SPAK 2014: Lengkapi Data Rumah Tangga, TNP2K dan PSKK UGM Survey di Enam Provinsi

24 Oktober 2014 | admin
Kegiatan, Media, Pelatihan / Lokakarya

Yogyakarta, PSKK UGM – Penduduk di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, khususnya di wilayah perairan pernah dikabarkan belum menerima bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM). Penduduk yang tinggal di Kecamatan Muara Padang, Kecamatan Muara Sugihan, dan Kecamatan Banyuasin II ini kesulitan untuk menjangkau kantor camat yang jauh. Bahkan, jika dihitung, maka penduduk di Kecamatan Muara Sugihan sampai harus mengeluarkan biaya transportasi lebih tinggi dibanding jumlah dana BLSM yang akan diterima.

Persoalan serupa juga dihadapi oleh penduduk di Pulau Sangiang, Kabupaten Serang, Banten. Tingginya ongkos transportasi akhirnya mendorong PT. Pos Kota Cilegon “jemput bola”, mengantarkan bantuan langsung ke penduduk di Sangiang. Sementara di Kabupaten Jember, Jawa Timur, penduduk sampai menempuh jarak puluhan kilometer dari rumahnya untuk mendapatkan bantuan. Ada yang menggunakan kendaraan umum, sewa jasa ojek, sampai carter mobil.

Efektivitas cakupan dari program-program perlindungan sosial bagi masyarakat di Indonesia terus menjadi perhatian Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Salah satu hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program-program perlindungan sosial menunjukkan, rumah tangga miskin dan rentan miskin terutama yang tinggal jauh dari pusat kecamatan menghadapi kesulitan akses yang cukup kompleks. Sebagian akhirnya harus mengeluarkan biaya lebih untuk ongkos transportasi sehingga besar bantuan yang diterima tidak benar-benar utuh.

Di banyak negara berkembang, penggunaan teknologi informasi dinilai berhasil karena mampu mengurangi biaya pelaksanaan skema perlindungan sosial. Brasil misalnya, melalui program Bolsa Familia dinilai berhasil menurunkan biaya transaksi dari total 14,7 persen menjadi 2,6 persen dengan menggabungkan beberapa keuntungan program perlindungan sosial ke dalam satu kartu pembayaran elektronik.

Di Kolombia juga demikian. Pada Agustus 2006, sekitar sepertiga kotapraja di sana tidak memiliki akses ke perbankan. Pemerintah akhirnya merespon dengan pendirian Banca de las Oportunidades (BdO) yang bertujuan untuk mempromosikan akses layanan keuangan bagi masyarakat berpendapatan rendah. Pada 2013 lalu, sekitar 99 persen kotapraja disebut telah memiliki akses ke layanan keuangan yang memudahkan masyarakat memeroleh manfaat dari program perlindungan sosial.

Model terobosan ini tentu memerlukan data informasi personal yang jelas dan pasti sehingga dapat dibangun suatu sistem yang aman dari upaya peretasan, dan penyalahgunaan dana publik. Prosedur untuk mendapatkan informasi ini atau yang dikenal dengan KYC (know your customer), akan digunakan untuk verifikasi identitas penerima manfaat perlindungan sosial. Selain itu, diperlukan pula informasi mengenai tingkat pemahaman tentang penggunaan aplikasi telepon selular. Kedua keping informasi inilah yang belum tersedia di dalam Basis Data Terpadu (BDT) TNP2K.

Koordinator Bidang Evaluasi TNP2K Rizal Adi Prima saat training Survey Pencatatan Administrasi Kependudukan 2014 di LPP Convention Hotel Rabu (15/10) lalu mengatakan, BDT dikumpulkan pada tahun 2011, dan jumlahnya sekitar seperempat dari total jumlah penduduk Indonesia. Ada 100 juta basis data individu di BDT yang saat itu dikumpulkan dalam kurun waktu satu bulan oleh 120 ribu tenaga.

“Jadi bisa dibayangkan bagaimana proses pengumpulan data tersebut. Wajar jika kemudian ada cukup banyak kesulitan yang dihadapi terkait basis data. Misalnya, validitas nama. Harusnya namanya Eddy, namun yang tertulis Edi. Padahal, bisa jadi ada sepuluh orang bernama Edi di satu desa. Nah, saat program berjalan dibutuhkan informasi nama yang jelas dan pasti. Jangan sampai berbeda. Inilah kemudian kendala yang dihadapi,” ujar Riza.

Ke depan, program-program terkait pengentasan kemiskinan akan menggunakan fasilitas layanan perbankan. Penyaluran dana bantuan pemerintah melalui Layanan Keuangan Digital (LKD) ini dimulai dengan pilot project penyaluran dana Program Keluarga Harapan (PKH) pada akhir 2014 nanti. Kegiatan ini dilakukan dengan melibatkan koordinasi antara Bank Indonesia, Kementerian Sosial, Bappenas, TPN2K, serta bank-bank peserta pilot project.

“Untuk menggunakan fasilitas layanan perbankan ini membutuhkan keterangan identitas yang valid mulai dari nama, alamat, tempat tanggal lahir, nomor kartu identitas, dan lain sebagainya,” jelas Riza lagi.

Maka, dalam rangka mengumpulkan informasi guna melengkapi data rumah tangga yang telah ada di BDT, Kelompok Kerja Bidang Monitoring dan Evaluasi TNP2K dan Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada melakukan survey terhadap sekitar 2201 rumah tangga miskin yang terdata sebagai penerima Kartu Perlindungan Sosial (KPS), Survei dilakukan di Sumatera Utara, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Barat. [] Media Center PSKK UGM