Pacu Pembangunan Desa untuk Mengerem Urbanisasi | Koran Jakarta

22 Desember 2017 | admin
Arsip Media, Berita PSKK, Main Slide, Media

Perluas lapangan kerja di desa untuk mengurangi dorongan urbanisasi.
Urbanisasi identik dengan usaha mencari kesempatan untuk lebih produktif.

JAKARTA, Koran Jakarta – Pemerintah mesti memacu pembangunan perekonomian di perdesaan untuk menekan tingkat kemiskinan di desa guna mengatasi ketimpangan kesejahteraan penduduk desa dan kota yang selama ini menjadi pemicu urbanisasi.

Sebab, apabila laju perpindahan penduduk dari desa ke kota itu tidak dikelola dengan baik, berpotensi menimbulkan ketimpangan dan permasalahan di perkotaan meskipun di sisi lain juga berpeluang mendorong perekonomian.

Guru Besar bidang Sosiologi Ekonomi Unair Surabaya, Bagong Suyanto, mengemukakan pemerintah perlu mengatasi kesenjangan ekonomi dan sosial di desa dan kota melalui pembangunan perdesaan yang tepat sasaran untuk mengurangi dorongan penduduk desa melakukan urbanisasi.

“Tidak bisa dengan pendekatan pintu tertutup di kota, harus ditangani di hulunya, yakni membangun desa dan kota kecil agar tidak mendorong mereka urbanisasi,” kata dia, ketika dihubungi, Selasa (19/12).

Untuk itu, lanjut Bagong, kebijakan pemerintah harus lebih berpihak ke desa sehingga perlu dikembangkan kebijakan pembangunan wilayah inti berganda dan mendorong efektivitas pemanfaatan dana desa.

Menurut dia, pembangunan perdesaan sangat erat kaitannya dengan pembangunan sektor pertanian yang merupakan penyumbang tenaga kerja terbesar. Namun, kini kontribusi sektor itu terhadap perekonomian terus menurun.

“Ini sekaligus mengerem impor pangan agar pertanian dalam negeri punya kesempatan. Pendek kata, masyarakat desa harus dibuat lebih sejahtera,” tukas Bagong. Dia mengungkapkan penduduk desa cenderung memiliki kesejahteraan lebih rendah dibandingkan penduduk kota.

Persentase kemiskinan di perdesaan pada September 2016 tercatat mencapai 13,96 persen atau hampir dua kali lipat persentase penduduk miskin di kota sebesar 7,73 persen. Hal senada dikemukakan Kepala Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM, Agus Heruanto Hadna.

Menurut dia, hingga 2025, Indonesia masih akan menghadapi persoalan kependudukan seperti kualitas pendidikan dan kesehatan, kemiskinan dan ketimpangan, penyebaran penduduk, serta pengangguran.

Problemnya, menurut Agus, adalah pembangunan selalu bias kota dan tidak memperhatikan aspek masalah turunannya. Apabila urbanisasi terus dibiarkan, Indonesia akan menghadapi situasi sulit dengan demografi. “Kita mesti mendorong dana desa untuk penciptaan kerja di desa sehingga urbanisasi dicegah, persoalan kependudukan dikelola dengan visi jauh ke depan,” ujar dia.

Perencanaan Matang

Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan urbanisasi bisa memberikan banyak dampak positif bagi perekonomian. Namun, tanpa perencanaan yang matang, perpindahan penduduk dari desa ke kota itu bisa menimbulkan ketimpangan.

Menkeu memaparkan urbanisasi identik dengan usaha masyarakat mencari kesempatan untuk lebih produktif. Status ekonomi masyarakat yang berpindah biasanya berubah dari kelas bawah menjadi menengah.

Itu sebabnya, urbanisasi sering dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, dia mengingatkan urbanisasi harus dirancang dengan baik agar inklusif. Artinya, kesempatan untuk lebih produktif bisa dirasakan semua orang di kota.

“Kalau tidak, nantinya eksklusif atau hanya untuk orang kaya,” kata Sri Mulyani, Selasa. Selain inklusif, lanjut dia, urbanisasi juga harus efisien dan berkelanjutan. Pemerintah harus mengoptimalkan sumber daya yang produktif yaitu manusia, tanah, dan modal.

Sri Mulyani merujuk kepada Tiongkok yang berhasil melakukan urbanisasi dengan ketiga kategori tersebut sehingga berdampak pada peningkatan perekonomian. Berdasarkan analisa Bank Dunia, setiap satu persen kenaikan populasi kota, produk domestik bruto (PDB) per kapita Tiongkok tumbuh 10 persen.

Di India, pertumbuhannya bisa mencapai 13 persen dan di Thailand tumbuh 7 persen. Sementara itu, PDB per kapita di Indonesia hanya tumbuh empat persen untuk setiap kenaikan satu persen populasi di kota. YK/SB/Ant/WP []

*Sumber: Koran Jakarta | Ilustrasi urbanisasi/pikiran-rakyat.com