Yogyakarta, PSKK UGM – “Keluarga yang berkarakter adalah keluarga yang mampu memberikan rasa aman. Di dalam keluarga perlu ada upaya-upaya untuk membentuk karakter anak sehingga mereka bisa membawa diri, menjadi filter bagi dirinya sendiri ketika bergaul di tengah masyarakat,” ujar Dr. Setiadi, Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada saat acara talkshow "Dialog Publik" di TVRI Yogyakarta beberapa waktu lalu (16/7)
Kesadaran masyarakat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terutama soal pembangunan keluarga berkualitas dinilai kurang. Jika melihat indikator-indikator capaian keluarga berencana seperti AFSR (Age-Spesific Fertility Rate) misalnya, jumlah perempuan usia 15 tahun sampai 19 tahun yang melahirkan di Yogyakarta mengalami peningkatan. “Angka ini naik dari 30/1.000 menjadi 48/1.000. Artinya ada peningkatan sebanyak 18/1.000. Jadi bisa dibayangkan, ada begitu banyak perempuan yang melahirkan namun masih berusia di bawah 20 tahun. Ini jelas merupakan persoalan,” jelas Setiadi.
Tak hanya jumlah kehamilan perempuan usia dini, data jumlah pasangan usia subur kualitas rendah di DIY juga meningkat. Menurut Setiadi, ada cukup banyak jumlah pasangan usia subur yang tidak merencanakan keluarga dengan baik misalnya, dalam mengatur jarak kelahiran. Padahal pengaturan jarak kelahiran bertujuan untuk menjaga kesehatan ibu, selain untuk memastikan agar anak-anak mendapatkan perhatian dan pendidikan dengan baik.
Hal serupa juga disampaikan oleh Dra. Tjondrorini, M.Kes., Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi DIY yang hadir dalam talkshow bertema “Membangun Keluarga Kecil, Bahagia, dan Berkualitas” ini. Program dialog ini merupakan rangkaian acara peringatan Hari Keluarga Nasional 2013. Merencanakan keluarga yang baik menurut program dari BKKBN, antara lain merencanakan usia ideal pernikahan, usia ideal melahirkan, serta merencanakan jarak kelahiran antara anak yang satu dengan anak yang berikutnya.
“Tentu saja ini adalah jarak antara anak ke satu dengan anak kedua sesuai slogan “Dua Anak Cukup” tadi. Ini harus diatur sedemikian rupa agar seorang ibu bisa memberikan waktu serta perhatian penuh dalam menstimulasi tumbuh kembang anak yang dilahirkannya. Usia 0-5 tahun merupakan golden period anak-anak. Oleh karena itu, sebaiknya jangan sampai ada dua balita di dalam satu rumah atau keluarga. Harapannya, agar ibu optimal mengisi golden period ini dan terbentuklah anak-anak yang berkualitas, cerdas, serta sehat,” jelas Tjondrorini.
Merencanakan keluarga mungkin saja terlihat sepele tetapi ada pertimbangan makro terkait hal tersebut yang tak kalah penting untuk dipahami. Jumlah penduduk di Indonesia sudah dirasa sangat besar. Sensus penduduk pada 2010 menunjukkan, ada 237,6 juta penduduk dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,49 persen. Maka, setiap tahun pertambahan penduduk kira-kira mencapai 3,5 sampai 4 juta penduduk. Di lain sisi, daya dukungan lingkungan sesungguhnya sudah tidak memadai lagi. Begitu pula dengan hasil-hasil pertanian sebagai pasokan pangan bagi penduduk dunia yang tidak tersedia optimal.
“Alangkah baiknya jika kesadaran akan pentingnya merencanakan keluarga ini dilihat dalam kerangka yang lebih luas. Perlu dipertimbangkan dampak makro terhadap keputusan yang bersifat individual ini. Inilah yang kemudian perlu untuk kita sadari bersama,” ujar Setiadi lagi. []