan khawatir, terutama terkait tingginya tingkat kematian yang akan mengurangi jumlah penduduk.

Dalam situasi seperti ini, terlintas teori lama yang dikemukakan oleh Thomas Malthus. Di akhir abad ke-17 (1798), Malthus menulis pendapatnya dalam sebuah artikel provokatif berjudul An essay in the principle of population as it affects the future improvement of society. Malthus mengkhawatirkan ketidakseimbangan antara pertumbuhan penduduk yang terus bertambah dengan ketersediaan pangan. Malthus mengistilahkan pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur (misal dari 2 menjadi 4, dari 4 menjadi 8, dari 8 menjadi 16 dan seterusnya) tidak akan terdukung oleh kemampuan produksi pangan yang pertumbuhannya mengikuti deret hitung (misal dari 1 menjadi 2, 3, 4, dst). Kemudian Mathus menganalisis bahwa ketika jumlah penduduk semakin banyak, maka persaingan antarindividu semakin ketat. Situasi ini akan semakin parah dengan hadirnya faktor-faktor yang mendatangkan bencana, seperti musim penyakit, epidemi, serta wabah bencana yang dapat menghilangkan penduduk. Malthus menyarankan dua hal untuk menjaga keseimbangan laju pertumbuhan penduduk dengan ketersediaan pangan, yaitu preventive check dan positive check. Preventive check merupakan upaya yang dilakukan agar pertumbuhan penduduk tetap terkendali, seperti menghindari perkawinan dan membatasi jumlah kelahiran. Adapun positive check adalah pengendalian pertumbuhan penduduk melalui cara-cara ekstrim, seperti peperangan, wabah penyakit dan epidemi, kemiskinan, serta kelaparan.

Dalam konteks pandemi COVID-19 dan kematian yang terjadi, diperlukan kehati-hatian untuk mengartikan pandemi sebagai salah satu positive check. Terlebih pemerintah di berbagai negara telah melakukan upaya preventive check. Di Indonesia, pemerintah telah melakukan pencegahan untuk menekan penyebaran COVID-19. Terhitung sejak dinyatakan sebagai pandemi oleh kepala negara pada Maret 2020, pemerintah telah memberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kebijakan tersebut menjadi dasar bagi pembatasan kegiatan sosial masyarakat di ruang publik, seperti pendidikan dan sebagian pekerjaan yang diselenggarakan secara daring. Pada moda transportasi, pembatasan dilakukan dari sisi kapasitas penumpang dan intensitas pengoperasionalannya, sedangkan pada tempat-tempat ibadah dengan cara tidak menyelenggarakan kegiatan ibadah keagamaan. Pembatasan juga beroperasi pada sektor-sektor strategis, seperti kesehatan, ekonomi dan bahan pangan, bahan bakar minyak dan gas, serta kebutuhan dasar lainnya. Pembatasan-pembatasan tersebut masih berlaku hingga saat ini dengan memperhatikan kasus COVID-19 yang terjadi di unit desa dan kecamatan. Apabila di desa dan kecamatan tidak ditemukan kasus COVID-19, maka kegiatan di ruang publik dapat diselenggarakan. Sebaliknya, apabila ditemukan kasus COVID-19, maka kegiatan di ruang publik akan dibatasi. Sejalan dengan pembatasan kegiatan sosial, pemerintah melakukan langkah-langkah strategis lain berupa penyiapan rumah sakit darurat COVID-19, tempat isolasi bagi penderita COVID-19, pendirian shelter, dan tes deteksi COVID-19. Secara nomenklatur dan implementasi, pembatasan tersebut terus diperbarui sesuai dengan perkembangan COVID-19 yang ada di masyarakat. Dengan demikian, tidak ada pembiaran atas merebaknya virus COVID-19. Pemerintah telah melakukan upaya pencegahan (preventive check) agar angka kesakitan dan kematian akibat COVID-19 dapat ditekan, sehingga faktor dan mekanisme alam yang mungkin bekerja untuk mencapai keseimbangan tidak berjalan sendiri. Hal ini memunculkan prinsip “Yang kuat, yang akan bertahan hidup” sebagai turunan positive check tidak ditemukan.

Positive check, sebagaimana penalaran Malthus, adalah bekerjanya variabel-variabel yang memengaruhi pertumbuhan penduduk dan tidak dikontrol. Hal ini berarti ada kesan pembiaran hingga tercipta evolusi yang ditandai oleh bertahannya penduduk yang kuat, sedangkan penduduk yang kalah bersaing akan punah. Pandemi yang masih berlangsung saat ini tidak serta-merta dapat dikatakan sebagai “bangkitnya Malthus” untuk mencapai keseimbangan, sebab ada upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak kematian akibat pandemi. Ada upaya lockdown untuk membatasi pergerakan manusia untuk menekan penyebaran virus COVID-19. Ada upaya pemberian vaksin untuk menciptakan kekebalan di masyarakat dan pendirian rumah sakit darurat untuk menangani COVID-19. Seandainya tanpa upaya-upaya preventif tersebut, COVID-19 mungkin telah menyebar lebih masif dan mengakibatkan kematian dalam jumlah yang lebih besar. Dengan demikian, teori Malthus yang menyebutkan bahwa untuk mendapatkan kesimbangan antara jumlah penduduk dan ketersediaan pangan dapat ditempuh melalui positive check tidak ditemukan dalam pandemi COVID-19.

Referensi

Malthus. 1798. An Essay in the principle of population as it affects the future improvement of society. London. (http://www.ac.wwu.edu/~stephan/malthus/malthus.0.html; November 10, 2004)

A. Mukhopadhyay, Malthus. [2003]. Population Theory.  An  Irony  in  the  Annals  of  Science,  Breakthrough,  vol.10,  no.3

 

*Sumini, S.Si., M.Si. | Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM | Ilustrasi: M. Affen Irhandi/PSKK UGM