Terkendala Kasus Korupsi, Pelayanan KTP Elektronik Harus Berjalan Profesional

28 Desember 2016 | admin
Berita PSKK, Kegiatan, Main Slide, Media, Workshop

Yogyakarta, PSKK UGM – Kepentingan masyarakat adalah yang utama di dalam pelayanan publik. Berbicara pelayanan publik, maka pemerintah dituntut untuk memiliki keberpihakan terhadap kepentingan masyarakat. Tak terkecuali dalam pelayanan Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau e-KTP.

Terlepas dari isu santer mengenai kasus penyelewengan dana pengadaan KTP elektronik di tingkat nasional, Kepala Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, Dr.soc.pol. Agus Heruanto Hadna, M.Si. menyampaikan, jangan sampai kasus tersebut mempengaruhi kinerja kementerian maupun dinas terkait di dalam memberikan pelayanan KTP elektronik kepada masyarakat. Pelayanan kepada masyarakat harus tetap dilakukan secara profesional. Cakupan perekaman KTP eletronik perlu terus diperluas. Bagaimanapun, basis data kependudukan yang tunggal melalui KTP elektronik merupakan kebutuhan mendesak.

“KTP sangat diperlukan karena selalu jadi syarat administratif utama, terlebih dalam waktu dekat ada banyak wilayah baik provinsi, kabupaten, maupun kota yang akan menyelenggarakan pemilihan kepala daerah. Penduduk membutuhkan KTP untuk menggunakan hak pilihnya,” kata Hadna dalam Lokakarya Pengelolaan Pengaduan Masyarakat: Pelayanan KTP Elektronik yang diselenggarakan PSKK UGM bersama Bagian Organisasi Pemerintah Kota Yogyakarta, Rabu (28/12) di Ruang Sekip, Gadjah Mada University Club Hotel.

Setidaknya ada 101 wilayah yang akan menyelenggarakan pilkada secara serentak pada 2017. Wilayah-wilayah tersebut terdiri dari 7 provinsi, 76 kabupaten, dan 18 kota. Hadna menambahkan, berpartisipasi aktif untuk memilih pemimpin merupakan hak warga negara dan pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak tersebut.

Peneliti PSKK UGM, Triyastuti Setianingrum, M.Sc. dalam kesempatan sama menceritakan, saat melakukan Survei Pengaduan Masyarakat 2015: Pelayanan KTP Elektronik di Kota Yogyakarta, tim peneliti masih bertemu warga yang belum punya KTP elektronik. Minimnya ketersediaan blangko dari pusat menjadi persoalan yang tidak bisa dihindari. Sebanyak 8 juta blangko diberitakan gagal lelang akhir tahun ini karena berpotensi terkait persoalan hukum. Pengadaan blangko baru bisa diselesaikan pada pertengahan 2017.

Tidak tersedianya blangko jadi persoalan utama dalam pelayanan KTP elektronik. Waktu pelayanan yang dijanjikan selesai satu hari tidak pernah bisa tercapai. Belum lagi persoalan sistem jaringan yang sering down semakin menambah lama waktu pelayanan. Warga banyak mengeluhkan. Hal ini sesuai pula dengan hasil survei bahwa lamanya waktu pelayanan merupakan indikator yang paling banyak dikeluhkan oleh warga Kota Yogyakarta. Nilai Indeks Pengaduan Masyarakat (IPM) indikator waktu pelayanan, yakni 32,19.

“Persoalan blangko dan jaringan berkaitan dengan kebijakan atau kewenangan dari pemerintah pusat sehingga seringkali dinas kependudukan dan catatan sipil di daerah tidak bisa berbuat banyak. Maka, jaringan yang lancar serta kepastian ketersediaan blangko sebetulnya harus bisa dijamin oleh pemerintah pusat,” kata Triyas.

Selain indikator waktu pelayanan, indikator lain yang seringkali dikeluhkan oleh masyarakat adalah kualitas cetakan kartu. Belum lama dicetak, kartu mudah rusak. Kualitasnya tidak sebaik kartu SIM C. Nilai IPM untuk indikator kualitas kartu KTP elektronik adalah 26,83 disusul kemudian indikator prosedur pelayanan, yakni 26,71.

Triyas mengatakan, warga masih mengeluhkan soal persyaratan yang berbeda. Regulasi pusat melalui Surat Kementerian Dalam Negeri Nomor 471/1767/SJ mendorong penyederhanaan prosedur, tapi tidak semua daerah menerapkannya. Beberapa daerah masih meminta warganya untuk menunjukkan surat pengantar dari RT/RW dan kelurahan/kecamatan untuk merekam KTP elektronik. Di Kota Yogyakarta misalnya, perekaman KTP elektronik masih didasarkan pada Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 90 Tahun 2012 yang mensyaratkan surat pengantar RT/RW. Beberapa pihak menilai surat pengantar masih relevan dan penting karena RT/RW haruslah mengetahui siapa saja warga yang tinggal di wilayahnya.

“Agar tidak simpang siur, maka regulasi pusat dengan daerah harus konsisten. Di Kota Yogyakarta, ini sudah menjadi usulan untuk dibahas dalam Program Legislasi Daerah 2017. Semoga bisa segera selesai sehingga warga mendapatkan kepastian informasi soal syarat pembuatan KTP elektronik,” kata Triyas lagi. [] Media Center PSKK UGM.