JAKARTA, KOMPAS — Politik lokal menjadi salah satu penyebab sulitnya penyelesaian batas antardaerah otonom. Hingga kini masih ada 656 segmen batas daerah, sekitar 80 persennya batas antarkabupaten/kota, yang belum tuntas. Kementerian Dalam Negeri menargetkan seluruh batas itu tuntas akhir tahun ini.
”Contohnya, batas Kabupaten Agam dan Kota Bukittinggi yang lama belum tuntas. Setelah dicek, ada kepala daerah yang ingin daerah itu tetap jadi wilayahnya karena pendukungnya banyak di situ. Jika itu dimasukkan ke pemda lain, kepala daerah sulit terpilih lagi saat pemilu,” ujar Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, baru-baru ini.
Dia menyampaikan hal itu saat pemaparan hasil program dan pembangunan tahun anggaran 2014 serta konsolidasi program pemerintahan umum 2015 lingkup Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Menurut Tjahjo, politik lokal yang mempersulit penyelesaian batas daerah tidak hanya terjadi di Agam dan Bukittinggi, tetapi juga di banyak daerah lain.
Faktor sumber daya alam
Selain politik lokal, penyebab lain ialah karena di daerah yang disengketakan juga ada sumber daya alam. Akses ke daerah yang disengketakan, yang kerap sulit dijangkau, jadi penyebab lain. Padahal, untuk menegaskan batas wilayah antardaerah, tim harus mengecek langsung ke lokasi.
Meski demikian, lanjut Tjahjo, pihaknya akan tetap menyelesaikan seluruh batas daerah itu sesuai aturan. Dia berjanji pihaknya tidak akan diintervensi kepentingan politik lokal ataupun masalah perebutan sumber daya alam. Selain itu, kendala akses juga tidak akan menjadi penghalang demi segera tuntasnya masalah batas daerah. ”Saya menargetkan seluruh masalah batas daerah itu sudah bisa tuntas akhir tahun ini,” kata Tjahjo.
Direktur Jenderal Pemerintahan Umum Kemendagri Agung Mulyana mengungkapkan, pihaknya menambah satu subdirektorat (subdit) untuk mengejar target yang dipatok Mendagri. Dengan begitu, kini ada tiga subdit yang jumlah personelnya sekitar 45 orang yang fokus menyelesaikan batas-batas daerah.
Namun, dia berharap setiap pemda yang batas daerahnya masih belum tegas pun diminta ikut proaktif menyelesaikannya. ”Peran aktif gubernur juga sangat diharapkan karena sekitar 80 persen batas daerah yang belum tuntas itu batas daerah antarkabupaten/kota. Gubernur wajib memfasilitasi penyelesaian batas-batas daerah itu,” katanya.
Agung menyebutkan, sekitar 50 persen dari batas daerah yang belum tuntas merupakan masalah lama sebelum era otonomi daerah tahun 1999. Sisanya muncul setelah otonomi daerah ketika banyak pemekaran provinsi dan kabupaten/kota. (APA)
*Sumber: Harian Kompas, 16 Februari 2015 | Ilustrasi tapal batas/