Palembang, KOMPAS – Pemeirntah berjanji akan menjadikan masalah kependudukan sebagai prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019. Langkah ini untuk mengoptimalkan manfaat bonus demografi yang sedang dinikmati Indonesia hingga 2035.
Salah satu persoalan kependudukan yang bakal mendapat perhatian utama adalah pengendalian jumlah kelahiran atau selama ini dikenal sebagai program Keluarga Berencana (KB).
“Program kependudukan harus benar-benar diperhatikan karena akan menjadi kunci mencapai bonus demografi,” kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Armida S. Alisjahbana di sela-sela penjaringan aspirasi terkait dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, Senin (3/3), di Palembang, Sumatera Selatan.
Bonus demografi adalah kondisi saat jumlah penduduk usia nonproduktif lebih sedikit daripada jumlah penduduk produktif (usia 15-65 tahun). Pada kondisi itu, ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk produktif berada pada titik rendah sehingga perekonomian suatu negara berpotensi berkembang lebih cepat.
Sejak 2012, berdasarkan data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), angka ketergantungan penduduk berada di bawah 50, tepatnya 49,6. Artinya, setiap 100 penduduk produktif menanggung 49,6 penduduk nonproduktif. Angka ketergantungan tahun ini 48,8.
“Kalau angka ketergantungan sudah berada di bawah 50, sebenarnya kita sudah bisa dikatakan menikmati bonus demografi. Oleh karena itu, sejak 2012, kita sudah menikmati bonus demografi,” ujar Armida.
Namun, dia mengingatkan, bonus demografi akan optimal jika tingkat ketergantungan bisa terus diturunkan. Untuk mencapai hal itu, ada beberapa hal yang haurs diperhatikan. Salah satunya adalah jumlah rata-rata anak yang dilahirkan oleh wanita subur (total fertility rate/TFR). Pada 2010, TFR Indonesia adalah 2,49 dan kondisi itu tak berubah hingga saat ini.
Armida menambahkan, angka ketergantungan di Indonesia akan mencapai titik terendah pada 2028-2035. Saat itu, angka ketergantungan di Indonesia hanya 46,9. Untuk mencapai kondisi itu, Indonesia harus bisa menurunkan TFR menjadi 2,14 pada 2025.
“Selama beberapa tahun terakhir, angka TFR kita stagnan. Setelah ini, kita harus berhasil menurunkan TFR,” kata Armida. Untuk mencapai hal itu, masalah kependudukan akan menjadi salah satu prioritas dalam RPJMN 2015-2025.
Menurut Armida, RPJMN 2015-2025 akan mencantumkan upaya revitalisasi BKKBN sebagai lembaga pengelola masalah kependudukan. Sejak masa reformasi, sejumlah kewenangan BKKBN dipangkas sehingga program kependudukan tak efektif. “Selain itu, program Keluarga Berencana akan kembali digalakkan,” ujarnya.
Kualitas SDM
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, Akhmad Fauzi mengatakan, langkah lain untuk mengoptimalkan bonus demografi adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas itu bisa dengan pemerataan pendidikan dan pelatihan keterampilan kerja.
Dari Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) pada 2013, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia ada di peringkat ke-121 dari 186 negara. “Indonesia bahkan berada di bawah Honduras dan Botswana,” kata Fauzi.
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan, dalam situasi saat ini, pemerintah harus mengedepankan kualitas pendidikan dan keahlian angkatan kerja. Saat ini, dunia usaha baru mampu menyediakan 1 juta-1,5 juta lapangan kerja per tahun sehingga tidak mampu menyerap 2,5 juta angkatan kerja baru setiap tahun.
“Ada 1 juta orang yang tidak mendapatkan pekerjaan setiap tahun dan sebagian besar tidak terampil. Bonus demografi ini harus ditangani secara cermat dengan meningkatkan kualitas sistem pendidikan dan pelatihan kerja,” kata Sofjan.
Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Lampung Bustanul Arifin mengungkapkan, masa depan perekonomian adalah ekonomi berbasis ilmu pengetahuan. Ini menjadi keniscayaan dan harus memanfaatkan bonus demografi.
Di sektor pertanian terjadi surplus tenaga kerja. Tantangannya, bagaimana membangun industri pengolahan berbasis pertanian dan sumber daya alam Indonesia agar bisa menarik tenaga kerja dari sektor pertanian.
Untuk mengembangkan industri tersebut, perlu basis ilmu pengetahuan. Itu yang menjadi kata kuncinya. Ke depan, perekonomian akan ditopang oleh pekerja terampil dan bekerja di sektor industri dengan pendapatan yang lebih baik dan produktivitas tinggi. “Para pekerja terampil itu nanti yang akan menggenjot produktivitas,” kata Bustanul.
Dengan cara itu, menurut Bustanul, sektor pertanian akan berperan penting dalam melepaskan Indonesia dari middle income trap dan memanfaatkan bonus demografi.
Tak ada pilihan lain untuk memanfaatkan bonus demografi selain memajukan pendidikan dan riset. Tidak hanya di perkotaan, tetapi juga harus sampai di pedesaan. Anggaran pendidikan yang tinggi adalah langkah yang tepat, tinggal implementasinya. [] HRS/MAS/EVY/HAM/LAS
*Sumber: Headline Harian KOMPAS, 4 Maret 2014 | Sumber foto: ANTARA