YOGYA (KRjogja.com) – Kepala Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, Dr. Agus Heruanto Hadna mengatakan, ada enam isu utama yang menjadi tantangan pembangunan bagi pemerintahan baru Jokowi-JK. Enam isu itu harus ditangani karena dinamika pembangunan di Indonesia menunjukkan kompleksitas yang sesungguhnya membutuhkan strategi multisektor.
Menurut Hadna enam isu tersebut adalah sumber daya manusia (kualitas, kuantitas, pergerakan atau mobilitas), isu pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, isu infrastruktur, isupangan dan energi, isu daya dukung dan pelestarian lingkungan, isu demokrasi dan hak asasi manusia atau HAM. Isu ini harusnya menjadi 'payung' bagi setiap kementerian dalam menyusun, menjalankan, hingga mengevaluasi kebijakan serta strateginya.
"isu-isu besar memiliki beberapa dimensi yang bisa menjadi dasar dalam penyusunan kabinet, termasuk kementerian. Isu SDM misalnya, ada dimensi pendidikan, kesehatan, kependudukan, agama, dan ketenagakerjaan. Untuk keempat dimensi SDM tersebut, kecuali kependudukan, sudah ada kementerian khusus yang menanganinya. Lalu bagaimana dengan dimensi kependudukan?” ujar Hadna sebagaimana keterangan persnya.
Hadna menjelaskan dimensi kependudukan merupakan isu besar SDM. Hampir semua masalah pembangunan berpusat pada manusia (people centered development), selalu bermula dari persoalan kependudukan—kuantitas penduduk, kualitas penduduk, mobilitas atau pergerakan penduduk, dan keluarga. Persoalan kuantitas penduduk terkait dengan pengendalian jumlah penduduk. Sementara persoalan kualitas penduduk terkait dengan persoalan lain seperti pendidikan, kesehatan, mental, dan kultural.
"Untuk persoalan mobilitas penduduk atau migrasi berkaitan dengan pergerakan penduduk antarwilayah, termasuk masalah ketenagakerjaan. Kemudian untuk persoalan keluarga terkait dengan kualitas, dan perlindungananggota keluarga, terutama bagi mereka yang rentan seperti anak-anak, perempuan sampai difabel."
Terkait dengan penyusunan model kelembagaan, Hadna mengatakan pesimis terhadap strategi multisektor jika pola kerja para penyelenggara pemerintah masih sektoral. Sampai saat ini kerja Tim Transisi Jokowi-JK lebih tampak mengurus alternatif postur dan program kabinet mendatang. Pola komunikasi, dan informasi Tim Transisi pun dinilai masih minim akan partisipasi publik sehingga rawan untuk dispekulasi. Semua perhatian tertuju pada opsi-opsi postur kabinet Jokowi-JK.
"Saya melihat, kerja Tim Transisi hanya sibuk pada sekian opsi tentang postur kabinet Jokowi-JK. Itu memang penting, namun bagaimana menghapus sikap, cara pandang sektoral di antara kementerian itu nantinya juga tidak kalah penting. Semenjak pemerintahan Indonesia ada, sektoralisme seperti ini tidak bisa hilang." (*) Tomi Sujatmiko
*Sumber: KR Online | Foto: today online