Ada Apa dengan DI Yogyakarta? | Harian Kompas

24 Mei 2017 | admin
Arsip Media, Main Slide, Media

Penataan kawasan Malioboro tahap pertama kini sudah selesai. Trotoar atau jalur pejalan kaki yang dulunya merupakan tempat parkir kendaraan bermotor kini sudah rapi dan nyaman, Jumat (10/2). Fasilitas pejalan kaki yang lebih baik di Malioboro diharapkan tetap dapat menjadikan kawasan itu sebagai salah satu magnet bagi wisatawan untuk berlibur di Yogyakarta.

Daerah Istimewa Yogyakarta, wilayah yang diidealisasikan dengan daerah nyaman dan rakyat sejahtera ini, ternyata mempunyai indeks ketimpangan ekonomi paling tinggi dibandingkan daerah lain di Indonesia. Rasio gini terus meningkat ketika daerah lain semakin menurun, yang artinya jurang kaya dan miskin di DIY makin melebar.

Perkembangan itu bertolak belakang dengan kondisi nasional. Menurut Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia makin menurun. Itu tergambar dari angka rasio gini yang pada September 2016 tercatat sebesar 0,394.

”Angka ini menurun sebesar 0,003 poin jika dibandingkan dengan rasio gini pada Maret 2016 sebesar 0,397 dan menurun 0,008 poin jika dibandingkan dengan rasio gini pada September 2015 sebesar 0,402,” katanya.

Provinsi DI Yogyakarta (DIY) mempunyai nilai rasio gini tertinggi, yaitu 0,425 (angka ini naik karena sebelumnya pada Maret 2016 hanya 0,420) dan terendah di Bangka Belitung sebesar 0,288. Kendati mempunyai angka ketimpangan yang makin melebar, seakan-akan berlawanan, angka IPM (Indeks Pembangunan Manusia) DIY termasuk yang paling baik. IPM mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup, yaitu umur panjang dan sehat; pengetahuan, dan kehidupan yang layak.

Menurut BPS, untuk mengukur dimensi kesehatan digunakan angka harapan hidup waktu lahir. Selanjutnya untuk mengukur dimensi pengetahuan digunakan gabungan indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Untuk mengukur dimensi hidup layak, digunakan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok. Pada umumnya daerah dengan rasio gini yang makin tinggi (dibandingkan nasional), angka IPM akan makin rendah. Artinya, ketika jurang kaya dan miskin makin melebar, berarti pembangunan manusianya juga tidak berhasil.

Pada 2014, IPM nasional 68,90. Rasio gini Gorontalo 0,410 angka IPM 65,86; Papua Barat 0,401, IPM 61,73; dan Papua 0,399, IPM 57,25. Paradoks terjadi dengan DIY yang mempunyai rasio gini paling tinggi dibandingkan dengan provinsi lain, yaitu 0,425, tetapi mempunyai capaian IPM yang sangat baik sebesar 76,81. Untuk diketahui, IPM terbaik diraih oleh DKI Jakarta sebesar 78,39.

Dalam diskusi yang diadakan harian Kompas beberapa waktu yang lalu, Kepala Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Agus Heruanto Hadna mengingatkan, DIY menghadapi persoalan ketimpangan ekonomi yang serius.

”Ketimpangan ekonomi di DIY sudah lampu kuning. Kalau pembangunan dibiarkan seperti ini, pasti ketimpangan akan terus naik dan menimbulkan berbagai masalah,” katanya.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DIY Tavip Agus Rayanto akan memaksimalkan program pemberdayaan masyarakat untuk menurunkan tingkat ketimpangan ekonomi di provinsi itu. Salah satu yang dilakukan adalah menggunakan dana keistimewaan DIY untuk membiayai program-program pemberdayaan. Tingginya rasio gini di DIY terjadi karena pertambahan pendapatan golongan menengah ke atas tidak terkejar oleh kelompok bawah.

Mengubah fokus

Pemikiran Tavip yang akan memberdayakan masyarakat di level desa dan dusun perlu segera diwujudkan. Rasio gini yang cenderung makin tinggi beberapa tahun terakhir ini juga dikarenakan ketimpangan pembangunan antarkabupaten/kota di DIY. Hal ini ditegaskan mantan Kepala BPS DIY Bambang Kristianto bahwa ketimpangan di DIY juga tecermin dari ketimpangan antarkabupaten/kota di provinsi itu.

”Selama ini, pembangunan dan kegiatan ekonomi memusat ke Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Sementara tiga kabupaten lainnya, yakni Bantul, Gunung Kidul, dan Kulon Progo, cenderung tertinggal,” kata Bambang Kristianto.

Hasil pengukuran melalui indeks Williamson—alat ukur yang menunjukkan tingkat ketimpangan pendapatan antardaerah—menegaskan adanya ketimpangan yang cukup tinggi antara kabupaten/kota di DIY. Suatu daerah dapat dikatakan memiliki ketimpangan yang rendah jika nilai indeks Williamson kurang dari 0,35. Ketimpangan dengan taraf sedang ditunjukkan dengan nilai indeks Williamson antara 0,35 dan 0,5. Pada 2015, indeks Williamson untuk DIY sebesar 0,469.

DIY tidak mempunyai sumber daya alam melimpah seperti Aceh, Papua, dan Kalimantan Timur. Modal untuk menyejahterakan rakyat berupa keandalan sumber daya manusia melalui industri pendidikan dan pariwisata. Dua hal itu selama ini menjadi bekal dan berkah ekonomi bagi Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi kedua wilayah itu selalu lebih tinggi dibandingkan dengan tiga daerah yang lain.

Tiga tahun terakhir ini, terutama Kota Yogyakarta, makin diuntungkan dengan kucuran dana keistimewaan DIY untuk perbaikan obyek wisata. Tahun ini, pembangunan bandara internasional yang baru di Temon, Kulon Progo, sudah dimulai. Dengan nilai pembebasan lahan lebih dari Rp 4,1 triliun, seharusnya masyarakat di kabupaten itu sudah memperoleh dampak ekonomi. Apalagi jika tahun 2019, bandara tersebut sudah beroperasi. Mulai sekarang, pemerintah daerah harus mempersiapkan sumber daya lokal agar mampu menangkap peluang ekonomi dengan berdirinya bandara.

Tahun 2017, DIY memperoleh dana keistimewaan Rp 853 miliar dan tahun 2018 pengajuan ke pusat meningkat menjadi Rp 1,7 triliun. Mengatasi ketimpangan ekonomi yang makin tinggi, fokus dana serta program sebaiknya digeser secara masif dari Kota Yogyakarta dan Sleman ke arah Gunung Kidul dan Bantul. Disparitas antardaerah yang makin tinggi akan merugikan semua daerah karena urbanisasi selalu akan terjadi, sementara perdesaan akan kehilangan tenaga kerja yang produktif. [] Bambang Sigap Sumantri

*Sumber: Harian Kompas (16/3) | Foto: Penataan kawasan pedestrian di Malioboro/merahputih.com