Berkat revolusi demografi yang terjadi sejak tahun 1970-an, Indonesia mengalami proses penyesuaian kependudukan yang dahsyat. Pertumbuhan penduduk pernah mencapai hampir 2,5 pada tahun 1970-an persen dan menurun pada tahun 2000 menjadi sekitar 1,3 persen. Sekarang naik lagi menjadi sekitar 1,6 – 1,7 persen karena perhatian terhadap penanganan KB mengendur. Jumlah penduduk dewasa usia subur yang tadinya hanya sekitar 60-an juta pada tahun 1070-an, dewasa ini melonjak melebihi 175 juta jiwa. Keadaan ini sesungguhnya merupakan keuntungan besar kalau tingkat pendidikan tinggi dan sebagian besar pendudk mempunyai pekerjaan yang menguntungkan. Jumlah penduduk lanjut usia yang di tahun 1970-an hanya 2 juta jiwa, dewasa ini melonjak mencapai lebih dari 22 juta jiwa.
Dengan jumlah penduduk usia dewasa yang jumlahnya banyak itu sesungguhnya potensi sumber daya manusia di Indonesia sangat melimpah. Tetapi karena tingkat pendidikan dan ketrampilannya rendah, nilai produktifitasnya juga rendah. Kemampuannya untuk menangkap potensi pasar kerja yang makin modern juga relatif rendah, sehingga banyak peluang pembangunan padat modal dan padat tehnologi terpaksa lewat dan dimanfaatkan oleh tenaga yang berasal dari Negara tetangga.
Jumlah penduduk menganggur yang banyak sebagian besar terpaksa melanjutkan kerja di bidang pertanian di pedesaan yang tanahnya makin sempit. Dengan tingkat produktifitas rendah, sumbangannya pada kue pendapatan nasional juga rendah. Kaum perempuan pedesaan yang pendidikannya rendah tidak banyak menolong, dimasukkan sebagai ikut keluarga biasanya dianggap sebagai ibu rumah tangga yang tidak diperhitungkan pendapatannya untuk keluarga. Karena tingkat pendapatan keluarga yang rendah dan tugas mengandung dan melahirkan makin berkurang, kaum perempuan merasa perlu ikut serta dalam angkatan kerja. Tetapi karena kemahiran yang rendah maka banyak yang terpaksa bekerja dalam bidang jasa, baik di dalam maupun sebagai tenaga kerja di luar negeri.
Penduduk lanjut usia, karena revolusi demografi, usia harapan hidupnya bertambah tinggi. Tingginya usia harapan hidup itu karena tingkat kematian bayi, anak dan orang tua menurun, sehingga kalau pada tahun 1970-an rata-rata usia harapan hidup masih dibawah 50 tahun, dewasa ini sudah lewat dari 65 tahun, bahkan di banyak provinsi, kabupaten dan kota sudah mencapai 70- 71 tahun. Ini berarti bahwa penduduk lansia akan menjalani keadaan sebagai orang lanjut usia untuk waktu lama. Definisi dewasa ini, yang menyatakan usia lansia adalah mulai 60 tahun, berarti lamanya seseorang menjadi lansia bisa lebih dari 10 tahun. Dibandingkan keadaan tahun 1970-an bahkan sudah mengalami kenaikan selama lebih 20 tahun.
Untung saja bagi keluarga miskin dewasa ini sudah digulirkan jaminan sosial kesehatan yang dilayani oleh BPJS sehingga setiap keluarga bisa mendaftar pada BPJS. Keluarga miskin yang tercatat dalam catatan Dinas Sosial sebagai pendudk miskin dibebaskan dari pembayaran premi karena preminya dibayar oleh Negara. Bagi keluarga biasa, mendaftar pada BPJS diberlakukan sistem gotong royong pembayaran premi, agar siapapun yang terdaftar pada skim BPJS dijamin dari beban pembayaran rumah sakit apabila menderita sakit.
Bagi keluarga lansia atau penduduk lansia, biarpun kalau sakit bebas dari pembayaran biaya perawatan, tetapi keadaan sakit bagi penduduk lansia jauh lebih menderita dibandingkan penderitaan sakit orang muda karena komponen tubuh yang rentan. Oleh karena itu banyak lembaga atau organisasi lansia yang menganjurkan olah raga dan menjaga agar lansia tidak menjadi sakit sebagai program yang utama. Seorang lansia, karena tidak lagi banyak bergerak biasanya menjadi lemah dan bagian-bagian tubuhnya tidak berfungsi dengan baik. Karena itu kepada penduduk lansia dianjurkan untuk melakukan olah raga ringan secara teratur agar bagian-bagian tubuhnya tetap lentur dan tahan uji.
Lebih dari itu, sejak tahun yang lalu, organisasi lansia seperti PWRI, paguyuban lansia pensiunan pegawai negeri dan pegawai BUMN, serta organisasi lansia lain, sepakat agar setiap penduduk lansia tetap giat menyumbangkan tenaga dan pikiran membantu meningkatkan kesejahteraan bukan hanya sesama lansia, atau menghimbau semua kalangan untuk peduli lansia, tetapi mengajak penduduk lansia peduli terhadap tiga generasi.
Peduli tiga generasi artinya penduduk lansia memberi perhatian yang tinggi terhadap anak-anak balita, anak-anak usia sekolah dasar, dan anak-anak yang masih di sekolah menengah. Perhatian itu ditunjukkan misalnya dengan mensponsori pengembangan fasilitas PAUD untuk anak balita dan kalau perlu mengantar anak balita memasuki PAUD. Lansia mengantarkan dan menunggu anak balita di PAUD dan mengantar pulang karena orang tuanya bekerja keras meningkatkan kesejahteraannya.
Para lansia yang mempunyai usaha dan pengalaman luas berbagi pengalaman dengan penduduk dewasa agar ada kesinambungan antar generasi. Penduduk lansia bisa melanjutkan usaha dengan menyerahkan banyak kegiatannya kepada generasi dewasa sehingga produktifitas usahanya bisa tetap tinggi. Penduduk lansia bertindak sebagai pengasuh dengan pengalaman yang tinggi. Ada kesinambungan dengan yang lebih muda sehingga timbul penghargaan kepada generasi yang lebih tua.
Kondisi tetap melakukan kegiatan merupakan hiburan yang menarik sehingga lansia tidak perlu merasa tersisihkan, atau merasa tidak berguna. Untuk melatani lansia di rumah, disamping anggota keluarga perlu relawan khusus, atau tenaga sosial masyarakat yang melayani lansia di rumah masing-masing, agar lansia tetap nyaman tinggal bersama keluarga di rumah masing-masing. Selamat Hari Lansia Nasional. [] Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Umum DNIKS
*Sumber: Situs Pribadi Haryono Suyono, 19 Mei 2014 | Foto: Istimewa