Saat ini Indonesia memiliki pekerja usia lanjut yang paling banyak diantara delapan negara di Asia. Akan tetapi, angka ini masih bisa menurun seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Kenyataan ini menunjukkan bahwa alokasi dana simpanan rumah tangga memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan keamanan pendapatan di masa pensiun.
Manulife Asset Management telah mengeluarkan ulasan terbarunya, yang menganalisa tren partisipasi angkatan kerja usia lanjut di delapan negara yang berada di wilayah Asia, dan membandingkannya dengan hasil survei mengenai sikap terhadap pekerja lansia di negara-negara tersebut. Ulasan ini memperingatkan bahwa jumlah angkatan kerja lansia di Indonesia baru bisa benar-benar berkurang dalam waktu puluhan tahun, sampai terjadinya pemulihan tren urbanisasi dan berkurangnya populasi penduduk berusia lanjut.
Ulasan dengan judul Expectations vs Reality: Elderly Labour Force Participation and Retirement Income Security, melengkapi serial riset yang masih terus berlanjut dari Manulife Asset Management mengenai Aging Asia (Asia yang Menua). Ulasan ini menjelaskan bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja usia lanjut di Indonesia menduduki posisi tertinggi, yaitu sebesar 39,8%. Sebagian penyebabnya adalah karena program pensiun tradisional tidak lazim bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, yang memandang bahwa terus bekerja hingga masa tuanya merupakan hal yang wajar.
President International Asset Management, Manulife Asset Management, Michael Dommermuth mengatakan, Indonesia, seperti halnya Filipina, menjadi kasus yang menarik karena keduanya dalam tahap awal peralihan sistem perekonomiannya, dari perekonomian agraris ke perekonomian industri – populasi yang mayoritas berada pada masa transisi usia produktif hingga usia pensiun, menghasilkan tingkat pendapatan yang melebihi konsumsi – dan cenderung memiliki pertumbuhan ekonomi yang kuat dan peningkatan pendapatan per kapita dalam tahun-tahun mendatang.
“Karena jumlah pekerja usia lanjut cenderung mengalami penurunan seiring dengan pertumbuhan suatu negara, sepertinya sangat mungkin jika tingkat partisipasi angkatan kerja usia lanjut di Indonesia akan mengalami penurunan dalam beberapa tahun mendatang. Kami yakin hal ini harus terus dipantau dengan seksama, karena Indonesia mengalami peningkatan jumlah penduduk usia lanjut secara lebih cepat dari yang kita sadari dan pada akhirnya akan mencapai satu titik dimana angkatan kerja usia lanjut harus kembali bekerja untuk memenuhi beragam kebutuhan di masa pensiunnya,” ujar dia.
Kabar baiknya adalah sebagian besar masyarakat Indonesia bersedia untuk terus bekerja dalam usianya yang sudah lanjut. Dalam hasil survei Manulife Investor Sentiment Index (MISI)1 yang dikeluarkan baru-baru ini, 7 dari 10 responden di Indonesia menunjukkan bahwa mereka masih ingin bekerja secara paruh waktu maupun full-time dalam masa pensiunnya.
Namun, penting untuk dicatat bahwa keputusan untuk bekerja di masa pensiun hanya merupakan satu dari lima sumber pendapatan utama di masa pensiun yang telah diidentifikasi dalam serial Aging Asia, selain jaminan sosial dari pemerintah, dana pensiun, dukungan keluarga, dan pendapatan dari kekayaan rumah tangga.
Sebagai pensiunan kemampuan bekerja mereka terbatas oleh beragam faktor, mulai dari kendala kesehatan hingga ketersediaan lapangan kerja, oleh karena itu penting untuk memaksimalkan kelima faktor sumber pendapatan tersebut.
Presiden Direktur PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, Legowo Kusumonegoro menjelaskan, hasil riset Aging Asia kami mengungkapkan bahwa kekayaan rumah tangga dapat menjadi sumber pendapatan bagi para pensiunan untuk dimanfaatkan secara lebih efisien. Masyarakat Indonesia menyimpan sebagian besar dari kekayaan rumah tangganya di deposito perbankan yang memberikan imbal hasil yang kecil atau bahkan kehilangan daya belinya karena inflasi.
Lebih lanjut dia menuturkan, ini akan menjadi tantangan buat Indonesia, dimana dari hasil survei terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tercatat bahwa sebagian besar responden di Indonesia memiliki pengetahuan yang minim tentang produk dan jasa keuangan.
“Kami sarankan agar sebagian dari aset tersebut dialokasikan ke dalam investasi yang lebih produktif. Kami melayani para investor melalui enam Point of Sales and Services (POSS) di lima kota di seluruh Indonesia dan juga bekerja sama dengan 14 bank agen penjual efek reksa dana (APERD). Dengan demikian, kami berharap agar individu yang merasa tidak nyaman untuk melakukan investasi atau tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengikuti perkembangan pasar secara cermat, dapat memanfaatkan keahlian kami dalam hal investasi,” kata Legowo Kusumonegoro. []
*Sumber artikel: NERACA, 19 April 2014 | Sumber foto: istimewa