Bisnis.com, JAKARTA — Tren melambatnya penurunan jumlah penduduk miskin yang terjadi hingga September 2014 berpotensi berbalik naik awal tahun ini, dipicu kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi pertengahan November 2014.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo mengatakan potensi kenaikan itu sudah terlihat dari dampak perubahan upah buruh tani dan upah buruh bangunan per Desember 2014.
Jadi kalau upah buruh tani riil Desember kan turun itu indikasi penduduk miskin naik di Desember. Sementara itu, upah buruh bangunan nominalnya naik, tapi riilnya juga turun setelah faktor inflasi, kata dia akhir pekan lalu.
Dalam rilis terbaru BPS, upah buruh tani pada Desember 2014 secara nominal Rp 45.491 per hari atau naik 1,03% dari bulan sebelumnya Rp 45.026. Namun, secara riil berada pada posisi Rp 37.839 atau turun dari nominal juga turun 1,63% dari posisi upah riil bulan sebelumnya Rp 38.466.
Menurut Sasmito, angka tersebut mengindikasikan adanya penambahan jumlah penduduk miskin di tingkat pedesaan karena inflasi di pedesaan 2,72% lebih tinggi dari inflasi perkotaan 2,46% yang berimbas pada penurunan daya beli.
Sementara untuk perkotaan, lanjutnya, salah satunya bisa dilihat dari upah buruh bangunan. Secara nominal, rata-rata upah buruh bangunan Desember 2014 Rp 77.682 atau naik 0,81% dibanding bulan sebelumnya Rp 77.056. Sayangnya, secara riil akibat tergerus inflasi upah buruh bangunan juga turun menjadi Rp 65.279, lebih rendah pula dibandingkan November 2014 Rp 66.348.
Kepala BPS Suryamin mengimbau agar pemerintah mampu mengendalikan inflasi agar tingkat kemiskinan tahun ini tetap menurun walaupun melambat karena tingkat kemiskinan saat ini sudah masuk kategori inti hard core yang sulit diturunkan secara signifikan.
"Untuk Maret 2015 harus hati-hati karena sudah ada efek BBM," ujarnya.
Jumlah penduduk miskin pada September 2014 mencapai 27,73 juta orang atau berkurang 0,55 juta orang dibandingkan Maret 2014. Melihat perkembangan tingkat kemiskinan dari 2009, tren penurunan yang mendominasi.
Namun demikian, berkaca dari pengalaman sebelumnya, lanjut Suryamin, akibat kenaikan harga BBM bersubsidi pada Juni 2013, tingkat kemiskinan di Indonesia pun naik. Kondisi ini terlihat pada September 2013, jumlah penduduk miskin 28,60 juta orang atau mengalami kenaikan dibandingkan Maret 2013 yang hanya 28,17 juta orang.
Menurutnya, skema subsidi tetap awal tahun ini, yang berimplikasi pada penurunan harga BBM akan sedikit membantu dari sisi inflasi namun tidak secara penuh karena harga transportasi dan kebutuhan pokok lainnya yang sudah naik belum tentu ikut turun.
"Bantalan sosial dan pengendalian harga itu penting," tegas dia.
Deputi Bidang Statistik Sosial Wynandin Imawan mengungkapkan pemerintah harus mengambil kebijakan yang mampu meningkatkan pendapatan dan mengurangi beban. Walaupun belum menjamin, beberapa kartu yang diluncurkan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu dinilai mampu sedikit menolong dalam jangka panjang jika akumulasi totalnya mampu melebihi tingkat inflasi. Karena kapasitas mereka tidak mencukupi untuk meningkatkan pendapatan di atas inflasi, ungkapnya.
Penduduk miskin Indonesia saat ini, sambungnya, mayoritas berumur lebih dari 49 tahun dengan pendidikan SD ke bawah. Mayoritas dari mereka berprofesi sebagai petani gurem yang dalam perkembangannya menghadapi penyempitan lahan.
Selain itu, Wynandin mengatakan akses penduduk miskin ke permodalan juga masih sangat rendah. Kondisi inilah yang secara tidak langsung menghambat keluarnya penduduk miskin dari garis kemiskinan.
Apalagi, garis kemiskinan selama periode Maret 2014 sampai September 2014 naik 3,17%, yakni dari Rp 302.735 per kapita per bulan pada Maret 2014 menjadi Rp 312.328 per kapita per bulan pada September 2014. Dengan naiknya garis kemiskinan, potensi kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pun ikut besar. [] Kurniawan Agung Wicaksono
*Sumber: Bisnis Indonesia | Photo: Berita daerah