Yogyakarta, PSKK UGM – Pelayanan publik yang berkualitas merupakan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Indikator utamanya adalah kepuasan masyarakat. Pada era otonomi daerah seperti saat ini, pemerintah terlebih dahulu harus menegaskan pembagian kewenangan antartingkat pemerintahan baik pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota guna mendorong perbaikan tata kelola data, khususnya yang memiliki implikasi terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, Dr. Agus Heruanto Hadna dalam Diskusi Kelompok Terarah (FGD) “Optimalisasi Pelayanan Administrasi Kependudukan di Daerah Istimewa Yogyakarta” yang diselenggarakan oleh Biro Tata Pemerintahan, Sekretariat Daerah DIY di Komplek Kepatihan, Kamis (2/6).
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan sudah membagi kewenangan pemerintah daerah dalam menangani adminduk. Ada beberapa fungsi koordinasi penyelenggaraan adminduk yang dijalankan bersama, baik di provinsi maupun kabupaten/kota. Ada pula beberapa fungsi yang berbeda, misalnya pada tingkat provinsi melakukan bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan pendaftaran penduduk dan catatan sipil, sementara pada tingkat kabupaten/kota cenderung lebih teknis, seperti melaksanakan kegiatan pelayanan masyarakat di bidang adminduk serta menugaskan level desa untuk melaksanakan sebagian urusan adminduk sesuai dengan tugas pembantuannya.
Bagi Hadna, pembagian kewenangan di antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota sebetulnya perlu diperinci lagi. Untuk pemerintah provinsi misalnya, menyusun kajian strategis kependudukan yang menjadi dasar kebijakan kependudukan provinsi dan kabupaten/kota, menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) pelayanan adminduk, dan melakukan pemantauan dan penilaian (monitoring and evaluation) terhadap pelayanan adminduk kabupaten/kota.
“Pada pemerintahan di level kabupaten/kota, seperti biasanya melakukan pelayanan adminduk seperti penerbitan E-KTP, Kartu Keluarga, Akta Pencatatan Sipil, pelayanan perpindahan penduduk antardaerah dan antar negara, pelayanan penduduk di daerah perbatasan, dan lainnya. Selain itu kewenangan untuk menyusun basis data kependudukan pada level kabupaten/kota,” kata Hadna.
Adanya pembagian kewenangan yang tegas, menurut Hadna, akan memudahkan proses pengelolaan data kependudukan. Tata kelola data kependudukan kemudian bisa disusun mulai dari kewenangan pemerintah provinsi untuk menyusun instrumen dan metode penelitian. Instrumen dan metode penelitian tersebut akan menjadi dasar yang penting bagi pemerintah kabupaten/kota dalam melakukan penellitian guna penyusunan basis data kependudukan.
Penelitian untuk pembaruan data atau updating data bisa dilakukan misalnya dua tahun sekali. Pembaruan data ini melekat pada proses layanan adminduk dengan syarat, masyarakat bertindak aktif melaporkan setiap perubahan data kependudukan. Pemerintah kabupaten/kota kemudian bisa melakukan sendiri atau bisa mendelegasikan penelitian untuk pembaruan data itu kepada kader desa yang telah terlatih dengan memanfatkan anggaran Dana Desa misalnya.
Hadna menambahkan, akan lebih baik pula jika dibangun sistem online di antara kecamatan dengan kabupaten/kota maupun provinsi untuk mengetahui data kependudukan. Dengan fasilitas telpon seluler atau media sosial misalnya, desa bisa melaporkan data ke kecamatan.
“Pencatatan data atau data entry serta pengolahannya bisa dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota, sementara untuk analisis dan penyusunan data kependudukan dilakukan pada tingkat provinsi,” jelas Hadna.
Pada saat tata kelola data serta kualitas data yang dihasilkan baik, maka pemerintah bisa kemudian mengembangkan parameter kepuasan masyarakat yang lebih tepat. Parameter inilah yang diturunkan dalam bentuk Standar Pelayanan Minimum (SPM) atau bisa juga berbentuk SOP. SOP pelayanan publik pada umumnya berisi tentang 1) ruang lingkup, 2) visi, misi, tujuan, strategi, 3) target layanan yang biasanya dituangkan dalam bentuk angka yang terukur, 4) persyaratan dan prosedur layanan, 5) hak dan kewajiban penyedia layanan dan pengguna layanan, 6) sistem dan manajemen keluhan, serta 7) sanksi baik bagi penyedia dan pengguna layanan apabila terjadi pelanggaran. [] Media Center PSKK UGM | Photo/Mobil Layanan Administrasi Kependudukan di Solo/beritadaerah.co.id