Pengentasan Kemiskinan Perdesaan Masih Terkendala

28 November 2016 | admin
Arsip Media, Berita PSKK, Main Slide, Media

Yogyakarta, Koran Jakarta – Kesenjangan angka kemiskinan antara perdesaan dan perkotaan cukup tinggi. Rendahnya penguasaan lahan di sektor pertanian dan tingginya biaya sosial menjadi faktor utama penghambat penurunan angka kemiskinan di perdesaan.

Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sekitar 15,72 persen measyarakat perdesaan tinggal di bawah garis kemiskinan. Angka tersebut jauh lebih besar dibandingkan tingkat kemiskinan di perkotaan sebesar 9,23 persen.

Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Agus Joko Pitoyo menilai rendahnya penguasaan lahan di sektor pertanian menjadi hambatan utama upaya pemberantasan kemiskinan di perdesaan. Sebab, selama ini, mayoritas mata pencaharian utama penduduk perdesaan adalah bertani.

“Distribusi lahan pertanian sangat vital bahkan menjadi jaminan agar mereka bisa keluar dari jerat kemiskinan,” kata Joko saat memaparkan hasil penelitian di tiga desa di wilayah Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), beberapa waktu lalu.

Hasil riset, di Desa Banjararum, Banjarsari, dan Pagerharjo pada 2013 menunjukkan hanya 17 persen kepala rumah tangga miskin yang memiliki lahan sendiri, sedangkan 15 persen menyewa lahan. Sisanya, penduduk tidak memiliki lahan dan bekerja sebagai petani penggarap.

Luas lahan yang diusahakan juga masih sangat kecil, yaitu 0,14 persen hektar per rumah tangga. Proporsi rumah tangga miskin yang memiliki lahan lebih dari 1 hektar juga hanya 37 persen atau sekitar 38 kepala keluarga dari 103 rumah tangga yang memiliki lahan.

“Mereka inilah yang biasanya dapat keluar dari kemiskinana karena lahannya masih dapat diusahakan, sedangkan yang lainnya adalah petani gurem dengan penguasaan lahan kurang dari 0,5 hektar sehingga sulit untuk keluar dari kemiskinan,” ujar Joko.

Joko menambahkan, hambatan kedua dalam pengentasan kemiskinan di perdesaan adalah tingginya pengeluaran biaya sosial. Biaya sosial menjadi tinggi karena banyak rumah tangga menyelenggarakan acara selamatam atau syukuran pada beberapa bulan tertentu, menurut penanggalan Jawa.

Diversifikasi Pekerjaan

Uniknya, penduduk miskin perdesaan memiliki berbagai cara untuk bertahan hidup. Salah satunya dengan melakukan diversifikasi pekerjaan.

Menurut Joko, selain bertani, petani di perdesaan juga memelihara ternak. Hewan ternak itu dibeli saat kecil kemudian dipelihara dan dikembangkan jumlahnya untuk selanjutnya dijual, [] YK/E-10

*Sumber: Koran Jakarta (25/11) | Foto buruh tani/agrotani.com