[Media Archives] Cenderung Meremehkan

22 Agustus 2016 | admin
Media

 

NEWS ANALYSIS
Dr. Sukamdi, M.Sc.
Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada

Cenderung Meremehkan

Perekaman data e-KTP tak akan pernah selesai, karena akan ada orang yang berubah umurnya. Misalnya dari 16 menjadi 17 tahun dan kemudian dia membuat e-KTP. Jadi selalu akan ada orang yang belum punya e-KTP, setiap hari merekam dan jumlahnya bisa jutaan karena yang kemarin berumur 16 tahun kemudian menjadi 17 tahun dan jumlahnya banyak.

Program e-KTP ada dua tahap. Pertama, perekaman bagi penggantian KTP lama menjadi e-KTP baru, yang belum elektronik menjadi elektronik. Kedua, perekaman yang memang melayani masyarakat yang butuh KTP, yang tadinya belum memiliki KTP kemudian memperoleh KTP.

Kalau akan menghentikan perekaman pada 30 September, perekaman yang mana yang dimaksud? Kalau perekaman e-KTP secara keseluruhan yang diberhentikan tentunya menyalahi undang-undang karena e-KTP adalah hak bagi setiap warga negara untuk memiliki e-KTP jadi pemerintah harus melayani.

Namun, jika yang dimaksud dihentikan adalah penggantian e-KTP lama menjadi baru, kalau untuk itu, pemerintah memang harus tegas. Karena selama ini ada kecenderungan dari masyarakat kita yang istilahnya nggampangke untuk mengganti KTP lama menjadi e-KTP baru. Padahal, itu penting dalam report pencatatan.

Memang problem e-KTP banyak, sejauh yang saya amati di daerah yang relatif terpencil, persoalan infrastruktur menjadi persoalan utama. Kemampuan untuk melayani secara keseluruhan menjadi terbatas karena selain alatnya juga sebagian SDM yang terbatas. Namun, kalau daerah dengan akses yang relatif mudah seperti DIY saya kira tidak ada masalah.

Dari sisi kepentingan penyediaan jasa kependudukan, sebenarnya e-KTP sangat bagus. Karena dengan e-KTP akan memudahkan pendataan penduduk dan juga berlaku seumur hidup itu jauh lebih simple tidak seperti KTP yang lama. [] una

*Sumber: Tribun Jogja (20/8) | Photo perekaman data e-KTP/suaramerdeka.com