JAKARTA, KOMPAS — Puncak bonus demografi pertama yang ditandai banyaknya jumlah penduduk usia produktif terjadi tahun 2028-2031. Setelah itu, jumlah penduduk lanjut usia melonjak. Jumlah lansia yang besar itu bisa memberi keuntungan bagi Indonesia jika mereka tangguh, sehat, dan produktif di hari tua.
”Jika (penduduk) lansia bisa dipertahankan tetap produktif, itu akan jadi bonus demografi kedua,” kata Pelaksana Tugas Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Fasli Jalal, di Jakarta, Selasa (2/12).
Untuk menjadikan lansia tetap produktif, dibutuhkan persiapan panjang. Kurang gizi pada ibu hamil dan janin meningkatkan risiko penyakit degeneratif saat tua.
Lansia yang tangguh juga butuh lingkungan sehat selama masa produktif sehingga usia harapan hidup terus meningkat. Ketersediaan layanan, fasilitas, dan asuransi kesehatan mutlak diperlukan agar kesehatan mereka terjaga.
Jika persiapan mewujudkan lansia tangguh itu tak segera dilakukan, Indonesia akan memanen lansia dengan banyak penyakit. Lansia yang tidak mampu mengurus dirinya akan membebani ekonomi keluarga dan bangsa. Dampak baliknya, negara akan sulit menjamin kehidupan lansia yang layak dan bermartabat.
Saat ini, ada 18 juta lansia di Indonesia. Jumlah itu naik jadi 41 juta jiwa pada 2035 dan lebih dari 80 juta jiwa pada 2050. Pada tahun 2050, satu dari empat penduduk Indonesia adalah lansia. Pada saat itu akan lebih mudah menemukan lansia dibandingkan bayi dan anak balita.
Persentase penduduk lansia di DI Yogyakarta tahun 2010 sudah lebih dari 13 persen. Sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah lansia yang lebih dari 12 persen dalam satu komunitas menunjukkan populasi itu telah menua. Kondisi itu butuh perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat.
Kota ramah lansia
Kepala Pusat Kajian Kelanjutusiaan Universitas Indonesia Tri Budi W Rahardjo mengatakan, agar tetap bisa produktif, penduduk lansia butuh lingkungan sosial dan fisik yang mendukung untuk beraktivitas.
Secara sosial, masyarakat harus bisa menerima warga lansia dengan segala kekurangannya dan memberi kesempatan yang sama agar mampu mengekspresikan emosi. Warga lansia juga harus diberi kesempatan kerja serta mendapat informasi memadai tentang kelanjutusiaan.
”Dukungan sosial bagi lansia di Indonesia masih baik,” ujarnya.
Ke depan, jumlah anggota keluarga yang mampu merawat lansia akan kian berkurang. Oleh karena itu, sistem perawatan pengantisipasi makin banyaknya lansia yang harus hidup sendiri perlu segera ditata. Pendidikan perawat khusus lansia pun perlu disiapkan dari sekarang.
Adapun untuk lingkungan fisik, Ketua Jakarta Consulting Group AB Susanto mengatakan, hingga kini belum ada satu pun kota di Indonesia layak dihuni lansia. Kota Malang, Yogyakarta, Jakarta, dan Denpasar punya peluang besar ditata agar nyaman bagi lansia.
Sebuah kota disebut layak bagi lansia jika memiliki banyak ruang publik yang bisa digunakan lansia bersosialisasi. Sistem transportasi, tangga masuk gedung perkantoran atau tempat umum, dan toilet juga perlu ditata dengan memerhatikan keterbatasan lansia.(MZW)
*Sumber: Harian Kompas 3 Desember 2014 | Ilustrasi Lansia: WordPress