JAKARTA, KOMPAS — Gagasan presiden terpilih Joko Widodo untuk mendirikan kementerian kependudukan disambut positif sejumlah kalangan. Sudah saatnya mengembalikan isu kependudukan sebagai dasar pengambilan kebijakan.
”Dari jajaran BKKBN tentu sangat menghargai sekali perhatian Pak Jokowi-JK yang telah ditunjukkan sejak kampanye bahwa kependudukan akan menjadi tema pokok pembangunan ke depan. Apalagi statusnya akan ditingkatkan menjadi kementerian kependudukan,” kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Fasli Jalal, pekan lalu, di Jakarta.
Fasli yakin, dengan adanya kementerian kependudukan, isu kependudukan akan kembali diperhatikan lintas kementerian dan lembaga negara. Isu itu antara lain dinamika kependudukan, pengendalian penduduk, peningkatan kualitas penduduk, program Keluarga Berencana (KB), dan kesehatan reproduksi.
”Itu semua akhirnya berlabuh pada pembangunan keluarga. Mudah-mudahan semakin bisa dipercepat, diperluas, dan diperdalam sehingga menghasilkan keluarga yang berkualitas dan sejahtera,” kata Fasli.
Setelah Reformasi, menurut Fasli, posisi dan fungsi lembaga yang menangani kependudukan dan KB semakin marjinal. Di sejumlah daerah, lembaganya hanya setingkat kepala seksi atau bahkan tidak ada sama sekali.
Jika kementerian kependudukan jadi dibentuk, tambah Fasli, kelembagaan di daerah mesti menyesuaikan. Pihaknya sejauh ini sudah mengimbau sejumlah daerah untuk memperkuat kelembagaan.
”Tampaknya bupati dan wali kota serius mengembalikan fungsi badan kependudukan dan KB daerah menjadi setingkat dinas,” kata Fasli.
Kepala Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Agus Heruanto Hadna menyatakan, ide kementerian kependudukan tersebut sejalan dengan pemikiran PSKK UGM. Alasan utamanya adalah banyak isu pembangunan yang tidak bisa dilepaskan dari masalah kependudukan.
”Kalau setingkat badan, tidak punya gigi. Kementerian bisa membuat kebijakan bukan hanya koordinasi,” kata Hadna.
Jika nantinya gagasan kementerian kependudukan direalisasikan, Hadna berpendapat, BKKBN yang ada sekarang dikembalikan fungsinya seperti semula menjadi badan koordinasi keluarga berencana nasional. Dengan demikian, hanya mengurusi KB.
Program kependudukan dan KB menjadi isu marjinal dalam kebijakan pemerintah sejak Reformasi. Kondisi itu berdampak terhadap melemahnya kelembagaan atau program sehingga banyak target tak tercapai.
Target program kependudukan dan KB dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 meliputi enam hal. Lima target di antaranya oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional disimpulkan sangat sulit tercapai. Target itu antara lain menurunkan laju pertumbuhan penduduk nasional menjadi 1,1 persen pada 2014. (LAS)
*Sumber: Harian KOMPAS, 15 September 2014 | Foto: CPPS